Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Sebuah Mimpi

20 Agustus 2010   00:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:52 56 0
Saya bukan seorang kritikus. Tak mampu menulis tentang kondisi Indonesia saat ini. Tak mampu menulis tentang kemerdekaan yang sesungguhnya. Benarkah kita telah merdeka? Benarkah kita sudah tidak dijajah? Kalau memang benar kita telah merdeka, kenapa masih banyak anak terlantar terkapar di jalanan? Kalau memang benar kita sudah tidak dijajah, kenapa setiap tahun muncul kasus korupsi baru--padahal yang lama belum selesai diurusi.

Saya bukan seorang sastrawan. Tak sanggup aksara saya menyentuh kata-kata puitis bermuatan nilai patriotik. Tak sanggup menemukan kiasan-kiasan yang dapat menampar wajah para penjahat berdasi... seketika memerah; sakit dan malu.

Saya juga bukan seorang fotografer handal. Tak bisa mendapat angel yang bagus untuk sebuah foto seukuran kartupos karena tak punya kamera bagus. Tak bisa mengabadikan momen indah saat sahabat berlomba-lomba di sebuah tiang permainan bernama PanjatPinang atau saat ponakan mengikuti lomba gerak jalan dalam rangka merayakan kemerdekaan negeri ini.

Tapi saya punya sebuah mimpi... mimpi yang terlalu muluk dalam tulisan sederhana ini.

Mimpi tentang upacara 17 Agustus berskala nasional, yang biasanya dilaksanakan di Jakarta, dilaksanakan di Ende. Kota kecil yang secara garis besar terletak di tengah-tengah Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Anda pasti kaget.

Saya juga. Hehehe.

Tapi apa salahnya punya mimpi seperti itu?
Bukankah Pancasila ditemukan di Ende? Meskipun tidak berhubungan secara langsung namun Pancasila dan kemerdekaan bangsa ini berkaitan erat.

Mungkin orang lain akan menganggap saya lebay, terlalu melebih-lebihkan, karena nyaris setiap ada kesempatan selalu saja hal yang satu ini saya angkat dan saya ungkit. Tapi bagi saya, hal ini justru harus diangkat, harus diungkit, agar semua orang Indonesia tahu bahwa Pancasila was found here... di kota kecil ini. Hehehe.

Soekarno (mantan Presiden Republik Indonesia) yang juga dikenal dengan  Bung Karno pernah diasingkan oleh kolonial Belanda selama 4 tahun (1934 - 1938) di kota Ende. Tentu saja banyak yang telah dilakukan oleh beliau selama masa pengasingan tersebut. Dan masih tertinggal (tetap ada selamanya) semua yang ditinggalkan... fisik dan nilai-nilai moral bangsa yang tinggi.

Bung Karno diasingkan sejak 14 Januari 1934 bersama istrinya, Inggit Garnasih; mertuanya, Ibu Amsih; anak angkatnya, Ratna Juami; serta guru anak angkatnya, Asmara Hadi.

Rumah, berukuran 12 x 9 meter, bekas tinggal Bung Karno dulu di Ende dikenal dengan nama Situs Bung Karno. Letaknya di Jalan Perwira, Kelurahan Kotaratu, Kecamatan Ende Selatan. Situs tersebut memang rumah biasa seperti rumah-rumah lain yang ada di situ. Yang membuatnya berbeda hanya sebuah papan nama terletak di depannya bertuliskan "SITUS, BEKAS RUMAH PENGASINGAN BUNG KARNO DI ENDE". Di belakang Situs Bung Karno ada sumur yang dalamnya 12 meter, digunakan oleh Bung Karno untuk mandi, cuci dan minum serta wudhu untuk sembayang. Konon air sumur ini mempunyai khasiat untuk kesembuhan penyakit dan awet muda.

Selain Situs Bung Karno, terkenal juga sebuah pohon bernama Pohon Sukun (fruitbread tree). Pohon Sukun ini terletak di samping lapangan PERSE Ende, Jalan Soekarno. Di tempat ini setiap sore usai sholat Ashar beliau duduk merenung. Biasanya juga saat Subuh. Hasil renungannya adalah PANCASILA yang menjadi dasar Negara Republik Indonesia tercinta. Pohon Sukun yang asli/pertama telah tumbang sektiar tahun 60-an. Kemudian ditanam ulang dan tumbuh namun kemudian mati. Setelah diadakan ritual (doa-doa) ditanam lagi dan tumbuh subur sampai sekarang dengan 5 cabang yang diyakini sebagai perwujudan 5 sila Pancasila.

Saat ini Situs Bung Karno menjadi salah satu obyek wisata sejarah di kota kecil Ende. Dan aeral Pohon Sukun dijadikan Taman di mana di bagian bawah Pohon tersebut terdapat semacam prasasti yang menandakan bahwa di tempat ini Bung Karno merenungkan Pancasila. Sementara itu di depannya terdapat sebuah patung raksasa... patung Bung Karno.

Nah.... bagaimana? Impian saya masih terlalu muluk? Memang masih... masih sangat muluk dan sulit untuk diwujudkan. Namanya juga mimpi.... :)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun