Ratusan bulir kopi tertata dengan apik di dalam wadah-wadah beling kuno. Mereka bersatu bersama rupanya masing-masing, berjejer rapi dalam gerai yang tidak kalah kuno. Sudah lama bulir-bulir kopi tidak berubah menjadi bubuk yang akan diseduh untuk dinikmati sarinya karena tidak ada tamu yang singgah untuk memesan. Wangi kopi menghentikan langkahku yang akan meninggalkan kedai ini. Berbalik ke arah dapur untuk memastikan penciumanku tidaklah salah. Perempuan tua berbaju kebaya lusuh tengah berdiri dengan secangkir kopi ditangannya. Aku menerima cangkir enamel itu dan kuseruput sedikit hanya untuk menghargainya.
KEMBALI KE ARTIKEL