"Tubuh seorang wanita dengan usia berkisar 21 tahun ditemukan tak bernyawa di dalam kamar mandi apartemen Bangtan dalam keadaan mengenaskan. Diduga kasus tersebut adalah kasus pembunuhan---"
Seorang pemuda di depan televisi yang duduk bersila sambil memakan sukro hanya dapat menghela nafas. Terhitung sudah berita ke-enam yang dia dapati tentang pembunuhan berantai dalam tiga bulan ini. Tentu saja semua berita itu membuat warga sekitar was-was akan dirinya sendiri juga orang terdekatnya. Begitu juga dengan Yuuta, pemuda yang sedang menonton berita itu.
"Pembunuhan lagi, ta?" Tanya pemudi lain yang baru datang dengan membawa keranjang baju kotor.
Namanya Maki. Teman Yuuta sejak ia duduk di bangku sekolah dasar. Mereka tinggal bersama dalam sebuah unit apartemen yang tidak terlalu besar di negeri matahari terbit ini. Pertemanan yang terbilang cukup lama menumbuhkan rasa percaya satu sama lain dan membuat mereka berani untuk tinggal bersama.
"Iya nih, serem banget deh" Yuuta menjawab.
"Kamu jangan sering-sering main ya Maki-chan, aku kan takut kalo sendirian dirumah" lanjutnya.
"Makanya kamu juga main dong sama temanmu, jangan nonton anime mulu dasar wibu"
Maki berlari sembari tertawa kegirangan ke tempat cuci baju saat Yuuta melempar satu sukro dari tangannya. Wajah cemberut temannya itu membuat ia tertawa hingga ia sampai di balik pintu ruang laundry. Gelak tawanya berhenti kala melihat benda rahasianya terpampang jelas di atas lantai ruang laundry. Dengan cekatan tangannya menaruh benda itu kembali ke tempat yang hanya ia tahu. Tanpa Yuuta ketahui, Maki merubah garis bibirnya hingga bibir sebelah kanannya tertarik ke atas.
Yuuta pun kembali menonton televisi di depannya. Ia mengganti saluran televisi karena ketakutannya muncul. Walaupun sudah memasuki bangku perkuliahan, Yuuta tetap menyukai tontonan anak-anak, seperti Pororo yang sedang ia tonton saat ini.
"YUUTA-KUUUNNN"
Panggil seseorang dari balik pintu apartemennya. Yuuta pun mendengus sebal "Siapa sih malem malem begini?"
Dilihat teman sekelasnya sedang berdiri tegak dengan senyum lebar sambil membawa kantong belanja yang diduga berisi jajanan dari supermarket.
"TARAAAAAAA" Kejutnya.
"Rika-chan, tolong jangan teriak. Kamar sebelah bisa komplain nanti"
"Hihihi, gomen gomen, aku masuk ya"
"Hei! Kamu ini main nyelonong masuk aja"
Alis Yuuta meruncing kala tubuhnya sedikit terhuyung karena temannya yang tiba-tiba masuk. Tanpa memusingkannya Yuuta ikut masuk ke ruang tamu di mana temannya, Rika sudah duduk bersantai seperti tuan rumah. Tak berselang lama, Maki kembali dari ruang laundry. Bagaikan buku yang terciprat air, senyum indah di wajah Maki luntur seketika melihat seorang perempuan yang memandangi sahabatnya dalam jarak dekat.
Cemburu? Selama ini Maki tak pernah mengakui akan hatinya yang memanas saat tahu bahwa sahabatnya itu dekat dengan perempuan lain. Bahkan ia hanya mendengus, mengoceh, dan mengomeli Yuuta tanpa Yuuta tahu apa penyebabnya. Yang ia tahu akhir-akhir ini muncul kabar bahwa Maki telah menyakiti siapa saja yang sudah melewati batas kedekatan dengan dirinya dari orang lain. Bahkan Yuuta telah memperingatkan Maki perkara semua masalah yang Maki buat. Bukan hanya dirinya yang kena imbas, namun juga nama baik Maki akan tercoreng jika ia terus melakukan kebiasaan buruknya itu.
Kali ini Yuuta pun melihat lirikan tajam yang Maki layangkan pada Rika. "Ki, sini gabung" panggil Yuuta memecah keheningan.
Kemudian Maki duduk di sisi Yuuta yang lain. Dilihatnya Rika tersenyum manis pada Yuuta juga padanya. Terlintas dipikirannya kalau Rika hanya melakukan pencitraan di sini. Jahat sekali memang, tapi apa yang dapat diharapkan dari seorang gadis seperti Maki? Bahkan ia sering kali berpikiran buruk pada dirinya sendiri.
"Hai Maki-chan, mukamu galak sekali sih"
"Jangan sok dekat" dengus Maki
"'Hufftt' aku kan cuma manggil, kok marah" Rika memajukan bibirnya, alisnya pun ikut menukik tajam merasa kesal. Hal itu membuat Maki berdecih sambil berkata, "sok imut"
"Suuuutt. Jangan kasar begitu dong Maki-chan" sahut Yuuta. Ia merasa tidak enak hati dengan Rika akan ucapan sahabatnya itu.
Rika tetap merajuk. Ia menyilangkan tangannya di depan dada. Yuuta juga bersih keras membujuk Maki agar mau meminta maaf. Namun hasilnya nihil, yang ia lihat hanya bola mata Maki yang memutar malas. Yuuta kebingungan, di kanan dan kirinya terdapat dua gadis yang sama-sama merajuk dengan cara yang berbeda. Lagi-lagi Yuuta hanya menghela nafasnya. Ia tak dapat mengerti bagaimana cara meredakan amarah gadis seperti mereka, lagipula Yuuta bukan perempuan. Keheningan pun menerpa mereka bertiga, yang terdengar hanya suara gemercik hujan yang tak kunjung reda. Suhu yang menurun membuat pembuluh darah menyempit. Hal ini menyebabkan aliran darah tertuju pada organ vital yang dapat menyebabkan seseorang ingin ginjal seseorang memproduksi urin dalam jumlah banyak. Begitu pula dengan Rika, gadis itu meminta izin pada tuan rumah untuk pergi ke kamar kecil.
Setelah selesai dengan urusannya, Rika membuang tisu yang ia gunakan tadi. Matanya mengerjap beberapa kali. Pupil matanya dapat menangkap hal janggal yang ada di tumpukan sampah itu.
"AAAAAAAAAAA"
Yuuta dan Maki bergegas menuju kamar kecil apartemen mereka setelah mendengar teriakan. Di sana Rika sudah terduduk lemas dengan tangan dan mata yang gemetar. Ia merengek ketakutan, memanggil ayah dan ibundanya beberapa kali sebagai pelampiasan rasa takutnya. Yuuta dengan segera berjongkok di hadapan Rika untuk memeriksa keadaannya. Rika hanya menggeleng, ia menghamburkan tubuhnya ke pelukan Yuuta. Dengan terbata-bata ia menjawab, "A-ada jari di dalam situ, b-berdarah banyak" Lantas Yuuta dan Maki membelalakkan matanya. Maki yang tidak percaya langsung memeriksa kebenaran dari perkataan Rika.
Maki melangkah mundur. Rika berkata jujur, bukan sekata-kata hanya ingin mendapatkan perhatian dari sahabatnya.
"Kenapa ada di sini?" Ucapnya dalam hati. Wajah kebingungan Maki menarik Yuuta untuk angkat bicara, "Benar ada?"
Mulut Maki terasa kaku untuk digerakkan, anggukan kepala ia layangkan sebagai jawaban. Yuuta berdiri, hendak mengantar Rika kembali ke rumahnya agar tenang. Namun tangannya ditahan oleh Maki, "Kamu kan yang lakuin ini?" Tanya Maki.
"Hah? Kamu jangan ngelantur, aku mau antar Rika-chan ke rumahnya"
"Jangan bohong, aku liat apa yang kamu lakuin kemarin."
Rika menatap dua sahabat itu bergantian. Tangannya masih gemetar, kepalanya menjadi pening karena perihal tadi. Berbeda dengan Yuuta, jantungnya berdetak kencang. Diingatnya kejadian yang ia lakukan kemarin. Maki benar, Yuuta yang melakukannya. Dua hari lalu, saat Maki uring-uringan selama seminggu Yuuta mencari penyebabnya. Yuuta tak menyadari kalau ternyata selama ia menyakiti, melukai, menguliti, dan membuat alasan sahabatnya kesal berhari-hari itu kehilangan nyawanya, Maki melihatnya. Apa Maki melihat semua perbuatannya 3 bulan ini? Kenapa tak dilaporkan? Batin Yuuta bermonolog.
Rika yang melihat Yuuta hanya diam, ikut berpikiran buruk, "Y-yuuta-kun?" Tanyanya gemetar.
Ia terkejut saat tubuhnya tiba-tiba dijatuhkan ke lantai. Yuuta menunduk, terdengar kekehan renyah keluar dari bilah bibirnya. Rika bergerak mundur, tentu saja ia ketakutan. Hingga Yuuta memutar kepalanya seperti melakukan pemanasan.
"Aaah, sudah gak seru lagi kalau ada yang tau" ujarnya.
"M-maki-cha---"
Belum selesai bicara, leher Rika sudah dicekik sedemikian kencang oleh sang pujaan hati. Rika menangis, meminta bantuan pada Maki yang hanya berdiam diri di sebelahnya. Ia terus menangis, memohon agar dirinya dilepaskan dan berjanji tidak akan memberi tahu kejadian ini pada siapapun.
"Kamu pikir aku bakal percaya? Semua orang bakal keluarin janji manisnya kalau terdesak." Balas Yuuta. Ia memperkuat genggaman tangannya, sampai terdengar suara tersedak dari bilah bibir Rika. Rika mulai kehabisan nafasnya, raganya tak sanggup lagi berontak dari jeratan tangan Yuuta. Ia menyerah, mungkin memang seperti ini detik-detik terakhir hidupnya. Tubuh Rika dilempar begitu saja setelah dirasa sudah tidak bisa melakukan apa-apa. Maki melihatnya, bagaimana sahabatnya itu melakukan kejahatan untuk yang kedua kalinya. Ia memandangi tubuh tak bernyawa Rika dengan sedikit rasa bersalah.
Anakan rambut Maki diselipkan belakang telinganya oleh Yuuta. Ibu jari yang terlihat bersih itu membelai pipi Maki perlahan.
"Kenapa kamu lakuin ini? Apa salah mereka sama kamu?" Tanya Maki sendu.
"Aku sayang kamu, dan mereka salahnya sama kamu. Aku cuma balas dendam kamu kok"
Maki mendongak, memandang Yuuta dengan senyum kecil terukir diwajahnya. Ingatan dari masa ke masa kembali terputar di otak Maki. Sedari kecil, Yuuta memang selalu membalas perbuatan jahat yang orang lakukan kepadanya. Karena Maki hanya berani berkata kasar untuk membalas perbuatan mereka.
"Tapi, aku kan gak mau ada yang tau tentang perbuatanku. Termasuk kamu."
"Hm?"
Mata Maki membola kala perutnya terasa sakit yang teramat sakit. Ia menunduk melihat pisau kecil menancap diperutnya, dorongan keras dari Yuuta membuat darah mengalir dari celah yang dibuat. Bahkan wajah Yuuta masih menampilkan senyum teduh dengan apa yang tengah ia lakukan saat ini.
Dengan sekuat tenaga, Maki melayangkan pukulannya tepat di hidung sang sahabat. Membuat sahabatnya terhuyung ke belakang. Setelahnya, Maki berusaha berlari ke ruang laundry, ia mengambil barang simpanannya di atas rak mesin cuci.
"Maki-chan, kamu dimana?" Suara Yuuta menggelegar. Entah karena Maki panik dan membuat suara berisik atau karena apa, Yuuta tahu keberadaan Maki dan menghampirinya.
'DOR'
Langkah kaki Yuuta terhenti di depan pintu. Pahanya berdarah dan memiliki lubang sekarang. Ia menengok, melihat sahabat kesayangannya, di sana, di dalam ruang sempit itu. Dengan gemetar menggenggam senjata api yang tertuju ke arahnya.
"Wah wah, Maki-chan dapet darimana senjata itu? Aku aja gak punya lho" Ledek Yuuta. Ia berjalan mendekat dengan kaki sedikit terseok-seok.
"Oh aku tahu!"
Maki masih belum bergeming dari tempatnya.
"Maki-chan pasti dapat dari ayah ya? Ayahmu kan polisi hahahaha"
Yuuta memiringkan kepalanya, ia pun menaruh jari telunjuknya di dagu berpose seakan ia sedang berpikir. "Memangnya boleh ya kasih senjata ke anak? Apa karena orang dalam?"
"DIAM! Kalau kamu mendekat, aku tembak sekarang juga!" Tegas Maki. Meski berkata demikian, nada bicara Maki tetap bergetar dan terlihat ketakutan.
"Kamu tega? Kamu kan sayang aku" balas Yuuta dengan muka yang dibuat-buat. Yuuta melanjutkan kalimatnya, "Aku kan lakuin ini buat kamu Maki-chan. Aku ga suka lho ada yang buat kamu kesel, biar kamu seneng terus. Harusnya kamu bilang makasih sama aku"
"Kenapa waktu aku cekik Rika-chan kamu ga tolong? Kamu jahat deh." Ucapan Yuuta semakin mendesak perasaan kalut Maki. "Kenapa dua hari lalu kamu ga laporin aku ke polisi Maki-chan?"
"A-aku"
"Makanya, biar kamu gak laporin ini ke orang lain, aku mau ajak kamu ketemu Rika"
Sekali lagi suara tembakan terdengar. Maki menembakkan peluru itu ke arah perut Yuuta. Betapa terkejutnya ia saat Yuuta masih berdiri tegap didepannya. Bahkan tangan Yuuta telah merebut senjata api yang Maki punya. Maki terjatuh, ia mendengar gedoran pintu apartemen mereka. Sepertinya itu tetangga yang mendengar suara tembakan tadi.
"TOLONGG" Maki berteriak berkali-kali meminta pertolongan. Hingga Yuuta mencengkram dagu Maki kuat-kuat.
"Ssstttss, jangan berisik Maki-chan" Katanya Yuuta sambil membekap mulut Maki dengan senjata api.
Maki menangis, tangannya tak sanggup melawan kekuatan sahabatnya. Hingga pintu apartemen mereka berhasil didobrak. Para warga bergegas masuk ke dalam mencari suara keributan berasal. Namun naas, suara tembakan ketiga terdengar. Yuuta keluar dengan tangan penuh darah dan bertanya
"Cari siapa?"
...
Setahun sejak kejadian mengenaskan dimana Yuuta kehilangan sahabat kesayangannya karena kesalahannya sendiri. Sekarang Yuuta di sini, lututnya bertumpu di depan nisan bertuliskan Maki Zenin, sahabatnya. Setelah semua yang Yuuta perbuat, para keluarga langsung menuntut hukuman mati pada Yuuta. Yuuta pun tak menolaknya, ia tahu ia pantas mendapatkannya. Setahun setelah dipenjara, akhirnya tanggal eksekusi Yuuta ditetapkan. Keinginan untuk terakhir kalinya di muka bumi ini sebisa mungkin akan dituruti oleh pihak berwenang. Itulah alasan Yuuta di sini. Bersama 4 orang keamanan untuk narapidana. Menjaganya agar tidak kabur dari hukuman yang akan dilakukan besok.
"Maki-chan, selamat pagi" Sapanya.