Sejarah ditulis oleh para pemenang. Bukan mereka yang kalah. Dan ditulis oleh kuasa laki-laki,
his-story. Karena itu juga sejarah tidak memberi ruang bagi perempuan (
her-story). Mungkin karena itu juga suara mereka yang kalah dan mereka yang perempuan sering "tidak memiliki teksnya". Apalagi dalam narasi resmi sejarah yang dibangun oleh rezim politik tertentu dengan berwatak patriarkis dan menjadikannya ajaran utama di lembaga-lembaga pendidikan formal pun informal.
KEMBALI KE ARTIKEL