Di kebunnya, di bengkel, di sajadah dan di tidurnya
yang khusyuk. Di depan rak buku yang kini membacanya
dengan kesepian.
Bapak tidak berpesan, hanya berpindah-pindah adegan.
Saya merasa sedang di dalam bioskop, sendiri
dengan thriller tentang bocah yang belajar
mengapa lelaki tidak boleh terlalu gembira hingga lekas menjadi drama.
Saya berlari ke halaman lalu melihat
kembang jati, nyanyian itik dan harum tempe benguk lenyap di langit,
matahari mulai padam. Bapak terbenam dalam jingga temaram.
Saya merasa gigil, ingin sekali memeluk sisa hangat
yang ditinggalkan, tapi senja keburu hilang di ujung cakrawala
sementara rindu ini hanya bisa menambah tabah.
Saya sudah pulang, menyaksikan Bapak tengah tiada
dan kenangan harus berlatih terbiasa
mencintai yang telah moksa.