duduk di bangku tua sembari memandang
wajahmu terbenam di antara
bayang-bayang kekuasaan
waktu akan berjalan ke belakang
kepada hari-hari dimana kita baru punya tiga puisi
demi mengenangkan kau, ambisi juga
orang-orang yang (tak sadar) dikorbankan
lalu malam kembali merayap, pelan-pelan
menggelapkan segala terang yang ku pandang
udara sesak dan suaramu berbisik dari balik
rindu yang kini meranggas mati
dan ketika pagi tiba di beranda,
senja akan gugur, bintang jatuh, satu-satu
wajahmu pecah menjadi hujan, deras. ganas
meluruh cakrawala yang menjaga kita bahagia
dalam bayang-bayang
kekuasaan
aku hanya ingin sendiri saja
memungut wajahmu