Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Jangan Pidanakan Perdata (5)

11 Juli 2012   12:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:04 879 0
BAB II

TESTIMONI AHLI

BANTUAN DARI ORANG TAK TERDUGA

Oleh Hotasi Nababan

ATAS saran penasehat hukum dan ahli hukum yang saya kenal, maka kami perlu mengajukan para saksi ‘a de charge’ (saksi yang meringankan) dan para ahli yang memahami hukum pidana, hukum perdata, dan hukum perjanjian internasional. Selain itu, kami memerlukan ahli yang mengalami dan mengetahui seluk beluk penyewaan pesawat.

Awalnya, kami membuat daftar belasan saksi dan ahli yang akan diminta bantuan untuk memberi keterangan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kejaksaan. Setelah itu kami mulai menghubungi mereka satu per satu. Saya mengirim sms kepada banyak orang yang saya kenal. Untuk ahli hukum, pengacara kami membantu menghubungi mereka.

Saya mendatangi mereka satu per satu dan menjelaskan duduk persoalannya secara rinci. Di luar dugaan saya, beberapa orang yang sepertinya repot untuk menghadapi kejaksaan, justru bersedia menjadi saksi dan ahli bagi saya. Justru orang-orang ini memiliki kredibilitas tinggi untuk meyakinkan pengadilan nantinya. Namun, ada juga yang mundur dan meminta maaf tidak dapat membantu karena kesibukan atau karena kuatir berhadapan dengan kejaksaan. Saya dapat memahaminya.

Kami beruntung dapat menghadirkan saksi dan ahli untuk diperiksa kejaksaan, yaitu:
1 Prof. Andi Hamzah* Pakar Hukum Pidana
2 Prof. Erman Rajagukguk Pakar Hukum Perdata
3 Prof. IBR Supancana Pakar Perjanjian International
4 Yudiawan Pemilik Batavia Airline
5 Tengku Burhanuddin Sekjen Asosiasi Airlines INACA
6 Sofyan Djalil Mantan Menteri Negara BUMN
7 Said Didu Mantan Sekretaris Kementrian BUMN
8 Yoseph Suardi Mantan Jaksa Senior sebagai saksi ‘a de charge’ di DATUN Kejagung

Catatan: *Prof. Andi Hamzah memberi penjelasan dalam Legal Opini yang rinci.

Pak Sofyan Djalil cepat menanggapi sms saya, dan mengundang saya ke rumahnya. Saat itu hari Minggu pagi, beliau baru saja berolahraga kecil. Saya menjelaskan garis besar kasus dan memberi dokumen pendukung. Satu minggu kemudian, beliau meminta saya datang lagi. Dia menyusun argumen yang tegas bahwa keputusan direksi dalam penempatan deposit itu sudah memenuhi GCG dan peristiwa ini adalah resiko bisnis. Bisnis tanpa resiko tidak akan berjalan.

Cukup lama beliau menyusun argumen yang diperlukan sampai harus terlambat menghadiri resepsi pernikahan kenalannya. Beberapa kali dia memberitahu ajaran yang ada di Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW, antara lain, tentang bagaimana Allah akan memberi kemudahan dalam kesukaran. Beliau sangat yakin bahwa saya tidak melakukan korupsi. Keesokan harinya, dia datang ke kejaksaan dan harus membatalkan pertemuan penting di kantor Wakil Presiden demi membela saya. Saya mengungkapkan rasa terima kasih mendalam atas ketulusan beliau.

Pak Yudiawan adalah pemilik Batavia Air. Saya tidak kenal dekat beliau, tapi kami dulu sering bersama-sama di asosiasi airlines. Saat saya mengirim sms ke beberapa pemilik dan pemimpin airlines, dia yang paling duluan menjawab bersedia. Terus terang saya kaget, karena pengusaha biasanya menghindari penegak hukum. Segera saya temui beliau dan menyampaikan dokumen yang diperlukan. Waktu saya bertanya mengapa bersedia, dia menjawab bahwa perkara ini mengusik rasa keadilannya. Sepanjang yang dia ketahui dari pemberitaan, dia yakin kejadian ini bukan pidana korupsi, tapi murni resiko di bisnis sewa pesawat. Kemudian, dia menegaskan akan membela saya bahkan sampai ke pengadilan. Saat pemeriksaan dia sebagai saksi ahli oleh Kejaksaan selesai, saya menemuinya dan mengungkapkan rasa terima kasih yang mendalam.

Pak Tengku Burhanuddin adalah Sekretaris Jendral INACA, asosiasi airlines Indonesia. Beliau adalah tokoh yang sangat dihormati di kalangan airlines. Ketika dia bersedia menjadi saksi ahli, saya sangat gembira, karena dia menjadi saksi nyata bahwa di tahun 2006-2007 itu seluruh airlines di Indonesia memperebutkan pesawat tipe B-737 Family itu, dan selalu ada resiko dalam sewa menyewa pesawat. Setelah pemeriksaan, dia memberi semangat kepada saya agar tabah menghadapi kasus ini. Dia pun bercerita bagaimana ayahnya, seorang tokoh ningrat masyarakat Deli, harus meringkuk di penjara beberapa tahun di tahun 1960-an karena dicurigai terlibat PRRI. Sejak itulah dia merasakan bagaimana sakitnya mengalami ketidakadilan dan penindasan.

Pak Yoseph Suardi Sabda adalah mantan jaksa senior di Bagian Perdata dan Tata Usaha Negara (DATUN) di Kejaksaan Agung. Dia adalah saksi kunci dari pengejaran uang deposit Merpati. Sebelum dia berangkat ke Amerika Serikat untuk mengikuti sidang mediasi di pengadilan Washington DC, dia sempat menduga ada kemungkinan persengkongolan antara TALG dan pejabat Merpati. Setelah dia mengikuti sidang mediasi pada 18 Juli 2008, yang dihadiri semua pihak yang terlibat, termasuk Jon Cooper dan lawyer Alan Messner, dia berkesimpulan sebaliknya. Pada saat hakim bertanya kepada Jon Cooper apakah ada kerjasama dengan orang Merpati dalam penggunaan dana itu, Cooper menyatakan tidak ada. Sebagai ahli hukum, Cooper tidak bisa berbohong lagi di hadapan hakim, karena ancaman pidana berbohong akan melampaui kesalahan penggelapan. Setelah itu, Pak Yoseph memberitahu Direksi Merpati waktu itu bahwa kasus ini murni perbuatan jahat Cooper dan Messner.

Hal yang menggembirakan saya juga terjadi di saat menghubungi pakar hukum Prof. Andi Hamzah, Prof. Erman Rajagukguk, Prof. IBR Supancana, dan Pak Said Didu. Mereka dengan gesit mengurai perkara ini dan menganalisa dan memberi argumen masing-masing sesuai bidangnya. Semoga nantinya, para hakim yang memeriksa perkara ini mendapat pengertian tepat atas fakta-fakta yang terjadi.

Pada akhirnya, para saksi dan ahli itu merumuskan bahwa: kasus ini tidak mengandung unsur pidana dan tidak ada unsur kesengajaan. Direksi Merpati telah memutuskan sesuai prosedur dan kewenangan yang dimiliki. Penempatan deposit dalam bentuk cash dan di kantor hukum adalah lazim; dan uang deposit itu tidak hilang, karena Merpati punya hak tagih.

Memang Tuhan mempunyai kuasa untuk mengirim siapapun untuk menjadi malaikat penolong kami. Semoga Tuhan membalaskan kebaikan dan kejujuran mereka.

(gambar: Meresmikan penerbangan pertama ke Mamuju bersama Gubernur Anwar Adnan Saleh, Cucuk Sugiarto, Malkan Amin dan Said Didu.)

(gambar: Pembukaan kembali rute ke Ambon setelah memperoleh pesawat B737-300 pada Agustus 2007.)

PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION)

PROF. DR. ANDI HAMZAH, S.H.
Guru Besar dalam Ilmu Hukum PidanaUniversitas Trisakti

Kasus Posisi
Fakta-fakta hukum dalam peristiwa hukum (secara garis besar) bahwa pada sekitar Desember 2006 PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) bermaksud menyewa 2 (dua) pesawat terbang yang akan dipergunakan untuk menjalankan bisnis /usahanya di bidang industri transportasi udara. Dalam usaha mencari pihak yang menyewakan pesawat terbang PT MNA pada akhirnya bertemu dengan Thirdstone Aircraft Leasing Group (“TALG”). Selanjutnya mereka sepakat mengikat diri dalam suatu perjanjian sewa menyewa pesawat terbang. Setelah PT MNA menempatkan Security Deposit dalam bentuk tunai berjumlah U$$ 1.000.000,-(satu juta US$) atau US$ 500.00/per pesawat. Setelah jatuh tempo, TALG ternyata tidak menyerahkan pesawat terbang sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian.

Berdasarkan uraian fakta-fakta tersebut di atas, terhadap klien kami telah dilakukan penyidikan dengan sangkaan telah melakukan perbuatan yang dapat dikualifisir sebagai tindak pidana korupsi dalam sewa menyewa pesawat Boeing 737 TALG oleh PT Merpati Nusantara Airlines.

Bahwa rincian/detail kronologi, fakta-fakta hukum yang terjadi pada peristiwa hukum sewa penyewaan 2 (dua) pesawat terbang oleh PT MNA dari TALG (USA) adalah sebagai berikut:

1. Sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran tahun 2006, telah disetujui oleh pemegang saham bahwa PT MNA mencari pesawat jet tipe B-737 series untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan di tengah reputasi keuangan yang rendah. Pesawat sebagai barang spesifik, sewa pesawat diizinkan dilakukan melalui skema penunjukan langsung. Walaupun demikian, dengan tujuan agar obyektif dan transparan, PT MNA tetap melakukan pengumuman kebutuhan tentang pesawat jet tersebut secara terbuka kepada umum melalui web-site. Awal Desember 2006 TALG mengajukan proposal sewa 2 (dua ) pesawat boeing 737 yang dimiliki Lehman Brother melalui Trustee East Dover Limited (“EDL”). Setelah melalui proses negosisasi panjang, PT MNA dengan TALG sepakat untuk melakukan Lease of Aircraft Summary on Term (LASOT) pada 18 Desember 2006. LASOT MEWAJIBKAN PT MNA menaruh Cash Security Deposit US$ 500.000,- (lima ratus ribu US$) per pesawat, dan Security Deposit ini bersifat refundable (ditentukan dalam perjanjian LASOT bahwa cash Security Deposit akan dikembalikan apabila perjanjian batal dilaksanakan).

Mengenai penunjukan langsung oleh PT MNA kepada Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) sebagai pihak yang menyewakan pesawat adalah berpedoman kepada keputusan Direksi Nomor: Kep-22/IX/2001 tanggal 12 September 2001. Dalam keputuasan Direksi PT MNA tersebut tentang “Standard & Prosedur Internal Pengadaan Barang Jasa “ ditentukan bahwa “pesawat termasuk dalam kategori barang spesifik” sehingga dibolehkan dengan skema Penunjukan Langsung. Walaupun demikian, sebelum melakukan penunjukan langsung terhadap TALG, PT MNA telah membuka informasi tentang kebutuhan sewa pesawat terbang ini kepada publik melalui Web-Site, sehingga publik serta pihak-pihak terkait berpartisipasi/ memberikan informasi mengenai kebutuhan sewa pesawat terbang PT MNA tersebut.

2. PT MNA tidak dengan begitu saja langsung menyetujui
untuk menyerahkan Security Depopsit kepada TALG. PT MNA mencoba bernegosiasi dengan TALG. Semula PT MNA menawarkan Jaminan (security ) dalam bentuk Bank Garansi atau Esrow Account, tetapi TALG menolak penawaran PT MNA tersebut, bahkan pada tanggal 19 Desember 2007 meng-ultimatum PT MNA harus mengirimkan Security Deposit tunai kepada TALG.
PT MNA dalam melakukan transaksi sewa menyewa pesawat sebelumnya juga meletakkan Security Deposit dalam bentuk cash. Dalam praktik yang umum/lazim pada bisnins penyewaan pesawat terbang, Airlines (perusahaan penerbangan) juga menempatkan Cash Security Deposit

Untuk dapat lebih memitigasi resiko, PT MNA meminta penempatan Security Deposit tidak diserahkan langsung ke TALG, akan tetapi diserahkan pada sebuah firma hukum. Kemudian TALG mengajukan usulan Firma Hukum HUME & Associates, sebagai pihak ketiga Pemegang Security Deposit. PT MNA memiliki pengalaman menempatkan Security Deposit di Firma Hukum sampai degan pesawat terbang diserahkan.

Sebelum menyerahkan Cash Security Deposit PT MNA juga sudah melakukan ricek ulang keberadaan fisik kantor serta pemilik dari Thirdstone Aircraft Leasing Group dan Firma Hukum HUME & Associates. PT MNA bahkan berhasil mendapatkan Certificate Of Incorporation TALG dari State Of Delaware. Berdasarkan fakta-fakta temuan tersebut terbuktikan bahwa TALG dan Firma Hukum HUME dan Associates benar-benar ternyata exist/ada (tidak fiktif).

3. Setelah TALG membuktikan adanya Letter Of Intention (“LOI”) pembelian kedua pesawat dari East Dover Limited dan Komitmen Dana Pembelian dari LSQ Fund pada 19 Desember 2006, maka barulah PT MNA melakukan penempatan cash Refundable Securitty Of Dposit sebesar US$ 1.000.000,- (satu juta US$) yang diterima pada tangggal 20 Desember 2006. Setelah mempelajari dengan teliti dan seksama seluruh proses pencarian pesawat, serta dipandang sesuai dengan proses negosiasi yang transparan, serta dipandang sesuai dengan peraturan perusahaan PT MNA, barulah skema penempatan Cash Security Of Deposit ini diputus disetujui dalam Rapat Direksi PT MNA (circular lengkap)

Mengenai Security Deposit oleh PT MNA ini dapat diketahui bahwa:

- Cash Security Deposit (jaminan tunai) merupakan common practice hal lazim/biasa dilakukan dalam praktik di lingkiungan bisnis sewa menyewa pesawat terbang ,-

- Sebelum PT MNA meyetorkan, PT MNA telah berusaha memitigasinya yaitu meminta Cash Security Deposit dapat ditukar/diganti dengan Bank Garansi, Escrow Account, tetapi usul PT MNA ditolak oleh TALG karena Security Deposit yang common lazim/umum dilakukan pada bisnis sewa menyewa pesawat terbang adalah Cash Security Deposit (deposit tunai),-

- Pada transaksi-transaksi sewa menyewa pesawat oleh PT MNA sebelumya, juga dilakukan penjaminan dengan skema Cash Security Deposit (jaminan tunai). Dari 15 (lima belas) transaksi PT MNA, 4 (empat) gagal. Dari 4 (empat) yang gagal 3 (tiga) terbukti Cash Security Deposit diterima kembali oleh PT MNA. Dari keseluruhan 15 transaksi sewa menyewa oleh PT MNA tebukti hanya 1 yang bermasalah (Security Deposit belum sepenuhnya kembali)

4. Pada tanggal 15 Januari 2009 TALG ternyata telah ingkar janji/wanprestasi karena TALG terbukti tidak menyerahkan pesawat Boeing 737 pertama dengan alasan harga harus diubah. Melihat gelagat tidak baik ini, PT MNA segera meminta pengembalian Security Of Deposit, dan mengajukan gugatan melalui kantor Hukum Bain Kinney Korman (BKK). PT MNA akhirnya memenangakan gugatan di Pengadilan US District Court For Distric Of Columbia pada 8 Juli 2007, dan TALG diwajibkan membayar US$ 1.000.000 (satu juta US$) dan membayar bunga.

Lawyer PT MNA di Washington dan Chicago langsung melakukan pengejaran terhadap asset pemilik TALG, Mr Alan Messner dan Firma Hukum HUME & Associates. Upaya pengejaran (pengembalian Security of Deposit) dilanjutkan oleh Direksi PT MNA pada dua periode selanjutnya. Pada tanggal 18 Juli 2008 PT MNA meminta Jaksa Agung Muda DATUN sebagai Pengacara Negara untuk ikut menyaksikan mediasi di depan Judge antara PT MNA dengan Jon Cooper di Washington, dimana Sdr. Yoseph Suardi Sabda, SH.LL.M sebagai wakil dari kejaksaan Agung Muda DATUN hadir serta menyaksikan. Karena proposal pengembalian terlalu lama, Bpk. Yoseph Suardi Sabda.SH LL.M (sebagai wakil dari kejaksaan Agung Muda DATUN) memberikan saran agar PT. MNA menggugat pidana Jon Cooper dengan tujuan untuk memaksa pengembalian lebih cepat. Pada tanggal 30 Juli 2010 terbukti ada pengembalian dari Alan Messner sebesar US$.4.793,- Pengembalian ini membuktikan bahwa masih ada potensi pengembalian Securiy Deposit tersebut kepada PT MNA. namun pada tanggal 27 September 2010 proses pengejaran tidak dilanjutkan oleh Direksi PT MNA dengan petimbangan bahwa saat ini biaya Lawyer yang meningkat. Walaupun ada penawaran dari Lawyer dengan skema pembayaran success fee, namun pengejaran tetap belum dapat dilanjutkan.

Menanggapi munculnya isu dugaan korupsi terkait dengan penempatan Security Deposit terhadap perkara ini telah:

1. Sejak pertama kali TALG tidak menyerahkan pesawat terbang ke PT MNA sekitar Januari 2007, PT MNA telah melaporkan permasalahan ini kepada Komisaris, Menteri BUMN, dan Menteri Keuangan.

2. Pada April 2007, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan dengan hasil sebagaimana tertuang dalam surat No.14/BPK/GA-MNA/3/2007 antar lain sebagai berikut:

- Akibat : PT MNA berpotensi kehilangan Security Deposit sebesar US$.1,000,000.- (satu juta US$),-

- Sebab : Manajemen PT MNA belum melakukan pengendalian yang memadai atas Security Deposit yang diberikan kepada TALG.

3. Pada tanggal 14 Mei 2007 dibahas di Komisi V DPR RI dengan keputusan/kesimpulan bahwa:

“Komisi V DPR-RI meminta PT.Merpati Nusantara agar mencermati dan mengambil langkah yang diperlukan atas persoalan terkait dengan TALG sehingga terhindar dari resiko yang merugikan perusahaan PT MNA baik secara internal, maupun secara eksternal yang terkait dengan Departemen Keuangan, Meneg BUMN, dan lembaga perbankan lainnya.”

4. Pada tanggal 8 Juli 2007, Richard J Leon, Hakim pada United State District Court For the Distric of Columbia telah menandatangani Memorandum Opinion dan Judgement order menyatakan bahwa TALG dan Alan Messner dinyatakan secara resmi dalam keadaan default dan wajib membayar kepada Merpati senilai US$ 1,000,000 ditambah bunga sampai pelunasan pembayaran. Pada surat PT MNA kepada Meneg BUMN dinyatakan bahwa:

“dengan mengacu kepada keputusan Hakim di atas, Merpati sebagai Penggugat yang telah diberikan hak menagih dapat melakukan langkah hukum langsung berupa eksekusi terhadap asset-asset TALG dan Alan Messner secara pribadi yang sudah diidentifikasi sebelumnya melalui Sosial Security number dari Alan messner yang berlokasi diChicago, Negara bagian Illinos, USA.

5. Pada sekitar bulan Mei 2007, MABES POLRI melakukan penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Tugas No.Pol : Sprin Gas/24/IV/2007/pidkor dan WCC tertanggal 26 April 2007, tentang penyelidikan terhadap dugaan TP korupsi pengadaan pesawat terbang di PT (persero) Merpati Nusantara Airlines. Kemudian pada tanggal 27 September 2007 MABES POLRI dengan suratnya No.Pol: R/21/IX/pidkor & WCC perihal : Pemberitahuan hasil penyelidikan, MABES POLRI menyatakan bahwa:

“dari hasil penyelidikan yang telah dilakukan terhadap dokumen, keterangan dan fakta-fakta yang didapat, maka terhadap transaksi sewa menyewa pesawat (B.737-500 dan B.737.400) dan pembayaran Security Deposit sebesar US$.1.000.000,- kepada Thirdsdttone Aircraft Leasing Group (TALG) Washington DC oleh PT (persero) PT Merpati Nusantara Airlines, untuk sementara belum diketemukan fakta perbuatan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara”.

6. Pada tanggal 11 Agustus 2008, Jaksa sebagai Pengacara Negara yang diwakili oleh Kejaksaan Agung Muda DATUN, Bpk. Yoseph Suardi Sabda, SH.LL.M, dalam suratnya tertanggal 11 Agustus 2008, Hal : Telaah hukum atas perkara perdata antara PT MNA VS TALG, yang ditujukan kepada Direksi PT Merpati Nusantara, dan disampaikan saran serta petunjuk antara lain :

“sehubungan dengan hal-hal sebagaimana diuraikan diatas, bersama ini perkenankan kami menyampaikan saran agar PT MNA menjajagi kemungkinan untuk menyelesaikan masalah ini secara pidana, dengan mengeksplorasi kemungkinan penyelesaian seperti dikemukakan oleh hakim John M Facciola. Jika diperlukan di Kedutaan Besar AS di Jakarta (Mr.Robert Strange) guna mendiskusikan ini secara pidana.”

7. Surat Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: R-3898/40-43/10/2009 tertanggal 27 Oktober 2009, Hal: Tanggapan Atas Pengaduan Masyarakat, yang menegaskan bahwa dalam permasalahan sewa menyewa pesawat terbang oleh PT Merpati Nusantara Airlines tersebut “tidak memenuhi kriteria tindak pidana korupsi”.

Berdasakan uraian fakta-fakta yang telah kami sampaikan di atas, kami mohon Bapak berkenan memberikan kejelasan dari sudut pandang ilmu hukum pidana mengenai peristiwa hukum, yaitu :

1. Apakah yang dimaksud dengan unsur “melawan hukum” menurut UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 tahun 2001?

2. Apakah yang merupakan bagian inti delik Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana dirubah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi?

3. Bagaimana kaitannya dengan kronologi yang telah disampaikan, apakah perbuatan Direktur Utama Merpati dapat dikualifisir sebagai telah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum? Memperkaya orang lain atau suatu korporasi, unsur kerugian Negara?

4. Bagaimana duduk permasalahan kasus ini dengan apabila dikaitkan dengan adanya surat-surat penegasan instansi lainnya?

Jawaban pertanyaan 1:

Apakah yang dimaksud dengan unsur “melawan hukum” menurut UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 tahun 2001?

Melawan hukum (werderrechtelijk) mempunyai beberapa arti :

a. bertentangan dengan hukum obyektif (bertentangan dengan undang-undang).

b. tidak mempunyai hak sendiri untuk menikmati uang itu. Rumus ini dibuat oleh Hoge Raad (Mahkamah Agung Nederland) dalam kasus penipuan.

c. betentangan dengan hukum subyektif (bertentangan dengan hak orang lain).

d. dalam hal saksi yang tidak hadir tanpa alasan yang benar, melawan hukum artinya “tidak datang tanpa alasan yang sah”.

Dari sekian arti melawan hukum, maka yang paling tepat diterapkan dalam delik korupsi terutama pasal 2 UUPTPK, menurut pendapat saya ialah pengertian butir b, yaitu pembuat “tidak mempunyai hak sendiri untuk menikmati hasil korupsi itu.” Dalam hal memperkaya orang lain, artinya tidak mempunyai hak untuk memperkaya orang lain atau korporasi

Jawaban pertanyaan 2.

Apakah yang merupakan bagian inti delik Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana dirubah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana korupsi?

Bagian inti delik (delictsbestanddelen) pasal 2:

- Melawan hukum

- Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi

- Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

Bagian inti delik (delictsbestanddelen) pasal 3:

- Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi

- Dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan

- Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

Perbedaan antara rumusan delik Pasal 2 dan 3 tersebut:

1. Pada Pasal 2 tercantum “ melawan hukum” (wederrechtelijk) sebagai bagian inti delik (delictsbestanddeel), sedangkan pada pasal 3 tidak ada bagian inti delik melawan hukum, tersirat pada kata-kata “menyalahgunakan kewenangan. Kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan”. Jadi, melawan hukum harus tercantum dalam dakwaan, bagaimana caranya dia melawan hukum, yang saya katakan “tidak mempunyai hak untuk menikmati uang Satu Juta dolar itu, atau tidak mempunyai hak untuk menyerahkan uang itu kepada pihak ketiga itu (perusahaan di Amerika Serikat).” Jika bagian inti delik melawan hukum tidak terbukti maka putusan ialah bebas. Dalam hal pasal 3, penuntut umum tidak perlu mencantumkan melawan hukum dalam dakwaan, karena “melawan hukum” pada pasal 3 menjadi unsur diam-diam (stilwijgende element). Jika terdakwa atau penasihat hukum dapat membuktikan bahwa tidak ada unsur melawan hukum pada pasal 3, maka putusannya ialah lepas dari segala tuntutan hukum. Jadi, ada perbedaan jika tidak terbukti melawan hukum pada pasal 2 karena menjadi bagian inti delik dan tercantum dalam dakwaan maka putusan bebas. Akan tetapi, jika terdakwa atau penasihat hukum dapat membuktikan bahwa tidak ada unsur (element) melawan hukum pada pasal 3, maka putusan lepas dari segala tuntutan hukum.

2. Pada Pasal 3 ada bagian inti delik “dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” berarti “sengaja sebagai tujuan”, sedangkan pada Pasal 2 ketiga bentuk sengaja : sengaja sebagai tujuan, sengaja dengan kesadaran pasti terjadi dan sengaja dengan kesadaran kemungkinan terjadi.

3. Pada Pasal 2 ada kata-kata “memperkaya”, sedangkan pada pasal 3 “menguntungkan”. Jadi, dengan kata-kata “memperkaya” itu artinya jumlahnya besar sedangkan jika menguntungkan walaupun jumlahnya kecil hal itu juga ditandai dengan ancaman pidana pada Pasal 3 lebih ringan daripada pasal 2.

Jawaban pertanyaan 3.

Bagaimana kaitanya dengan kronologi yang telah disampaikan, apakah perbuatan Direktur uama Merpati dapat dikualifisir sebagai telah memenuhi unsure perbuatan melawan hokum? Memperkaya orang lain atau suatu korporasi, unsur kerugian Negara?

Menjawab apakah ada perbuatan melawan hukum ataukah tidak ialah apakah pemberian Security Deposit itu tidak diboleh dilakukan, bertentangan dengan undang-undang ataukah tidak mempunyai hak untuk memberikan Security Deposit. Jika memang biasa dalam bisnis sewa pesawat ada Security Deposit, maka dia tidak melakukan perbuatan melawan hukum. Bagian dari inti delik memperkaya orang lain agak tidak logis, karena apa latar belakang memperkaya orang asing ? Kecuali jika dapat dibuktikan, bahwa ada kick back (ada pemberian dari penerima Security Deposit kepada dia). Dengan bagian inti delik “memperkaya” dengan awalan “mem” berarti perbuatan itu perbuatan sengaja, bukan karena kebodohan atau kelalaian. Menurut feeling saya, yang terjadi ialah penipuan yang dilakukan oleh pihak asing itu. Oleh karena jelas telah terjadi kerugian negara sebesar satu juta dolar, dengan modus penipuan maka yang dapat ditempuh ialah gugatan perdata yang dilakukan oleh JAM Datun sesuai dengan Pasal 33 UUPTPK. Gugatan perdata memang telah dilakukan di Amerika Serikat yang telah dimenangkan oleh PT Merpati (Indonesia), namun seperti banyak kasus perdata internasional yang sulit dilakukan ialah eksekusinya karena terjadi di negara asing.

Jawaban pertanyaan 4

Bagaimana duduk permasalahan kasus ini dengan apabila dikaitkan dengan adanya surat-surat penegasan instansi lainnya?

Surat KPK itu memperkuat pendapat bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum. Sedangkan pendapat Yoseph Suardi Sabda agar dicari penyelesaian melalui pidana, saya sangat sependapat agar melalui jaksa Amerika Serikat yang ada di Indonesia (OPDAT) yang dulu dengan Mr Robert Strange, kita telah bekerja sama meningkatkan kualitas penuntutan, dia dapat membantu agar jaksa Amerika menuntut pelaku penipuan itu ke pengadilan pidana.

Demikianlah jawaban ini dibuat sesuai dengan pengetahuan hukum saya secara obyektif.

Jakarta, 17 September 2011
Prof. Dr. A. Hamzah,S.H.

YOSEPH SUARDI SABDA, SH
Jaksa Pengacara Negara untuk Perkara MNA di US Court District of Columbia, Washington DC.

Kesaksian diberikan pada Kamis, 8 Maret 2012, di depan penyidik Kejaksaan Agung.

Bagaimana hubungan yang pernah ada antara Saudara dengan PT Merpati Nusantara Airlines (persero) atau PT MNA?

Sewaktu saya masih bertugas di Kejaksaan Agung sebagai jaksa fungsional pada Jamdatun, saya bersama beberapa Jaksa Pengacara Negara (JPN) lailn pernah mendapat kuasa subtitusi dari Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha, dengan Surat Kuasa tanggal 16 Juni 2008, untuk memberikan bantuan hukum kepada PT MNA dalam negosiasi dengan Jon C. Cooper dan Ted Hume, keduanya tergugat dalam satu perkara perdata di hadapan US Distric Court of Columbia di Washington DC, Amerika Serikat.

Jelaskan perkara apa yang menyangkut Jon C Cooper dan Ted Hume di hadapan US District Court di Washington DC tersebut?

Perkara tersebut berhubungan dengan perjanjian penyewaan (leasing) pesawat udara antara PT MNA dengan Thirdstone Aircraft Leasing Group Inc. (TALG), dimana PT MNA sudah menyerahkan sejumlah uang sebesar USD 1 juta kepada TALG, tetapi TALG tidak memenuhi kewajibannya untuk menyediakan pesawat udara kepada PT MNA.

PT MNA sudah mengajukan gugatan terhadap TALG dan Allan Messner di US Distric Court Of Columbia dan putusan pengadilan tersebut, tertanggal 9 Juli 2007, memenangkan gugatan PT MNA secara verstek (tanpa kehadiran para tergugat), dimana para tergugat dihukum untuk secara tanggung-renteng membayar sejumlah USD 1 Juta kepada PT MNA.

Karena TALG kemudian dinyatakan pailit, PT MNA menuntut tanggung jawab pribadi terhadap Alan Messner, orang yang mewakili TALG dalam perjanjian dengan PT MNA, dan Jon C Cooper, orang yang oleh Alan Messner disebut telah menyalahgunakan uang yang diterima dari PT MNA dalam pelaksanaan perjanjian antara PT MNA dengan TALG.

Apa yang saudara lakukan dalam rangka pelaksanaan Surat Kuasa Khusus tersebut?

Pada tanggal 18 Juli 2008 saya menghadiri sidang US District Court of Columbia di Washington DC. Sidang dipimpin oleh Hakim John M Facciola dan dihadiri oleh kuasa hukum kedua belah pihak, serta dihadiri juga oleh Jon C Cooper dan Alan Messner.

Dihadapan hakim, Jon C Cooper mengakui bahwa ia telah menyalah-gunakan uang yang diterimanya dari PT MNA untuk kepentingan pribadi, padahal seharusnya uang itu digunakan utnuk melaksanakan kewajiban TALG dalam penyediaan pesawat untuk kenpentingan PT MNA.

Uang yang disalah-gunakan oleh Jon C Cooper diakuinya berjumlah USD 810.000 dan sisanya (USD 190.000) disalah-gunakan oleh Alan Messner. Alan Messner tidak memberikan pengakuan apapun kepada Hakim, tetapi ia tidak menyangkal pengakuan Jon C Cooper. Selanjutnya Jon C Cooper mengatakan bahwa ia tidak mempunyai apa-apa, karena barang miliknya yang masih ada, yaitu 2 apartemen di Washington DC, sudah berada dalam keadaan dihipotikkan (mortgage). Ia menyatakan bahwa ia hanya sanggup mengembalikan uang PT MNA secara mencicil, dengan jumlah cicilan sebesar USD 5.000 per bulan.

Pada akhir sidang, hakim John M Facciola mengatakan bahwa perkara ini dapat juga diselesaikan secara hukum pidana.

Sesudah sidang itu apa yang Saudara lakukan?

Sesudah sidang saya melakuikan diskusi dengan Lawyer yang mewakili PT MNA (saya lupa lagi namanya) mengenai bagaimana caranya menyelesaikan masalah ini secara pidana. Hasil diskusi merekomendasikan langkah-langkah sebagai berikut:

- Agar PT MNA mengajukan pengaduan pidana kepada kantor Kejaksaan di Washington DC.

- Agar PT MNA mengusahakan agar Kejaksaan Washington DC dapat mengupayakan “plea bargaining” dengan mana Kejaksaan bersedia mendakwa Jon C Cooper dan Alan Messner sebagai pelaku kejahatan ringan (misdemeanor) dan menuntut hukuman percobaan (probation), dengan syarat agar kedua orang itu bersedia mengembalikan uang yang disalahgunakan kepada PT MNA dalam jumlah yang signifikan, lebih besar dari USD 5.000 per tahun.

Sekembalinya ke Jakarta, pada sekitar bulan September 2008 (tanggal tepatnya saya lupa), saya membawa Kepala Biro Hukum PT MNA dan Stafnya untuk bertemu denga Mr. Robert Strange, seorang Jaksa yang ditugaskan di Kedutaan Besar AS di Jakarta. Ditempat itu kami kembali mendiskusikan apa yang didiskusikan di Washington DC.

Mr, Robert Strange menyatakan bahwa PT MNA harus cepat mengajukan pengaduan pidana, karena tenggang waktu pengaduan pidana untuk perkara tindak pidana ringan adalah 3 tahun. Mr Robert Strange juga menyatakan bahwa ia bersedia untuk membantu PT MNA dalam pengajuan pengaduan pidana ke Kejaksaan di Washington DC. Bahkan ia menyatakan bahwa pengaduan PT MNA dibuat saja dalam bahasa Indonesia, karena terjemahannya ke bahasa Inggris akan dilakukan oleh staf dari Mr Robert Strange.

Setelah itu, apa yang Saudara lakukan?

Karena Surat Khusus yang diberikan kepada saya hanya mencakup perbuatan negosiasi dengan Jon C Cooper dan Ted Hume, sedangkan negosisasi tidak dapat dilanjutkan, karena Jon Cooper hanya bersedia mengembalikan uang kepada PT MNA dalam jumlah USD 5.000 per bulan, yang oleh PT MNA dirasa terlalu kecil, maka bantuan hukum yang saya berikan hanya sampai ke langkah-langkah seperti yang saya uraikan di atas.

PROF. DR. ERMAN RAJAGUKGUK, SH
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia

... bersambung ...

SALAM KEADILAN!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun