Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Motif Busuk di Balik Politisasi Formula E

11 November 2021   16:30 Diperbarui: 11 November 2021   17:21 406 1
Narasi yang dibangun kelompok sakit hati yang bermimpi bisa menjatuhkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lewat isu penyelenggaraan balapan Formula E adalah membayar commitment fee di tengah bencana pandemi Covid-19. Seperti diduga, KPK yang dua pimpinannya telah terbukti melanggar kode etik, menyediakan diri menjadi alat kelompok ini.

Padahal berdasar data yang ada, narasi yang dibangun kelonpok sakit hati yang digawangi kader-kader PSI dan buzzer-buzzer yang dikoordininir kelompok tertentu, jauh dari fakta. Sebab pembayaran pembiayaan commitment fee dilakukan sebelum pemerintah mengumumkan serbuan Covid-19 sebagai bencana nasional, bahkan saat itu belum ditemukan ada warga Indonesia yang terjangkit virus asal Wuhan tersebut.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo mengumumkan pertama kali ada warga Indonesia yang terjangkit virus Corona pada tanggal 2 Maret 2020. Dua warga Depok disebut tertular setelah melakukan kontak dengan warga negara Jepang. Temuan ini tidak lantas diikuti dengan langkah-langkah darurat. Terlebih sebelumnya bahkan pejabat negara yang menjadikannya candaan.

Artinya baik sebelum adanya pengumuman presiden maupun sesudahnya, kondisinya masih normal. Masyarakat tetap berinteraksi seperti biasa meski mulai ada imbauan untuk mengurangi interaksi sosial seperti menjaga jarak.

Sebulan kemudian sebaran virus Corona semakin tak terkendali dan ribuan orang mulai terjangkit. Jokowi kemudian menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai bencana nasional. Keppres tersebut  dikeluarkan tanggal 13 April 2020.

Dengan demikian, sejak tanggal 13 April 2020 itulah kegiatan pemerintahan, swasta dan masyarakat umum didasarkan pada kondisi darurat bencana nasional.

Lantas kapan commitment fee dibayarkan? Benarkah di tengah bencana?  

Berdasar bukti setoran dan keterangan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) DKI Jakarta Ahmad Firdaus, pembayaran termin pertama sebesar 10 juta poundsterling dibayar 22 Agustus 2019, termin kedua sebesar 10 juta poundsterling tanggal 30 Desember 2019, dan termin ketiga sebesar 11 juta poundsterling dibayarkan pada 26 Februari 2020.

Pembayaran commitment fee adalah bagian dari kewajiban yang telah disepakati sejak awal dan telah mendapat persetujuan DPRD. Andai tidak membayar, seperti tertera dalam surat dari Dispora ke gubernur, Pemprov DKI terancam digugat ke Pengadilan  Arbitrase Internasional di Singapura.

Dari data dan fakta-fakta tersebut sangat gamblang jika commitment fee dibayar sebelum ada pernyataan resmi adanya warga Indonesia yang terjangkit virus Corona. Jauh sebelum presiden mengumumkan bencana nasional Covid-19.

Fakta ini disembunyikan demi membenarkan narasi busuk bahwa pemprov DKI lebih mementingkan bayar commitment fee dibanding penanganan bencana virus Corona.

Narasi busuk itu diframing oleh media-media bayaran dan disebar oleh akun-akun di medsos yang sebelumnya memproklamirkan diri menolak move on dari kekalahan jagoannya pada kontestasi Pilkada DKI 2017. Jadi jelas sekali jika isu commitment fee Formula E bermuatan politik yang syarat hoaks.

Isu commitment fee diframing setelah Pemprov DKI sedang mempersiapkan gelaran Formula E yang tertunda karena pandemi. Mengapa tetap digelar?

Pertama karena sebelumnya sudah ada perikatan (MoU) dan sudah setengah jalan namun terhenti akibat bencana nasional sehingga setelah bencana selesai, MoU wajib dituntaskan.

Kedua, saat ini kegiatan olahraga seperti PON di Papua dan kompetisi sepakbola sudah kembali bergulir. Bahkan Sirkuit Mandalika sudah dijadwalkan akan menggelar MotoGP. Sementara gelaran Formula E baru akan dilaksanakan tahun 2022.

Menyebut Formula E dilaksanakan di tengah pandemi sambil menutup mata terhadap gelaran PON, MotoGP di Sirkuit Mandalika dan kegiatan olahraga lainnya, hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memiliki dendam kesumat sehingga diragukan logika berpikirnya.

Kelompok ini akan memanfaatkan segala isu untuk menjegal program kerja Gubernur Anies. Tidak ada satu pun kebijakan Gubernur Anies yang benar di mata kelompok ini. Bahkan sekedar rencana konser musik di Jakarta International Stadium yang akan diresmikan, menjadi isu yang diframing untuk menjatuhkan Anies.  

Ketiga, sebagai respon atas kondisi saat ini, PT Jakarta Propertindo selaku penyelenggara balapan Formula E telah melakukan renegoisasi yang alot selama dua hari dengan FEO (Formula E Operation). Hasilnya, seperti disampaikan Direktur Pengembangan Bisnis sekaligus Managing Director Formula E PT Jakarta Propertindo, Gunung Kartiko, kewajiban membayar Rp 2,3 triliun hilang, digantikan Rp 560 miliar yang sudah disetor dan dijadikan untuk tiga tahun penyelenggaraan Formula E 2022, 2023 dan 2024.

Hal-hal seperti itu akan ditutup rapat-rapat oleh para pendengung yang bermimpi menjatuhkan Gubernur Anies. Motif mereka sangat busuk. Dengan culas mereka memanfaatkan bencana untuk menebar hoaks. Setelah gagal menjadikan lembaga DPRD sebagai pemuas kebencian, kini mereka sibuk melobi KPK. Mereka yakin bisa memanfaatkan KPK karena sudah terbukti pimpinannya pernah melakukan tindakan melanggar kode etik.

Kita mengecam kelakuan politisi yang memanfaatkan bencana untuk tujuan politik, sebagaimana mereka yang memanfaatkan bencana untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. []

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun