Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Jangan Pidanakan Perdata

4 Juli 2012   08:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:18 649 1
Judul di atas adalah judul buku yang ditulis oleh Hotasi Nababan, mantan dirut Merpati Airline, yang didakwa melakukan korupsi, akibat terjadinya gagal delivery dalam pelaksanaan sewa pesawat yang oleh Merpati Airlines kepada sebuah perusahaan di Amerika Serikat.

Lengkapnya, judul tersebut di bukunya sebagai berikut:

JANGAN PIDANAKAN PERDATA
MENGGUGAT PERKARA SEWA PESAWAT MERPATI
Hotasi Nababan

Perkara ini sudah masuk pengadilan, dan sidang pertama akan dilaksanakan besok Kamis tanggal 5 Juli, Jam 09:00 pagi, di Pengadilan Tipikor Kuningan Jakarta pusat.

Buku ini merupakan upaya Hotasi Nababan untuk menyampaikan kepada publik tentang berbagai situasi yang dihadapi olehnya, bagaimana peristiwa sewa menyewa dilaksanakan, dan upaya-upaya yang dilakukan Merpati untuk menyelesaikan masalah gagal delivery ini. Selain menjelaskan kejadian, juga memuat berbagai komentar, keterangan, opini, dan testimoni dari berbagai pihak.

Buku ini akan dilaunching pada
Hari Selasa, 10 Juli 2012, jam 14-16,
di ESTUBIZI Business Center, Setiabudi Building 2, Lantai 1,
Kuningan

Saya akan mengupayakan untuk menyampaikan isi buku tersebut secara bertahap dalam forum ini, tidak mungkin seluruhnya sekaligus. Saya upayakan bisa satu kali posting setiap hari, beberapa lembar supaya masih bisa dibaca. So, please bear with me.

JANGAN PIDANAKAN PERDATA

DAFTAR ISI

Daftar Singkatan ............................................................................ vii
Kata Pengantar Hotasi Nababan ................................................ ix
Pembuka ......................................................................................... xix

BAB I SEMANGAT MEMBANGUN MERPATI,
BERUJUNG JADI TERSANGKA ............................................. 1
Menang di Pengadilan Amerika ......................................... 5
Hanya Risiko Bisnis .............................................................. 20
Jalan Menuju Pengadilan ..................................................... 34
Lampiran-Lampiran ............................................................. 40
Kami Korban Kejahatan Orang Lain ................................. 56

BAB 2 TESTIMONI AHLI ....................................................... 61
Bantuan dari Orang Tak Terduga ...................................... 63
PENDAPAT HUKUM (Legal Opinion)
Prof. Dr. Andi Hamzah, S.H. .............................................. 69
Yoseph Suardi Sabda SH ...................................................... 84
Prof. Erman Rajagukguk SH ............................................... 88
Prof. Dr. I.B.R. Supancana, SH, MH. ................................. 95
DR. Sofyan A. Djalil, SH, MA, MALD .............................. 102
DR. Said Didu ........................................................................ 107
Tengku Burhanuddin ........................................................... 110
Yudiawan Tansari ................................................................. 112
Rhenald Kasali ....................................................................... 115

BAB III REKAM JEJAK SANG PROFESIONAL .................. 119
Aktivis Mahasiwa dan Gerakan Kaum Profesional .......... 122
Tekad Membenahi Merpati ................................................. 129
Saya Anti Korupsi ................................................................. 137
Testimoni Para Kolega
— Fadjroel Rachman ............................................................ 146
— Bambang Harymurti ....................................................... 150
— Rudy Setyopurnomo ....................................................... 152
— Betti S. Alisjahbana .......................................................... 154
— Muchtarudin Siregar ........................................................ 156
— Jaka Pujiyono .................................................................... 157

BAB IV ABUSE OF POWER PENEGAK HUKUM ............... 161

Peluang Abuse of Power ....................................................... 167
Motif Abuse of Power ........................................................... 172
Teladan dari Lopa ................................................................. 174
Lunturnya Moralitas Penegak Hukum .............................. 176
Solusi untuk Kewibawaan Penegak Hukum ..................... 182
Menjadi Pesakitan di Kejaksaan ......................................... 185

BAB V KASUS MERPATI DALAM BERITA ........................ 193

Grup Milis: Simpati Hotasi Nababan ................................. 238
Stigma “Koruptor” ................................................................ 247
Penutup .................................................................................. 253

Indeks .................................................................................... 256
DAFTAR SINGKATAN

Bareskrim Polri : Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian RI
BKK : Bean, Kinney & Korman
BPK : Badan Pemeriksa Keuangan
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
CEO : Chief Executive Officer
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
GCG : Good Corporate Governance
ITB : Institut Teknologi Bandung
IA-ITB : Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung
INACA : Indonesia National Air Carriers Association
JAMDatun : Jaksa Agung Muda bidang Perdata dan Tata Usaha Negara
JAMPidsus : Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus
JAMIntel : Jaksa Agung Muda bidang Intelijen
Kejagung : Kejaksaan Agung
KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana
KUHPer : Kitab Undang-undang Hukum Perdata
KPK : Komisi Pemberantasan Korupsi
KBRI : Kedutaan Besar Republik Indonesia
L/C : Letter of Credit
LCC : Low Cost Carrier
LASOT : Lease of Aircraft Summary of Term
LTPSA : Lawrence T. P. Siburian & Associates
MA : Mahkamah Agung
MIT : Massachusetts Institute of Technology
MK : Mahkamah Konstitusi
MNA : Merpati Nusantara Airlines
Polri : Kepolisian Republik Indonesia
PKI : Partai Komunis Indonesia
RKAP : Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
RUPS : Rapat Umum Pemegang Saham
SEKAR Mepati : Serikat Karyawan Merpati
SPM : Solidaritas Pegawai Merpati
TALG : Thirdstone Aircraft Leasing Group
UU PTPK : Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
KATA PENGANTAR

Hotasi Nababan

“Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku?”
Mazmur 121:1

Menulis buku tentang kasus korupsi yang menjerat diri sendiri adalah pekerjaan yang sangat
sulit. Siapakah yang akan mau membaca buku pembelaan korupsi? Bukankah masyarakat sudah muak dengan korupsi yang makin menyebar kemana-mana?
Apakah dengan menulis ini saya akan dibebaskan dari tuduhan yang tidak berdasar? Pesan apakah yang akan saya sampaikan ke pembaca?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut menghantui saya dalam proses penulisan, sehingga saya harus berdamai dahulu dengan diri sendiri sebelum memilih bagian mana saja yang perlu ditulis. Saya beruntung dibantu tim penulis Q-Communication. Dengan sabar, mereka mengurai dan menyusun kembali fakta-fakta yang ada menjadi suatu bacaan yang mudah dipahami.

Buku ini bertujuan untuk pembelajaran bagi kita semua, bahwa semangat perang melawan korupsi dapat dibelokkan untuk menindas orang yang terkena perkara di wilayah publik, seperti BUMN. Ancaman hukuman korupsi menjadi komoditi yang menguntungkan banyak pihak, kecuali
pesakitan. Opini publik telah menjadi pengadilan jalanan.

Sekali seorang menjadi ‘tersangka’, maka dia akan beruntun menjadi ‘terdakwa’ dan ‘terhukum’. Nama baik akan hilang dan keluarga terbawa malu. Jika tidak bersalah pun, negara tidak akan melakukan rehabilitasi.

Di awal Orde Baru, cap “PKI” sangat ampuh menghilangkan hidup seseorang dan keluarganya. Tidak ada pembelaan, tidak ada banding. Kehidupan dirampas. Saat ini cap “koruptor” sangat manjur untuk menghilangkan kehormatan dan karir seseorang. Tidak ada lembaga yang akan menampung keluhannya. Komnas HAM pun tidak punya piagam untuk membela orang yang terkena salah tuduh korupsi. Jeratan kasus korupsi benar-benar sebuah musibah.

Buku ini menjelaskan fakta-fakta hukum yang ada, bahwa perkara ini sangat sederhana, yaitu sebuah pelanggaran atas perjanjian bisnis antara sebuah BUMN (Merpati Nusantara Airlines) dengan sebuah perusahaan Amerika Serikat (TALG) dalam sewa-menyewa pesawat. Kemudian Merpati memenangkan gugatan di pengadilan Washington DC. Pihak TALG harus mengembalikan uang deposit milik Merpati beserta bunganya. Pemilik TALG menghindari pengembalian uang deposit, dan berupaya mengulur waktu agar masa kedaluarsa perkara berakhir. Merpati pun masih berpeluang mengejar uang itu. Singkatnya, kejadian ini adalah sebuah resiko bisnis.

Namun, sebagai BUMN, pihak Kejaksaan menganggap setiap rupiah di Merpati adalah uang negara. Resiko bisnis dipandang sebagai resiko kerugian negara. Inilah sebuah paradoks antara makna “BU” dan “MN” dari singkatan BUMN. Bayangkan, sebuah “badan usaha” yang tidak boleh mengambil resiko karena “milik negara”.

Sebagai Direktur Utama Merpati di saat perjanjian sewa itu dibuat, saya dikenai sangkaan oleh Kejaksaan Agung sesuai pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Korupsi, dimana pasal 2 mengenai adanya perbuatan melawan hukum dan pasal 3 mengenai penyalahgunaan wewenang. Artinya, saya dan kedua rekan Merpati dituduh bertindak dengan sengaja melanggar turan/prosedur dan menyalahgunakan kewenangan yang ada sehingga berakibat kerugian negara. Sebuah tuduhan yang sumir.

Buku ini mengurai bukti dan penjelasan para saksi dan ahli bahwa tidak ada prosedur atau etentuan yang dilanggar, baik internal maupun eksternal perusahaan. Perjanjian antara Merpati dan TALG pun adalah hal yang lazim di industri airlines. Menurut Anggaran Dasar Perusahaan, direksi pun telah memutuskan penyewaan dan penempatan dana deposit sesuai kewenangannya. Kerugian negara belum terjadi, karena deposit itu terbukti ada di pemilik TALG, serta masih ada potensi pengejaran uang itu. Selain itu, tidak terbukti adanya unsur kesengajaan dan unsur memperkaya diri sendiri.

Selama proses penyidikan hampir satu tahun, semua bukti dan penjelasan itu tidak membuat Kejaksaan bergeming. Kejaksaan hanya berpegang kepada premis bahwa manajemenMerpati telah mengetahui kemungkinan deposit sewa itu akan disalahgunakan. Inilah celah utama masuknya sangkaan ini. Namun, semua bukti yang kami bawa dan yang ada di tangan pihak penyidik pun menyatakan sebaliknya.

Atas semua bukti itu, jawaban penyidik cukup singkat,

“silakan buktikan saja di pengadilan nanti”.

Kejaksaan sering terlanjur meningkatkan status penyidikan dan menetapkan tersangka atas dugaan korupsi. Hal ini terjadi terhadap beberapa kasus sumir di BUMN lainnya. Mungkin dengan cara ini Kejaksaan dapat memaksa yang diperiksa untuk hadir. Atau cara ini dapat menunjukkan statistik jumlah kasus korupsi. Atau cara ini membuat Direksi BUMN lebih takut kepada para penegak hukum.
Atau ada hal-hal lain yang dapat dimanfaatkan.

Pokoknya, tidak ada larangan atau hambatan untuk penetapan kasus korupsi. Apalagi di tengah pesta pembasmian korupsi. Masukkan dulu pesakitannya ke lubang koruptor. Jika terbukti salah, maka publik akan memuji Kejaksaan. Jika tidak terbukti, urusan belakangan. Terbayanglah scene film “G30S PKI”, di saat orang-orang komunis yang kesurupan membantai para jenderal karena kebencian kepada nekolim dan kaum borjuasi.

Selain ketidakadilan yang terjadi atas pemaksaan tuduhan itu, saya ingin menggambarkan resiko yang dihadapi Direksi BUMN. Hidup lurus di BUMN tidak cukup. Selalu ada yang akan mencari kesalahan kita. Sebagai pemimpin, kita tidak bisa membuat semua senang. Pasti ada segelintir yang kecewa dan ingin balas dendam. Menjelang pergantian Direksi BUMN, suhu internal akan tinggi termasuk mencuatnya kasus-kasus yang sumir. Dengan data seadanya, segilintir orang akan menyambangi penegak hukum dan mengatasnamakan masyarakat. Laporan ini kemudian di-ekspose ke media massa yang juga haus berita. Hal ini merupakan hal lumrah di BUMN-BUMN sejak reformasi.

Seperti dalam kasus yang menimpa saya ini. Beberapa staf Merpati yang kehilangan jabatan strukturalnya akibat rasionalisasi organisasi di tahun 2006, terus mempermasalahkan uang deposit itu sebagai perbuatan yang di sengaja. Untuk legitimasi diri, mereka menamakan Solidaritas Pegawai Merpati (SPM), di luar Serikat Karyawan (SEKAR) Merpati yang resmi. Mereka rajin menyambangi
kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberatan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta mengumpulkan media. Tujuan mereka satu, mendepak jajaran direksi yang akan berakhir pada Mei 2007 dan menggantikannya dengan pilihan mereka.

Badan Reserse Kriminal Mabes Kepolisian RI dan KPK telah mengeluarkan surat pemberitahuan kepada pelapor (pihak SPM) bahwa tidak ditemukan unsur pidana. Demikian juga dengan Kejaksaan Agung tidak meneruskan penyelidikan selama 2007-2008. Bahkan, pada Juni 2008 Kejaksaan (Bagian Perdata dan Tata Usaha Negara/Datun) membantu Merpati untuk mengejar dana itu ke Amerika Serikat sebagai pengacara negara.

Namun, pelapor terus mencari celah agar kasus ini menjadi pidana dan ada yang dihukum. Momentum itu datang setelah Sardjono Jhony Setiawan, Dirut Merpati, di tahun 2010 menghentikan pengejaran uang deposit itu. (Saya mundur pada Februari 2008. Ada dua Dirut Merpati sebelum Jhony yang masih mengejar deposit itu.) Kemudian, terjadi kecelakaan pesawat Merpati di Kaimana, Papua yang diikuti penyelidikan oleh Kejaksaan Agung. Entah bagaimana, justru kasus sewa pesawat ini yang dibuka kembali. Tapi, kali ini, proses peningkatan status dan penetapan tersangka
sangat cepat.

Setulus dan selurus apapun seorang Direksi BUMN di manapun, kasus ini akan mengakibatkan tiga preseden yang buruk bagi BUMN, yaitu:

• Kebijakan perusahaan dapat di pidanakan, akibatnya direksi makin lambat untuk memutuskan. Atau jika diambil pemungutan suara, ada direksi yang ‘abstain’, dan play safe.

• Setiap keputusan bisa mengandung cacat, akibatnya dibutuhkan proses legal yang panjang untuk men-sterilkan keputusan. BUMN makin sulit bergerak.

• Segelintir karyawan dapat menyusun fitnah yang sistematis dan menggalang dukungan dari luar perusahaan sampai terjadi direksi diganti atau masuk penjara.

Mungkin banyak Direksi BUMN saat ini sangat yakin tidak akan di pidanakan karena lurus dan “berani” mengambil keputusan “karena benar”. Sama seperti yang saya yakini selama enam tahun memimpin Merpati. Akan tetapi, setelah rezim berganti dan beberapa tahun meninggalkan BUMN itu, siapakah yang akan melindungi kejujuran direksi itu? Masalah apapun di sebuah BUMN dapat diolah
menjadi suatu kasus korupsi karena stigma BUMN sebagai sarang korupsi sangatlah kuat.

Akhirnya, saya berharap buku ini menambah pencerahan bersama bahwa sistem hukum kita hanya dapat diperbaiki oleh kita semua. Sebagai warga negara, saya sangat menginginkan Kejaksaan RI yang kuat, berwibawa, jujur, dan bijaksana, sehingga memberi rasa aman dan adil. Semoga apa yang saya alami ini adalah yang terakhir, dan perjuangan kita memberantas korupsi bisa kembali ke
relnya.
P E M B U K A A N

... bersambung ....
(moga moga besok bisa posting lagi sebagian... )
salam keadilan !

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun