Seperti tambur ditabuh bertubi-tubi, hatiku digendangi iringan peringatan sebuah janji yang menahun, aku tahu akan kah aku diterimanya kembali? Seperti padaku ia mengatakan “kamu pergi untuk kembali”. Itu lah kenyataan yang sebenarnya, soal hatiku yang di cambuk di antara kebohongan dan kejujuran. Morat-marit aku mengatakannya, hanya sehelai puisi yang ku taburkan dalam tuangan kejujuran yang pekat ini.
KEMBALI KE ARTIKEL