Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Peningkatan Akses Pembiayaan UMKM di Kota Semarang melalui Pendampingan Manajemen Usaha Berbasis Teknologi

31 Oktober 2024   20:19 Diperbarui: 31 Oktober 2024   20:21 102 0
Industrialisasi yang terjadi selama hampir lima dekade terakhir di Indonesia membuat perubahan yang cukup besar dalam perekonomian. Tak terkecuali Kota Semarang, tidak saja melahirkan perusahaan dengan skala besar dan sedang dengan jumlah tenaga kerja yang lebih dari 20 orang, tetapi juga industri pengolahan yang melibatkan tenaga kerja kurang dari 20 orang dan sering disebut sebagai Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Munculnya industri UMKM ini tidak jarang merupakan multiplier effect dari pertumbuhan industri pengolahan skala besar dan sedang.
Dalam pembangunan ekonomi di Kota Semarang, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) berperan cukup besar. Banyak pihak meyakini bahwa usaha sektor UMKM mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi selama ini, di tengah banyaknya industri menengah dan besar yang gulung tikar. Usaha UMKM dapat bertahan karena keberlangsungan hidup keluarga pelaku usaha UMKM sebagian besar tergantung dari usaha yang dijalankan tersebut.
Banyaknya jumlah usaha UMKM tak lepas dari pengaruh banyaknya jumlah penduduk di Kota Semarang. Jumlah penduduk yang besar tentu membutuhkan penyediaan lapangan kerja yang cukup banyak. Usaha UMKM menjadi salah satu bentuk perkembangan sektor ekonomi yang dapat digunakan untuk menyerap angkatan kerja yang terus meningkat.
Dari hasil survei Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahunan tahun 2020, diketahui bahwa usaha UMKM di Kota Semarang berjumlah sekitar 12.029 usaha. Usaha UMKM di Kota Semarang ini didominasi oleh kelompok Industri Mikro (usaha dengan jumlah tenaga kerja 1-4 orang) sebesar 88,79 persen atau sekitar 10.680 usaha. Sedangkan, kelompok Industri Kecil (usaha dengan jumlah tenaga kerja 5-19 orang) sebesar 11,21 persen atau sekitar 1.349 usaha.
Keberadaan usaha UMKM sangat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, tidak semua usaha UMKM dapat berjalan dengan lancar. Memiliki kendala atau kesulitan dalam menjalankan sebuah usaha merupakan hal besar yang tak dapat terelakkan. Hal ini berlaku juga untuk Usaha Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bahkan lebih dari separuh usaha UMKM di Kota Semarang atau sebesar 73,61 persen mengaku mengalami kesulitan dalam menjalankan usahanya.
Jenis kesulitan terbanyak yang dialami oleh usaha UMKM di Kota Semarang adalah kendala pemasaran dan permodalan. kendala yang banyak dialami usaha UMKM adalah permodalan. Kesulitan permodalan dialami oleh 32,13 persen dari total usaha Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang ada di Kota Semarang. Kendala permodalan dapat menjadikan usaha sulit untuk berkembang. Sebenarnya banyak dari pengusaha Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang berusaha untuk memperluas pasar namun terhambat oleh keterbatasan modal.
Modal sangat berperan besar untuk jalannya usaha UMKM. Karena tanpa modal, sebuah usaha mungkin tidak dapat berjalan lancer dan berkembang. Sumber modal usaha bisa berasal dari milik sendiri atau bersama maupun dari pinjaman.
Modal usaha Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Kota Semarang didominasi oleh modal yang sepenuhnya milik sendiri, dimana seluruh modal yang digunakan untuk menjalankan usaha seluruhnya berasal dari pengusaha sendiri. Sumber modal milik sendiri ini mendominasi jumlah usaha sebesar 91,97 persen atau 11.063 usaha. Sementara sumber modal yang seluruhnya berasal dari pihak lain sebesar 1,36 persen. Dan untuk sumber modal yang sebagian berasal dari pengusaha sendiri dan sebagian dari pihak lain sebesar 6,67 persen dari seluruh usaha UMKM.
Modal usaha UMKM yang berasal dari pihak lain atau pinjaman usaha adalah sebesar 8,03 persen. Selain didapat dari lembaga keuangan pinjaman usaha juga didapat dari perseorangan bisa dari keluarga, teman bahkan rentenir. Bagi pihak perbankan, pelaku UMKM masih dirasa tidak bankable atau bank ability. Yaitu usaha yang tidak memenuhi persyaratan perbankan untuk diberikan kredit atau pembiayaan. Hal tersebut bukan tanpa alasan, melainkan banyak faktor menyebabkan UMKM dianggap tidak bankable. Misal masih rendahnya kemampuan UMKM dalam meyakinkan pihak bank karena pengelolaan usahanya yang masih belum tertata baik dan tercatat, belum memenuhi administrasi perijinan dan tidak adanya aset yang bisa dijaminkan, Serta yang tidak kalah penting adalah belum adanya pencatatan dan laporan keuangan dalam aktivitas usaha yang dijalankan UMKM. Belum lagi kondisi dimana masih rendahnya tingkat pemahaman pelaku UMKM terhadap industri keuangan penyedia modal usaha.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan upaya penyelesaian masalah sebagaimana yang dihadapi oleh UMKM. Bentuk upaya penyelesaian masalah tersebut adalah perlunya pelatihan dan pendampingan manajemen usaha berbasis teknologi untuk meningkatkan ketertelusuran aktivitas bisnis yang dijalankan menjadi sebuah portofolio bisnis sebagai upaya untuk peningkatan akses permodalan bagi pelaku UMKM khususnya yang ada di Kota Semarang.
Untuk itu tim pengabdian kepada masyarakat Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Negeri Semarang (UNNES) yang diketuai oleh Ubaedul Mustofa, S.H.I., M.S.I bersama dengan para pelaku UMKM yang ada di Kota Semarang yang ada di bawah naungan MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) wilayah Jawa Tengah mengadakan kegiatan pelatihan pendampingan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Model pemecahan masalah yang diterapkan oleh tim pengabdian kepada mitra pengabdian adalah berupa peningkatan akses pembiayaan UMKM melalui pelatihan dan pendampingan manajemen usaha berbasis digital menggunakan aplikasi E-HAS. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun