Ia patah hati, mungkin paling pedih sepanjang pergulatan (politik) dari Orde Lama hingga hari-hari ketika ia telah menjadi sesepuh bangsa. Seolah-olah, dari masa lalu hingga hari ini, politik tampaknya tak pernah pergi dari pabrikasi pesimisme.
Mengapa jadi senelangsa begini? Apa yang tidak dia waspadai dari tiga zaman, siklus kekuasaan dan manusia?
Jujur saja, kita tak yakin terlatih menghindari. Walau sudah enggan berintim-intim pada politik-pikiran-praktis, terutama demi pemujaan berlebih.