Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Akhirnya Rezim Itu Runtuh

26 Januari 2010   11:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:15 148 0
Dari ujung telpon, kakak saya mengabarkan, "Akhirnya satu rezim runtuh". Rezim?   Lalu saya teringat sesuatu di kampung halaman. "Diganti juga akhirnya pak er te kita?" kata saya kemudian. Kakak saya bercerita sambil sesekali tertawa. Pak er-te di kampung halaman saya sudah menjabat kurang lebih sepuluh tahun. Ia menduduki jabatan tanpa melalu pemilihan yang demokratis. Saat itu, pak er-te yang lama meninggal dunia karena sakit. Keluarga pak er-te lama minta segala urusannya diselesaikan segera. Termasuk tetek bengek pekerjaannya sebagai ketua er-te. Keluarga takut kalau tidak di selesaikan segera akan mengganggunya di alam sana. Di depan warga yang sedang melayat, ada yang menawarkan diri untuk menggantikan almarhum sampai diadakan pemilihan ketua er-te yang baru. Warga yang tidak terlalu ambil pusing mengamini saja usulannya. Jadilah akhirnya ia menjabat ketua er-te sampai sepuluh tahun. Selama masa itu tidak pernah dilakukan pemilihan ketua er-te lagi.

Selama "menjabat", ketua er-te ini sangat menghayati pekerjaannya. Ia memposisikan diri sebagai kepala suku yang mengatur segala sesuatunya. Termasuk siapa yang pantas menjadi panitia acara pernikahan atau siapa yang harus memberikan sambutan mewakili tuan rumah. Kewenangannya juga terlihat ketika pemerintah membagikan berbagai macam bantuan mulai BLT, raskin ataupun kompor gas. Keributan nyaris terjadi saat pembagian kompor gas. Salah satu warga yang merasa orang tuanya tidak mampu menanyakan kenapa ibunya yang janda tidak mendapatkan jatah kompor gas dari pemerintah. Ketua er-te mengatakan biarpun ibunya janda tapi anak-anaknya mampu. Warga tadi menanyakan lagi, kenapa anak pak er-te yang punya mobil bisa mendapatkan jatah kompor gas tersebut. Pertanyaan warga ini membuat anak pak er-te marah dan mengatakan itu bukan urusannya. Ia menantang siapapun yang berani mengusik urusan bapaknya. Entah karena tidak berani atau karena malas ribut, warga di kampung saya akhirnya mendiamkan saja apapun yang dilakukan oleh ketua er-te. Keluhan juga muncul dari petugas puskesmas yang merasa kesulitan mendapatkan tanda tangan untuk kegiatan posyandu ataupun data-data lainnya di kampung kami.

Akhirnya, surat dari kantor lurah pun tiba. Isi surat itu mengatakan akan dilakukan pergantian ketua er-te, karena usia ketua er-te harus dibawah enam puluh tahun. Diadakanlah pemilihan ketua er-te. Beredar kabar ketua er-te pernah sesumbar kalau tidak ada yang mencalonkan diri, maka ia masih mampu menjabat lagi. Ternyata kabar itu benar adanya, malam sebelum pemilihan, pak er-te berpidato selama satu jam memaparkan keberhasilan yang dicapainya selama menjadi ketua er-te di depan pak Lurah, yang tentu saja diamini oleh warga. Meski ada juga warga yang menggerutu karena pidatonya terlalu panjang dan mereka sudah mulai mengantuk sedang pemilihan belum berlangsung. Di akhir pidatonya, ia menyampaikan kesanggupannya lagi jika memang tak ada yang terpilih sebagai ketua er-te. Selesai pidato, pemilihan berlangsung diikuti oleh tiga orang calon yang ternyata sudah mempersiapkan diri dan menggalang dukungan masing-masing warga. Hasil akhirnya dimenangkan dengan selisih satu angka oleh pemuda berusia tiga puluhan. Salah seorang warga memiliki harapan, mudah-mudahan dengan ketua er-te baru segala urusan jadi lebih mudah dan tak perlu memakai uang. Pemilihan ketua er-te malam itu berlangsung aman dan damai tanpa kericuhan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun