Anak jalanan pada umumnya selalu digambarkan sebagai anak-anak agresif, susah diatur, dan berbagai pandangan negative masyarakat tertuju pada perilaku anak-anak jalanan. Kehidupan mereka seolah membentuk perilaku yang keras dan sangat kontras jika dibandingkan dengan anak-anak seusia mereka yang hidup di perkotaan dan lingkungan yang terdidik. Namun, pandangan tersebut seketika sirna ketika saya membuktikanya secara langsung saat mengajar mereka di kampung anak jalanan, yang berada di daerah Solo tersebut.
Saya bersama teman-teman komunitas yang tergabung dalam Save Street Child Solo, yaitu komunitas peduli anak jalanan mengadakan program mengajar setiap sabtu dan minggu di perkampungan anak jalanan, Pasar Klitian, Solo. Program mengajar ini bertujuan untuk memberikan bekal dan membantu anak-anak jalanan terutama di bidang pendidikan dan tentunya soft skill agar secara perlahan-lahan mereka dapat meninggalkan pekerjaan utama mereka “mengamen” dan semakin percaya diri dengan berbagai skill yang mereka miliki.
Pertemuan pertama adalah pertemuan dimana kita mencoba membangun raport yang baik dengan anak-anak yang terbiasa menggunakan bahasa yang keras dan berperilaku yang sulit terkendali. Rasa cemas itu ada, ketika kami takut jika tidak mampu mengendalikan mereka dan justru tidak tertarik dengan kegiatan yang kami laksanakan. Namun, seusai perkenalan, kehangatan dan rasa keakraban semakin muncul dengan gelak tawa dan celetohan anak-anak yang lucu. Kodrat anak-anak sebagai anak yang menyenangkan dan polos ternyata berlaku bagi semua anak-anak di seluruh dunia tanpa terkecuali anak-anak jalanan seperti mereka.
Suasana semakin akrab disaat kami meminta mereka untuk menuliskan dan menggambarkan cita-cita mereka kelak. Rasa haru, senang, dan bangga ketika melihat hasil karya mereka yang menggambarkan cita-cita dan harapan mereka. Walaupun terlahir dalam lingkungan jalanan yang keras, tidak ada satupun yang bercita-cita sebagai anak jalanan. Mereka juga punya harapan suatu saat nanti mereka dapat bermanfaat bagi masyarakat. Ada yang ingin menjadi perawat, polwan, pesepak bola, guru, dan bahkan menjadi pelukis.
Hal yang menggetarkan hati adalah ketika mereka berebutan meminta pensil yang dibagikan oleh rekan-rekan kami, semua tampak kisruh dan sulit terkendali. Tapi apakah selamanya mereka tidak dapat dikendalikan? Jawabanya tidak selamanya benar. Hanya dalam hitungan detik ketika kami menyerukan untuk bersikap tertib dan membudayakan antri, seketika anak-anak tersusun rapi dalam barisan panjang dan melengkung. Namun, ada saja yang berperilaku kurang jujur dengan meminta pensil lebih dari satu. Saya biarkan saja dan saya amati dari kejauhan. Namun tiba-tiba anak yang tidak jujur itu mengembalikan pensil tersebut sambil berkata “mbak, aku wes etuk. Iki tak baleke” mbak saya sudah dapat, ini saya kembalikan pensilnya. Luar biasa. Tidak ada yang menegur, tapi tergerak dari hati anak itu. Dan selanjutnya anak-anak lain yang berperilaku curang juga mengembailkan pensilnya kepada kami. Hati siapa yang tidak terenyuh melihatnya.
Dibalik perkataan dan perilaku mereka yang kasar, ternyata masih ada hati nurani mereka yang masih berjalan. Jujur dan tertib jika kita bisa mengarahkanya. Ini baru pertemuan pertama, bagaimana jika kita terus tanamkan hingga pertemuan seminggu, sebulan, hingga seterusnya? Dan anak jalananpun kelak juga mampu menjadi pemimpin masa depan, berbekal sikap jujur dan disiplin. Saya berharap bagi para tokoh pendidkan yang selalu menggembor-gemborkan pendidikan karakter, akan lebih baiknya tidak hanya disampaikan di forum besar agar terlihat elegan dan power saja. Terapkan pada lingkungan kecil yang justru memberi potensi besar sebagai gerakan perubahan bangsa. Saya mewakili komunitas SSC Solo berharap semoga masyarakat semakin sadar diri dan peduli akan masa depan anak-anak pribumi, terutama mereka yang merasa tersisihkan anak-anak jalanan. Mari ulurkan tangan kita untuk mereka, sisihkan waktu untuk sesekali menyapa dan memotivasi mereka untuk terus maju agar kelak menjadi para pemuda pemudi yang mengharumkan nama bangsa Indonesia.