Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Hari Rohana Kudus tanpa Kartini

24 April 2011   04:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:28 94 1
Memperingati 21 April dengan Hari Kartini sepertinya kita hanya akan mengakui bahwa yang punya sejarah hanyalah orang Jawa. Bukan bermaksud mendiskreditkan sosok Kartini, saya hanya merasa tidak adil saja apabila ada hari spesial yang dikhususkan untuk Kartini.  Terlepas dari Kartini, kita punya sesosok perempuan yang mempunyai perjuangan nyata melebihi perjuangan Kartini, yaitu Rohana Kudus. Begitu banyak kiprahnya semasa hidup yang membuat kaum hawa bangga.

Mengapa saya merasa perlakuan tersebut tidak adil? Ya, karena Rohana hidup di zaman yang sama dengan Kartini, dimana akses perempuan untuk mendapat pendidikan yang baik sangat dibatasi. Sama halnya bahkan lebih dari Kartini, Rohana telah berbuat banyak untuk kaum perempuan di negerinya semasa itu. Tak hanya di bidang pendidikan, jurnalistik, politik, bahkan meningkatkan kualitas perekonomian kaum perempuan pun telah ia lakoni. Pada zamannya Rohana termasuk salah satu dari segelintir perempuan yang percaya bahwa ada diskriminasi terhadap perempuan, termasuk kesempatan untuk mendapat pendidikan adalah tindakan semena-semena yang harus dilawan.

Rohana Kudus lahir di Koto Gadang, Sumatera Barat, 20 Desember 1884  dan meninggal di Jakarta, 17 Agustus 1972. Terlahir dari sepasang orang tua yang bernama Rasjad Maharaja Soetan dan Kiam. Rohana Kudus juga memiliki hubungan keluarga dengan Perdana Menteri Indonesia pertama, Soetan Sjahrir. Selain itu, ia juga bibi atau 'mak tuo' dari penyair terkenal Chairil Anwar dan ia juga sepupu dari H. Agus Salim.

Berbekal kecerdasan, keberanian, pengorbanan serta perjuangannya Rohana melawan ketidakadilan untuk perubahan nasib kaum perempuan. Pada usia 24 tahun setelah menikah dengan Abdul Kudus yang waktu itu berprofesi sebagai notaris, Rohana pulang ke kampung halamannya. Pada 11 Februai 1911 ia mendirikan sekolah keterampilan khusus perempuan bermana 'Sekolah Kerajinan Amai Setia'. Di sekolah ini ia mengajarkan anak didiknya mulai dari mengelola keuangan, baca-tulis, budi pekerti, pendidikan agama, bahkan Bahasa Belanda.

Perjuangan Rohana tak serta-merta mulus begitu saja, banyak tantangan yang ia hadapi. Pergerakannya berbenturan dengan kehidupan sosial yang biasanya berlaku di ranah minang. Meski ia harus berhadapan dengan para pemuka adatdan pihak lain yang menentangnya, hal ini tak membuat Rohana mundur, melainkan ia semakin kuat dan yakin dengan apa yang tengah diperjuangkannya hingga meraih kesuksesan.

Kesuksesan Rohana di sekolah kerajinan Amai Setia tak berlangsung lama. Pada tanggal 22 Oktober 1916 seorang anak didiknya yang telah diajarkan hingga pintar telah menjatuhkannya dari jabatan Direktris dan Peningmeester karena tuduhan penyelewengan penggunaan keuangan. Rohana harus menghadapi beberapa kali persidangan yang diadakan di Bukittinggi didampingi suaminya dan dukungan seluruh keluarga. Beberapa kali persidangan,  tuduhan pada Rohana tidak terbukti, jabatan di sekolah Amai Setia kembali diserahkan padanya, namun Rohana menolak tawaran tersebut karena ia berniat pindah ke Bukittinggi.

Di Bukittinggi Rohana mendirikan sekolah dengan nama 'Rohana School'. Belajar dari pengalaman sebelumnya, Rohana mengelola sekolahnya sendiri tanpa minta bantuan siapa pun. Rohana School sangat terkenal, muridnya banyak, tidak hanya dari Bukittinggi tapi juga dari daerah lain. Di Bukittinggi  Rohana juga memperkaya keterampilannya dengan belajar membordir pada orang Cina.

Selain berkiprah di sekolahnya, Rohana juga piawai berwirausaha. Dari sekolah kerajinannya, ia dengan mudah menjalin kerjasama dengan pemerintah Belanda. Kerjasama untuk pengadaan peralatan dan kebutuhan sekolahnya hingga memasarkan hasil kerajinan anak didiknya ke Eropa. Ini menjadikan sekolah Rohana berbasis industri rumah tangga serta koperasi simpan pinjam dan jual beli yang anggotanya semua perempuan yang pertama di Minangkabau. Ditambah lagi, Rohana adalah perempuan pertama di Bukittinggi yang menjadi agen mesin jahit Singer yang sebelumnya hanya dikuasai orang Tionghoa.

Kiprah Rohana membuat banyak petinggi Belanda kagum. Kagum akan wawasannya yang luas dan fasih berbahasa Kompeni. Kiprah Rohana menjadi topik pembicaraan di Belanda. Berita perjuangannya ditulis di surat kabar terkemuka dan disebut sebagai perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatera Barat.

Perjuangan Rohana tak sampai disitu saja. Pada tanggal 10 Juli 1912 ia mendirikan Surat Kabar Perempuan Pertama di Indonesia, 'Sunting Melayu' namanya. Pendirian surat kabar ini berawal dari keinginan Rohana untuk membagi cerita tentang perjuangannya memajukan pendidikan kaum perempuan dan juga tak lepas dari kebiasaannya menulis. Sunting Melayu digawangi kaum perempuan, Pemimpin Redaksi, Redaktur hingga Penulisnya adalah perempuan.

Masih dalam pergulatan tulis-menulis, Rohana juga aktif turut serta dalam dunia politik. Saat Belanda meningkatkan tekanan dan serangannya terhadap kaum pribumi, Rohana bahkan turut membantu pergerakan politik dengan tulisannya yang membakar semangat juang para pemuda. Rohana pun mempelopori berdirinya dapur umum dan badan sosial untuk membantu para gerilyawan. Dia juga mencetuskan ide bernas dalam penyelundupan senjata dari Koto Gadang ke Bukittinggi melalui Ngarai Sianok dengan cara menyembunyikannya dalam sayuran dan buah-buahan yang kemudian dibawa ke Payakumbuh dengan kereta api.

Hingga ajalnya menjemput, dia masih terus berjuang. Termasuk ketika merantau ke Lubuk Pakam dan Medan. Di sana dia mengajar dan memimpin surat kabar Perempuan Bergerak. Kembali ke Padang, ia menjadi redaktur surat kabar Radio yang diterbitkan Tionghoa-Melayu di Padang dan surat kabar Cahaya Sumatera.

Demikian Rohana Kudus menghabiskan 88 tahun umurnya dengan beragam kegiatan yang menjadi kebanggan kaum hawa yang ia perjuangkan. Selama hidupnya ia menerima penghargaan sebagai Wartawati Pertama Indonesia (1974), pada Hari Pers Nasional ke-3, 9 Februari 1987, Menteri Penerangan Harmoko menganugerahinya sebagai Perintis Pers Indonesia. Dan pada tahun 2008 pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Jasa Utama.***

Rohana menghabiskan waktu sepanjang hidupnya dengan belajar dan mengajar. Mengubah paradigma dan pandangan masyarakat terhadap pendidikan untuk kaum perempuan yang menuding perempuan tidak perlu menandingi laki-laki dengan bersekolah segala. Namun dengan bijak Rohana menjelaskan:

"Perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki. Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan dan kewajibanya. Yang harus berubah adalah perempuan harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Perempuan harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan."
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun