Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Produksi dan Konsumsi Cabai: Kebutuhan dan Peluangnya

25 Oktober 2011   03:45 Diperbarui: 4 April 2017   16:33 9145 0

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Flona tahun lalu dan sebagian dijadikan salah satu bahasan dalam Buku Bertanam Cabai di Lahan dan Pot yang diterbitkan oleh Penerbit Penebar Swadaya.

Produksi

Produksi cabai besar saja (cabai merah dan cabai keriting) tahun 2007 ada penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya kecuali tahun 2005. Tahun 2003 sebanyak 774.408. ton; 2004 jumlahnya 714.705. ton; 2005 menjadi 661.730. ton; 2006 naik menjadi 736.019. ton; dan 2007 turun lagi pada posisi 676.828. ton. Tahun 2008 produksinya diperkirakan 777.220. ton (meningkat 3,68 persen dari tahun 2007). Dari data ini terlihat bahwa naik turunnya produksi tidak semata-mata karena luas panen saja yang naik turun, melainkan juga produksi rata-rata perhektarnya.

·Tahun 2003. Luas panen 115.233. hektar. Hasil panen/produksi 774.408. ton.

·Tahun 2004. Luas panen 110.170. hektar. Hasil panen/produksi 714.705. ton.

·Tahun 2005. Luas panen 103.531. hektar. Hasil panen/produksi 661.730. ton.

·Tahun 2006. Luas panen 113.079. hektar. Hasil panen/produksi 736.019. ton.

·Tahun 2007. Luas panen 107.362. hektar. Hasil panen/produksi 676.828. ton.

·Tahun 2008.*). Luas panen 111.312. hektar. Hasil panen/produksi 777.220. ton.

(Sumber: Laporan RAPIM Ditjen Hortikultura, 14 Agustus 2008,www.hortikultura.deptan.go.id. *). Angka perkiraan).

Sementara itu dilaporkan adanya peningkatan permintaan dan pemasokan untuk semua jenis yaitu cabai besar dan cabai rawit (Laporan RAPIM Ditjen Hortikultura, 14 Agustus 2008,www.hortikultura.deptan.go.id). Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, ada tidak pengaruh naik turunnya produksi terhadap permintaan dan pemasokan ?

b. Konsumsi segar

b.1. Konsumsi rumah tangga

Pengeluaran masyarakat rumah tangga Indonesiaperkapita pertahun untuk konsumsi cabai (membelanjakan penghasilannya untuk membeli cabai) kurang lebih: untuk cabai merah (cabai besar merah dan keriting) 0,34 kg dan cabai hijau (cabai besar) 0,7 kg (“Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 2007: Berdasarkan Hasil Susenas Panel Maret 2007, BPS, 2007)”. Sedangkan total konsumsi cabai besar dan cabai hijau berdasarkan data w.w.w.hortikultura.deptan.go.id adalah berikut ini.

Konsumsi Cabai Besar dan Cabai Hijau

(Kg/Kapita/Tahun)

·Tahun 2003. Konsumsi cabai besar (cabai merah dan keriting) 1,35 kg. Cabai hijau (Cabai besar hijau) 0,23 kg. Total konsumsi 1,58 kg.

·Tahun 2004. Konsumsi cabai besar (cabai merah dan keriting) 1,36 kg. Cabai hijau (Cabai besar hijau) 0,24 kg. Total konsumsi 1,60 kg.

·Tahun 2005. Konsumsi cabai besar (cabai merah dan keriting) 1,51 kg. Cabai hijau (Cabai besar hijau) 0,24 kg. Total konsumsi 1,75 kg.

·Tahun 2006. Konsumsi cabai besar (cabai merah dan keriting) 1,38 kg. Cabai hijau (Cabai besar hijau) 0,23 kg. Total konsumsi 1,61 kg.

·Tahun 2007. Konsumsi cabai besar (cabai merah dan keriting) 1,47 kg. Cabai hijau (Cabai besar hijau) 0,30 kg. Total konsumsi 1,77 kg.

(Sumber: Konsumsi Perkapita Sayuran di Indonesia Periode 2003 – 2007- w.w.w.hortikultura.deptan.go.id.)

Bila tahun 2007 konsumsinya 1,77 kg perkapita pertahun, dimana jumlah penduduk Indonesia kira-kira 225 juta jiwa, maka untuk memenuhi konsumsi itu diperlukan cabai besar (merah dan hijau) kira-kira 398.250. ton pertahun. Dari jumlah ini sebanyak kurang lebih 234.000. ton khusus disediakan untuk memenuhi kebutuhan belanja rumah tangga masyarakat.

Produksi cabai besar secara nasional tahun 2007 masih tinggi yaitu 676.828. ton. Namun produksi ini masih dipotong untuk diekspor sebesar 6.814.226. kg (6.814,226 ton); dan juga dipotong untuk memenuhi kebutuhan industri saus cabai dan bubuk cabai.Karena setiap tahun Indonesia juga perlu mengimpor13.129.940 kg (13.129,94. ton) cabai, maka pada uraian di belakang akan diketahui seberapa besar sebetulnya ketersediaan cabai secara nasional.

b.2. Kebutuhan warung makan

Di Pasar Jembatan Lima, Jakarta Kota, pedagang cabai yang memiliki lapak di pasar itu mengatakan,selain pedagang pengecer, pelanggannya adalah restoran padang dan katering, juga pedagang cabe giling. Mereka umumnya mengambil cabai keriting. Pedagang pengecer rata-rata mengambil rata-rata 6 kg (2 kg - 10 kg) perhari. Pedagang cabe giling rata-rata mengambil 10 kg perhari. Sedangkan restoran dan katering, dalam seminggu 2 – 3 hari sekali mengambil rata-rata 17,5 kg (15 kg – 20 kg).

Kenapa cabai keriting lebih disukai, jelas nara sumber itu, karena cabainya kering (tidak banyak air) dan pedas. Diakuinya, cabai keriting yang bagus memang seperti sudah diungkapkan di atas. Harga jualnya rata-rata lebih mahal.Dalam sehari pedagang itu rata-rata bisa menjual 100 kg. Namun kadang-kadang pada saat tidak sedang musim panen raya ia hanya menjual separuhnya saja. Alasannya, pemasokan cabai dari pasar induk (Cibitung Bekasi dan Kramat Jati Jakarta) juga menyusut sehingga jatah dia yang harusnya 100 kg dipangkas menjadi 50 kg.

Yang laku tidak hanya cabai yang sudah tua (merah) cabai yang masih muda dan warnanya masih hijau (cabai hijau) juga laku dijual. Paling tidak seperti itulah pengakuan pedagang cabai hijau di pasar itu juga. Bahkan, seperti yang dialami pedagang sebelumnya, saat itu ia kekurangan pemasokan. Biasanya ia mengambil 5 karung atau 150 kg, tapi awal Maret 2009 hanya dapat 3 karung atau 90 kg saja.

Sebagaimana cabai keriting merah, cabe keriting hijau, yang mengambil dalam jumlah banyak juga restoran padang (untuk sambal hijau) dan katering. Jumlah pengambilannya rata-rata 15 kg (10 kg – 20 kg) perhari. Berapa kebutuhan cabai ini untuk warung makan dan catering secara nasional ? Masih menjadi pertanyaan ?

c. Konsumsi olahan

c.1. Untuk cabai giling

Sumber kami adalah kakak beradik yang pedagang cabai giling di Pasar Kebayoran Lama. Menempati sepetak kios, si adik menunggui barang dagangannya; sementara kakaknya menempati kios lainmengerjakan penggilingannya. Cabe giling yang dijualnya ada yang kasar dan ada yang halus. Yang kasar digiling satu kali, yang halus digiling tiga kali. Biasanya, cabe giling kasar untuk sambal goreng; cabe giling halus untuk gulai.

Cabai yang digiling itu adalah cabai keriting (cabai besar). Jenis cabe keriting yang dijadikan pilihan, adalah cabai keriting yang rasa, warna, dan pedasnya yang tidak berubah setelah digiling. Yang seperti ini yang disukai pembeli.

Sebelum digiling, cabe dicuci bersih, lalu ditiriskan sampai airnya tidak menetes. Setelah itu digiling. Hasil gilingan ditampung dalam keranjang plastik yang berlubang-lubang kecil (seperti saringan). Lewat lubang ini air cabe gilingan akan menetes keluar. Setelah air tidak menetes, cabe gilingan kasar dipajang di kios penjualan menunggu pembeli. Kalau menghendaki gilingan halus, penggilingan dilakukan lagi, sampai tiga kali penggilingan.

Cabai gilingan itu ada yang tanpa campuran apapun, ada yang dicampuri garam. Hal ini tergantung permintaan pembeli. Ada pembeli yang suka tanpa campuran, ada yang suka sedikit asin, ada yang suka asin. Karena itu, cabe gilingan yang dijual ada yang diberi 8 kg garam per 100 kg cabe; atau 1 kg garam per 30 kg cabe; ada juga yang 1,5 kg – 2 kg garam per-30 kg cabe.

Dalam sehari, ia melayani pembelianrata-rata 7,5 kg (5 kg - 10 kg) perpembeli. Pembeli ini biasanya restoran padang dan katering. Sementara warung makan kecil rata-rata 1,5 kg (1 kg – 2 kg). Sedangkan rumah tangga membeli dalam kemasan plastik yang bobotnya kurang dari 1 kg. Dalam sehari, usaha keluarga itu bisa menggiling bahan cabai segar sampai 150 kg. Setelah digiling terjadi penyusutan. Untuk setiap 30 kg menyusut kira-kira 1 kg atau untuk 150 kg susut kira-kira 5 kg.

Kalau begitu, seberapa besar kebutuhan cabai giling secara nasional ? Kembali masih menjadi pertanyaan !

c.2. Untuk bahan baku industri saus

Diramalkan permintaan bahan baku industri akan meningkat sejalan dengan rencana pembukaan pabrik pengolahan baru seperti di Jawa Timur. Menurut catatan www.hortikultura.deptan.go.id, untuk memenuhi permintaan itutelah dikembangkan kemitraan dengan investor yang menjembatani antara industri dengan petani dalam penyediaaan sarana produksi, pendampingan, talangan pembayaran dan pengiriman. Hingga rapim tersebut digelar, investor yang sudah bermitra adalah 9 investor di 18 kelompoktani di 17 kabupaten dan 4 provinsi.

Kemitraan itu sudah dibangun sejak tahun2005 dengan industri saus “ABC HEINZ” yang menampungprodukcabai segar petani. Tahun 2008, pemasokan ke industri tersebut setiap harinya sekitar 70 ton cabai besar merah, 15 ton cabai keriting dan 10 ton cabai rawit. Sementara kebutuhan bahan baku industrinya setiap harinya sekitar100 ton cabai besar, 20 ton cabai keriting dan 15 ton cabai rawit, Jadi dalam sehari masih ada kekurangan 30 ton cabai besar merah; 5 ton cabai keriting; dan 5 ton cabai rawit. Dalam setahun masih membutuhkan pemasokan cabai besar merah 10.950. ton; cabai keriting 1.825. ton; dan cabai rawit 1.825 ton !

c.3. Untuk bahan baku industri bubuk cabai

Yang paling membutuhkan cabai bubuk, adalah pabrik mie instan. Dari Indofood saja, produksi pada 2005 sekitar 700 juta bungkus; dan 2006 ditambah 800 juta bungkus (www.aagos.ristek.go.id). Namun produksi riilnya adalah 1,82 miliar bungkus. Sedangkan 2007 produksinya naik 6% sehingga totalnya menjadi hampir 1,93 miliar bungkus (www.bi.go.id).

Dengan begitu, kebutuhan bubuk cabai keriting merah jumlahnya juga hampir 1,93 miliar bungkus. Sebab, setiap bungkus mie instan berisi satu bungkus cabai bubuk. Kalau satu bungkus cabai bubuk diasumsikan 1 gram bobotnya, maka diperlukan hampir 1,93 miliar gram (1.930. ton) cabe bubuk pertahun, atau hampir 5,3 ton cabai bubuk perhari.

Cabai bubuk itu secara konvensional berasal dari cabai segar yang dijemur atau dikeringkan sampai kadar airnya kurang dari 5%. Untuk 30 kg cabai segar akan menjadi 4 – 5 kg cabai kering. Setelah itu, cabai kering dikemas dan dipasarkan; atau sebelum dikemas dan dipasarkan cabai kering digiling dulu sampai halus (50 mesh) sehingga menjadi cabai bubuk. Bila kebutuhan cabai bubuk sebesar itu, maka diperlukan cabai segar sekurang-kurangnya 6 kali kebutuhan cabai kering atau 31,8. ton perhari atau 11.607. tonpertahun.

Produksi cabai bubuk untuk mie instan itu sebetulnya masih kecil. Sebab, jumlah itu baru dari satu merek produk mie instant. Di Indonesia adabeberapa merek produk mie instant. Selain itu, rata-rata konsumsi mie instan penduduk Indonesia sudah mencapai 57 bungkus perkapita pertahun (www.bi.go.id). Kalau asumsi jumlah penduduk Indonesia tahun 2007 sebesar 225 juta jiwa, maka diperlukan penyediaan 12.996 juta bungkus atau 12,996 miliar bungkus mie instan.

Jadi artinya, bila produksi mie instan sekarang ini baru mendekati 1,93 miliar bungkus pertahun, maka masih ada kekurangan produksi kira-kiralebih dari 11 miliar bungkus (11 miliar gram atau 11.000. ton) bubuk cabai pertahun (30,13 ton perhari). Untuk memroduksi cabai bubuk ini diperlukan penyediaan sedikitnya 66.000. ton cabai segar pertahun atau kurang lebih 180,8 ton cabai segar perhari .

d. Antara produksi, konsumsi dan ketersediaan

Dari seluruh uraian di atas, masih adakah peluang usaha/bisnis cabai (cabai besar) ? Jawabannya barangkali bisa diamati dari Tabel di bawah.

Produksi, Konsumsi, Ketersediaan

·Tahun 2003. Luas panen 115.233. hektar. Total produksi 774.408. ton. Konsumsi/kapita/tahun 1,58 kg. Ketersediaan 4,93. Kg/kapita/tahun.

·Tahun 2004. Luas panen 110.170. hektar. Total produksi 714.705. ton. Konsumsi/kapita/tahun 1,60 kg. Ketersediaan 5,03. Kg/kapita/tahun.

·Tahun 2005. Luas panen 103.531. hektar. Total produksi 661.730. ton. Konsumsi/kapita/tahun 1,75. kg. Ketersediaan 4,76. Kg/kapita/tahun.

·Tahun 2006. Luas panen 113.079. hektar. Total produksi 736.019. ton. Konsumsi/kapita/tahun 1,61 kg. Ketersediaan 5,32. Kg/kapita/tahun.

·Tahun 2007. Luas panen 197.362. hektar. Total produksi 676.828. ton. Konsumsi/kapita/tahun 1,77 kg. Ketersediaan 5,04. Kg/kapita/tahun.

(Sumber: Konsumsi Perkapita Sayuran Indonesia di 2003-2007; Ketersedian Perkapita Sayuran di Indonesia 2003-2007; Statistik Produksi Sayuran di Indonesia 2003-2007; dalam www.hortikultura.deptan.go.id).

Catatan kaki dari data di atas adalah:

*. Luas panen mengalami peningkatan.

*. Namun rata-rata hasil produksi perton perhektar cenderung menurun.

*. Total produksi tentu akan mengikuti rata-rata hasil produksi sehingga

mengalami

kecenderungan menurun juga.

*. Konsumsi justru sebaliknya cenderung meningkat.

*. Akhirnya ketersediaan juga mengalami penurunan

Barangkali karena adanya kecenderungan peningkatan konsumsi, pemasokan cabai ke Pasar Induk Kramat Jati tahun tahun 2007-2008 cenderung meningkat sampai 30-an – 40-an% dibandingkan tahun 2000 (sampai Agustus, tahun 2000 sebanyak 32.562. ton;tahun 2007 sebanyak 48.558. ton; dan tahun 2008 sebanyak 45.333. ton).

Hal ini bisa dijadikan petunjuk adanya keterkaitan antara peningkatan permintaan untuk pemenuhan kebutuhan akan konsumsi cabai perkapita di Jakarta dan sekitarnya, baik karena pertambahan penduduk maupun karena konsumsi/kebutuhan terhadap cabai memang meningkat. Bisa pula dikatakan, peluang usaha (bisnis) cabai masih tersedia, paling tidak untuk skala lokal (Jakarta dan sekitarnya), namun bukan tidak mungkin skala nasional. Untuk itu, perlu dicermati catatan berikut.

d.1. Cabai besar segar:

*. Kebutuhan rumah tangga secara nasional kurang lebih 234.000. ton.

*. Kebutuhan restoran, warung makan secara nasional ???.

d.2. Cabai untuk olahan:

*. Kebutuhan cabai giling (terutama cabai keriting) secara nasional ???

*. Kebutuhan untuk industri pengolahan (saus), setara dengan cabai besar

merah segar sebanyak 10.950.ton; cabai segar keriting 1.825. ton atau

jumlah keduanya 12.775. ton cabai segar.

*. Kebutuhan untuk industri mie instant (bubuk cabai) secara nasional setara

dengan cabai segar sebanyak 66.000.ton.

d.3. Ketersediaan di lapang

*. Berdasarkan data lapang dan berbagai informasi yang dikumpulkan, dperoleh

kesimpulan, perkiraan ketersediaan untuk semua jenis cabai (cabai rawit

merah, cabai rawithijau, cabai besar merah, cabai besar hijau, cabai

keriting), secara nasional seperti berikut.

Perkiraan Penyediaan Semua Jenis Cabai Secara Nasional

Tahun 2007

  • Produksi (ton) 1.128.793.
  • Impor (ton) 13.129,94.
  • Penyediaan dalam negeri sebelum ekspor (ton) 1.141.922,94.
  • Ekspor (ton) 6.814,226.
  • Penyediaan dalam negeri setelah ekspor (ton) 1.135.108,714.
  • Penggunaan untuk bahan baku industri (ton)

·Industri saus 12.775.

·Bubuk cabai (ton) 66.000.

·Cabai giling???

  • Penggunaan segar

·Pengeluaran Rumah Tangga untuk konsumsi cabai234.000.

·Penggunaan untuk warung makan, catering, dsb.???

  • Cabai rusak, tercecer, cacat, dll., asumsi 5% dari produksi (ton)56.439,65.
  • Penggunaan untuk benih (ton) ???
  • Penyediaan secara nasional (ton) 765.894,064.
  • Penyediaan perkapita pertahun (kg)3,404.

(Sumber: Data lapang (wawancara); www.hortikultura.deptan.go.id.).

Meskipun dalam jumlah tidak banyak, data di atas menyodorkan angka untuk kebutuhan konsumsi masih bisa dipenuhi. Tetapi, lagi-lagi ada catatan kakinya yaitu:

*. Sebagaimana umumnya komoditas pertanian (dalam bentuk segar) yang

ketersediaannya tergantung pada musim panen, artinya tidak selalu ada bila

tidak ada yang memanen, maka jangan heran bila ada lonjakan tinggi

terhadap harganya karena persediaannya terbatas.

*. Kebutuhan riil cabai segar untuk memenuhi kebutuhan warung makan,

catering, dll.; juga untuk produksi cabai giling, belum diketahui. Bisa jadi,

kebutuhan untuk memenuhi dua kebutuhan ini bisa menyedot penyediaan di

atas.

e. Menafsir kebutuhan cabai di Jakarta

Yang menarik dari Jakata, di samping sebagai ibukota negara, adalah karena tidak kurang dari 30-an jenis sayuran dan buah masuk ke ibukota melalui Pasar Induk Kramat Jati, dalam jumlah ribuan ton,ludas dalam tempo sehari. Sayuran dan buah itu, datang dari berbagai daerah, baik dari Jawa maupun Luar Jawa. Malahan, komoditas impor pun ikut nimbrung meramaikan transaksi di pasar ini.

Untuk jenis sayuran saja, selama tahun 2007, setiap hari bisa lebih dari seribu ton yang masuk dan ke luar pasar tersebut. Sementara khusus untuk cabai (cabai merah, keriting, rawit merah, rawit hijau) berdasarkan bisa ratusan ton perhari. Kalau begitu, apakah pemasokan cabai menjadi berlebihan?

e.1. Cabai segar

Perlu dicatat lagi, kebutuhan cabai dalam hal ini cabai besar (merah dan keriting serta hijau) bagi masyarakat ibukota,berdasarkan pengeluaran untuk konsumsi cabai segar perkapita pertahun kurang lebihnya cabai merah 0,34 kg; cabai hijau 0,7 kg. Dengan demikian kebutuhan cabai besar segar untuk Jakarta bila diasumsikan jumlah penduduknya 9 juta jiwa (tahun 2007) adalah: untuk cabai merah 3.060. ton pertahun atau 8,39 ton perhari; sedangkan cabai hijau 6.300. ton pertahun atau 17,27 ton perhari.

Selain rumah tangga, terutama catering dan warung makan padang, juga membutuhkan cabai segar merah dan hijau. Menurut pedagang di Pasar Jembatan Lima, 2 – 3 hari sekali catering dan warung makan padang mengambil rata-rata 17,5 kg cabai segar merah (keriting) atau rata-rata 43,75 kg (35 kg – 52,5 kg) perminggu atau 6,25 kg perhari. Sedangkan cabai hijau rata-rata 15 kg perhari.

Karena data jumlah catering di Jakarta belum diketahui, mungkin bisa meminjam data “Ikatan Warung Padang Indonesia” (Iwapin) di Jakarta yang mencatat jumlah warung makan padang kira-kira 20.000. buah (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas). Kalau jumlahnya ini memang betul,maka kebutuhan cabai segar merah kira-kira 125 ton perhari atau 45.625. ton pertahun. Sedangkan cabai hijau 300 ton perhari atau 109.500. ton setahun.

e.2. Cabai giling

Jakarta juga membutuhkan cabai giling (umumnya cabai besar) untuk warung makan atau restoran padang, katering, warung-warung kecil termasuk warteg, dan dalam jumlah terbatas ibu rumah tangga. Jumlah warung makan 20.000. buah, sedangkan “Koperasi Warung Tegal” (warteg) mencatat, sebelum kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu, jumlah warteg di Jakarta dan sekitarnya 26.000. warteg dan kini menjadi kurang lebih 18.200. warteg (www.rakyatmiskin.wordpress.com; Kompas, 9 Mei 2008). Jadi total warung makan (diluar catering dan warung kecil lainnya) yang membutuhkan cabai giling kurang lebih 38.200. warung.

Kalau asumsi setiap warung berbelanja 9 kg ( warung padang rata-rata 7,5 kg dan warung makan kecil rata-rata 1,5 kg) perhari, berdasarkan hasil penjualan pedagang cabai giling di Pasar Kebayoran Lama, maka kebutuhan cabai giling untuk memenuhi permintaan warung makan tersebut kurang lebih 343,8 ton cabai giling perhari. Kalau setiap 30 kg cabai segar menyusut kira-kira 1 kg atau kurang lebih 3,33%, maka untuk 343,8 ton cabai giling memerlukan cabai segar kurang lebih 355 ton perhari.

e.3. Bubuk cabai

Kebutuhan bubuk cabai untuk kebutuhan industri mie instant secara nasional seperti angka di atas. Bila angka ini dipersempit hanya untuk wilayah Provinsi DKI Jakarta saja, maka akan diperoleh berikut ini. Jumlah penduduk Jakarta sampai 2007 kira-kira 9 juta jiwa. Bila konsumsi mie instan 57 bungkus perkapita pertahun, maka jumlah mie instan yang dibutuhkan penduduk ibukota sebesar 513 juta bungkus pertahun atau lebih dari 1,4 juta bungkus perhari.

Dengan jumlah mie instan sebesar itu, maka dibutuhkan lebih dari 1,4 juta gramatau 1,4 ton cabai bubuk perhari. Untuk memproduksi cabai bubuk sebanyak ini dibutuhkan cabai segar paling tidak 8,4 ton perhari.

e.4. Nilai kebutuhannya

e.4.1. Cabai segar

Berapa rupiah nilai kebutuhan itu ?Kalau menggunakan patokan harga cabai merah keriting,tingkat grosir antara Rp.6.000. – Rp.20.000. perkilogram. Normalnya menurut sumber di Pasar Jembatan Lima Rp.12.000. perkilogram. Namun bila menggunakan harga standar saat tulisan ini disusun, yaitu Rp.10.000. perkilogram, maka nilai kebutuhan rumah tangga untuk cabai merah segar (8,39 ton perhari) kurang lebih 8,39 ton x Rp.10.000. = Rp.83.900.0000. (delapan puluh tiga juta sembilan ratus ribu rupiah) perhari; sedangkan cabai hijau (17,27 ton perhari) yang harga tingkat grosir Rp.6.000. perkilogram, nilainya 17,27 ton x Rp.6.000. = Rp.103.620.000. (seratus tiga juta enam ratus dua puluh ribu rupiah) perhari.

Sementara itu, nilai kebutuhan warung makan padang, hanya untuk cabai merah segar (keriting) yang besarnya 125 ton perhari kurang lebihnya 125 ton x Rp.10.000. = Rp.1.250.000.000. (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah !).Sedangkan cabai hijau (keriting) sebanyak 300 ton perhari adalah 300 ton x Rp.6.000. = Rp.1.800.000.000. (satu miliar delapan ratus juta rupiah).

e.4.2. Cabai giling

Mengambil contoh dari nara sumber di atas, cabai giling banyak dibeli warung makan padang dan warung-warung kecil termasuk warteg. Jumlah warung makan padang atau restoran padang jumlahnya kira-kira 20.000. buah, sementara warung-warung kecil, meminjam data jumlah warteg kira-kira 18.200. buah, maka total pembeli cabai giling 38.200. warung. Kalau jumlah belanjaan warung itu 9 kg perhari maka total kebutuhan cabai giling kurang lebih 343,8 ton cabai giling perhari. Kalau setiap 30 kg cabai segar menyusut kira-kira 1 kg atau kurang lebih 3,33%, maka untuk 343,8 ton cabai giling memerlukan cabai segar kurang lebih 355 ton.

Harga perkilogram cabai giling di Pasar Kebayoran Lama saat itu Rp.16.000. perkilogram. Namun dengan harga Rp.14.000. perkilogram sudah dilepas oleh pedagangnya. Menggunakan patokan harga ini, nilai kebutuhan cabai giling untuk warung-warung tersebut, dalam sehari sekitar 343,8 ton x Rp.14.000. = Rp.4.813.200.000. (empat miliar delapan ratus tiga belas juta dua ratus ribu rupiah). Sedangkan nilai kebutuhan cabai segar untuk memproduksi cabai giling kurang lebih 355 ton x Rp.10.000. = Rp.3.550.000.000. (tiga miliar lima ratus lima puluh juta rupiah)

e.4.3. Bubuk cabai

Kebutuhan bubuk cabai hanya untuk Provinsi DKI Jakarta saja, khususnya untuk mie instan yang mengonsumsi kurang lebih 513 juta bungkus pertahun atau lebih dari 1,4 juta bungkus perhari. Dengan jumlah mie instan sebesar ini,dibutuhkan kira-kira 1,4 juta gramatau 1,4 ton cabai bubuk perhari. Untuk memproduksi cabai bubuk sebanyak ini dibutuhkan cabai segar paling tidak 8,4 ton.

Harga cabai bubuk diperkirakan Rp.18.500. perkilogram. Jadi nilai kebutuhan bubuk ini kurang lebih 1,4 ton x Rp.18.500. = Rp.25.900.000. perhari. Untuk memproduksi bubuk ini diperluka 8,4 ton cabai segar senilai 8,4 ton x Rp.10.000. = Rp.84.000.000. perhari !

e.5. Antara Penawaran dan Permintaan

Jumlah pemasokan semua jenis cabai di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta tahun 2007 tercatat 71.593 ton. Kalau angka ini dijadikan acuan, maka dalam sehari semua jenis cabai yang masuk ke pasar induk itu tidak kurang dari 196,2. ton. Padahal, jumlah kebutuhan cabai itu, untuk memenuhi semua kebutuhan itu mencapai 814,06 ton. Karena itu, para pedagang di pasar-pasar wilayah di Jakarta, tidak bisa mengandalkan Pasar Induk Kramat Jati saja. Sehingga, tidak sedikit pedagang penampung alias pemilik lapak di pasar-pasar wilayah mendapat kiriman langsung misalnya dari Pasar Induk Caringin, Bandung; Pasar Induk Cibitung, Bekasi; Pasar Induk Kemang, Bogor; dan atau mendapat kiriman langsung dari daerah sentra produksi. Jadi, di luar persoalan dari mana mendapatkan cabai itu, yang pasti, masih ada peluang cabai yang bisa digarap.

Berikut rincian jumlah cabai yang dibutuhkan.

*. Untuk konsumsi rumah tangga perhari:

Cabai merah-8,39 ton

Cabai hijau-17,27 ton

*. Untuk warung makan perhari

Cabai merah- 125 ton

Cabai hijau-300 ton

*. Untuk cabai giling perhari

Cabai merah-355 ton

*. Untuk cabai bubuk perhari

Cabai merah-8,4 ton

*. Total semua kebutuhan perhari 814,06 ton

Kebutuhan di atas tidak hanya diterima dari Pasar Induk Kramat Jati. Misalnya pedagang di Pasar Jembatan Lima mendapat pasokan dari Pasar Induk Cibitung, Bekasi. Dengan demikian, semua jenis cabai yang masuk ke pasar induk di Jakarta dan sekitar adalah:

*. Pasar Induk Kramat Jati Jakarta (tahun 2007) tercatat 71.593 ton atau rata-

rata perhari 196,2. ton.

*. Semua jenis cabai yang keluar dari Pasar Induk Cibitung, Bekasi ke pasar-

pasar daerah pinggiran Jakarta dan sekitarnya perkiraannya 90-an ton

perhari(diangkut truk dengan muatan kira-kira 6 ton).

*. Semua jenis cabai yang keluar dari Pasar Induk Kemang, Bogor ke pasar-

pasar daerah pinggiran Jakarta dan sekitarnya tidak terdata namun perkiraan

semua jenis cabai yang masuk ke pasar ini kurang lebih sama dengan Pasar

IndukCibitung, Bekasi, yaitu 90-an ton perhari

*. Dengan begitu, perkiraan jumlah “kekurangan akan ketersediaan yang

diperlukan” untuk pemenuhan kebutuhan cabai di atas kurang lebih: 814,06

ton– (196,2 ton + 90 ton + 90 ton) = kurang lebih 437,86. ton perhari !

Angka inimerupakan angka “peluang yang bisa dimasuki” !

f. Peluang lain: benih cabai

Tahun 2003, tulisan Dr. Sumarno, waktu itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Bina Produksi Hortikultura Departemen Pertanian,kemudian dilansir olehbappenas.go.id. Menurut Dr. Sumarno,industri perbenihan modern bersifat padat modal, padat teknologi, dan juga padat keilmuan. Oleh karena itu industri perbenihan dikuasai oleh negara-negaramaju di Amerika, Eropa, dan Asia. Di negara-negara itu industri benih merupakan industri berskala besar, bahkan bersifat multinasional. Nilai ekspor benih, dari negara-negara produsen benih, pada tahun 2000 mencapai 3,64 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 27 triliun setahun (1,0 dolar AS = Rp.7000-an).

Itulah angka yang masuk ke kantong produsen benih yang mengekspor produk benihnya. Sedangkan nilai kebutuhan benih secara global (dunia) yang ditanam di areal pertanaman, termasuk di negara produsen benih, angkanya juga tidak kecil.. Dari Tabel: 14 tercatat tahun 2000 luas areal tanam/panen 1.624.993 hadan menjadi 1.703.378. ha tahun 2007. Dengan demikian, tahun 2000 membutuhkan benih antara 406 – 812 ton dan tahun 2007 antara 425 – 851 ton (kebutuhan benih cabai perhektar 0,25 – 0,5 kg).

Nilai kebutuhan benihtersebut, kalau menggunakan harga benih cabe impor di Indonesia kira-kira Rp.80.000. per 10 gram atau Rp.8 juta perkg, maka totalnya mencapai Rp.3,4 triliun – Rp.6,8 triliun. Namun bila menggunakan standar harga benih cabai di pasar Eropa bervariasi antara €.12 per 100 gram sampai €.200 per 1.000 biji/benih (+10 gram), maka nilai kebutuhan benih sebanyak itu menjadi €.51 juta sampai €.17.020. juta. Kalau €.1,00. sama dengan US$.1,31. dan US$.1,00. sama dengan Rp.10.000. tentu bisa dihitung sendiri berapa besar nilai ini.

Kalau kebutuhan benih cabai di Indonesia bisa dihitung dengan cara yang sama. Mengambil contoh luas tanam/panen tahun 2008 (di luar paprika)sebesar 111.312. ha, maka kebutuhan benihnya kurang lebih 27 ton – 55 ton. Ketersediaan benih cabai dalam negeri tahun 2007 sebesar 34 ton (produksi dalam negeri 24 ton dan impor 10 ton). Namun ketersediaan ini akan berkurang karena Indonesia juga mengimpor benih cabai pada tahun yang sama 12,6 ton. Jadi, benih cabai yang masih tersisa 21,6 ton. Jadi, bila data ini betul, Indonesia masih kekuranganbenih kurang lebihnya 5,4 ton – 33,4 ton.

Nilai kekurangan benih itu, kalau menggunakan harga benih cabai impor (benihnya dianggap lebih berkualitas) denganharga kira-kira Rp.8 juta perkilogram, totalnya antara Rp.43.200. juta – Rp.267.200. juta ! Kalau menggunakan benih lokal (cabai merah Brebes), yang harganya di Patrol, Indramayu (Jawa Barat) Rp.50 ribu perliter atau kira-kira Rp.70. ribu perkilogram, maka nilai kekurangan benih cabai tersebut antara Rp.378. juta – Rp.2.338. juta ! Karena umumnya penanaman cabai dua kali dalam setahun, maka nilai kekurangan itu menjadi Rp.756 juta – Rp.4.676. juta setahun !.- (Set).

.-***-.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun