Setelah la siesta yang berkualitas, saya pun bergegas ke rumah sahabat untuk nimbung ngopi dan sekedar ngobrol bareng. Kopi manggarai yang nikmat dan camilan serta percakapan ringan ternyata masih membuat kami kurang semangat. kami pun memutuskan untuk berjalan-jalan. Tapi ke mana?? Tak ada yang menyarankan tujuan yang menarik. Sore merangkak senja dan tak memungkinkan untuk jalan-jalan ke tempat yang cukup jauh. Udara pun makin dingin.
Topik pembicaraan mengenai beberapa novel yang sedang dibaca pun menuntun ke acara tukar-pinjam buku. Usulan mengunjungi toko (kios) buku langganan pun menjadi kata sepakat kemudian. Bergegaslah tiga perempuan manis dan seorang gadis kecil yang baru masuk TK ke sebuah kios buku yang lumayan bisa memberikan pilihan yang agak menarik dan bisa mendistribusikan beberapa jenis novel atau buku baru.
Saya jadi teringat, ingin membeli buku kumpulan dongeng Manggarai, dan kedua sahabat saya pun tiba-tiba punya sesuatu yang harus dibeli. Jadilah kami bergegas-berusaha memaksimalkan sore hari yang tersisa. berharap sesuatu yang menyenangkan tersisa dari hari ini untuk dikenang kelak.
Ruteng, kota kecil yang tingkat konsumerisme-nya kedua di NTT setelah Kupang (info dari teman yang kerja di sebuah bank, tidak punya toko buku yang bisa dibanggakan. Saya masih ingat waktu masih SD kalau beli buku pilihannya hanya ada dua: toko buku Ria dan toko buku Nusa Indah. Yang tersisa saat ini adalah Nusa Indah yang belakangan berubah menjadi toko yang menjual lilin dan sembako. Sedihlah saya, kalau punya uang banyak saya pasti buka toko buku yang bagus. Sayang saya tidak kaya, makanya saya cuma berdoa semoga ada orang kaya yang mau buka toko buku yang bagus dan bisa mendistribusikan buku-buku berkualitas di Ruteng
Saat ini sebuah kios buku hadir di Ruteng (saya menyebutnya kios tapi ada juga yg menyebutnya toko). Ketersediaan buku-nya memang 80% buku rohani plus asesoris do'a untuk umat katolik. Namanya bahkan tidak main-main: Ledalero. Dari namanya saja sudah ada nuansa Katolik-nya (meski jauuuuhhh banget kalo mau dirunut hehehe. Saya berharap semoga suatu saat kios ini bisa berkembang menjadi toko buku sungguhan dan semoga pemiliknya dijauhkan dari segala godaan untuk menambahkan sembako murah dalam daftar jualannya.
Tak ada pengunjung lain selain kami berempat dan seorang bapak-bapak yang hanya masuk dan melihat-lihat beberapa menit dan kemudian pulang. Saya cukup kecewa, buku yang saya inginkan ternyata sudah habis, ada beberapa pilihan novel yang bagus tapi saya sudah kehilangan semangat. Peserta lain dalam rombongan kecil kami juga terlihat sedikit lesu, kecuali Anet kecil yang masih terlihat gembira melihat buku-duku di etalase seadanya itu. Sambil melihat-lihat beberapa novel kami hanya ngobrol tentang bacaan serta mengomentari buku-buku yang kami lihat. Untung saja pemiliknya santai atau mungkin wajah kami sudah familiar saking seringnya berkunjung. bosan, lantas kami pun mengambil beberapa gambar alias berfoto ria di kios buku Ledalero, bahkan minta pemiliknya untuk mengambil gambar kami berempat. Sebelum pulang mampir di meja kasir dan membayar sejumlah uang utuk beberapa barang yang sama sekali tak terlintas sebelumnya untuk dibeli: gunting juga poster huruf dan angka pesanan tanta Ibu Ros dan Madah Bakti edisi terbaru.
Tak ada yang begitu special sore ini namun this is one of simple nice things we should appreciate considering the lack of better ideas to have fun with friends.Mungkin jika Wie tidak terperangkap di Reo, akan ada ide brilian ke mana untuk jalan-jalan.