Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Puisi | Hari Pulang ke Masa Kecil

25 Februari 2020   11:31 Diperbarui: 25 Februari 2020   11:32 271 13
Di pelabuhan, gerimis dan udara bau garam. Hari itu, masa kecilnya terpaksa murung. Seolah berkabung.

Dua dasawarsa tumbuh. Dia masih terkenang buritan kapal ketika orang-orang kembali dan tersenyum.

Terbayang kota megah dan langit ungu dimana getir melatih bertahun-tahun "aku baik-baik saja", orang-orang kalah dan nasib yang nelangsa. Segala yang ingin dikenang dan tak ingin dibicarakan. Rupa-rupa khawatir dan kekecewaan yang  cuma bisa disembunyikan.

Ia pernah ingin berhenti dalam pelukan masa kecil.

Tapi sejarah tak cukup dengan mengingat hal-hal yang menggembirakan. Jadi dia mesti memahami kenapa matahari dan senja melahirkan Chairil Anwar, Jokpin dan dirinya sendiri. Ia berharap menjadi murid dari waktu yang luluh dan ruang yang berjibaku.

Dua dasawarsa tumbuh. Dan, ia kehilangan bapaknya. Dia belajar mengalami seorang diri.

Kemarin pagi, ia membaca almanak, meneliti ketak-ketuk arloji. Ia menemukan tanggal berwarna kelabu seolah berabad-abad belajar tabah saja. Sebaris catatan tertulis di kakinya.

Di cangkir cantik ini
kubunuh dan kuhabiskan
kau, kesedihan
sambil kuingat sebuah firman:
"Pahit sehari, cukuplah buat sehari."


(Kopi Tubruk, Joko Pinurbo: 2017)    

Tidakkah kesedihan adalah sebab hakiki bagi firman? Tidakkah murid bagi waktu adalah mewaspadai pasang surut orang-orang dewasa? 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun