Adalah hal yang lumrah apabila seorang politisi mengeksploitasi ideal dan sentimen tertentu demi mengikat emosi massa ke dalam jaring pengaruh dan stabilitas popularitasnya lewat pidato yang menyerukan persatuan perjuangan. Bahkan ketika teks politik tersebut diblejeti dengan pisau analisis tertentu lantas ditemukan pertentangan ide, asal-usul istilah, dan
historical context di dalamnya--atau dengan kata lain, teks bergelora yang ternyata mengumbar kekosongan--toh ia berhak menampilkan diri sebagai keniscayaan demokratis. Sebagai warga biasa di tipudaya pemilu, biar kita mikiiir!
KEMBALI KE ARTIKEL