Mohon tunggu...
KOMENTAR
Healthy

Jamkesmas dan Kijang Innova

15 Desember 2009   05:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:56 566 0
Enam tahun lalu, saat masih di puskesmas, pemerintah kabupaten di tempat saya bertugas punya kebijakan menggratiskan biaya berobat bagi masyarakat miskin. Masyarakat miskin yang dimaksud adalah yang sudah didata oleh kepala desa dan ditetapkan dengan surat keputusan Bupati. Jika ada masyarakat miskin yang tidak masuk dalam SK tersebut maka ia tidak mendapatkan kartu dan belum bisa berobat gratis. Karena masih banyak masyarakat yang benar-benar miskin tidak terdata, pemerintah membuat kebijakan dengan membolehkan masyarakat miskin berobat gratis dengan menggunakan Surat Keterangan Tidak mampu dari kepala desa atau pejabat berwenang.

Satu hari, selesai melayani pasien di poli, sepasang suami istri masuk ke ruangan saya. Mereka menjelaskan maksud kedatangannya. Anak tertuanya di rawat di puskesmas kami karena demam malaria, sekarang sudah sembuh. "Terima kasih banyak Dokter", begitu kata si Bapak. "Sekarang kami ingin pulang, tapi katanya surat ini tidak berlaku", ia menunjukkan surat keterangan tidak mampu yang ditanda tangani kepala desa. Saya memandangi sepasang suami istri itu, sekilas melihat sepertinya mereka bukan dari golongan tidak mampu. Istrinya memakai gelang, kalung, dan cincin emas. Menurut keterangan suami istri itu, bagian administrasi puskesmas menolak surat tersebut dan menagih pembayaran. Saya memanggil petugas administrasi dan meminta penjelasan. "Saya kenal mereka Dokter, mereka keluarga mampu, kebunnya banyak, punya motor tiga, rumahnya besar". Mendengar ucapan petugas administrasi, si Bapak menarik surat keterangan tidak mampu dari atas meja, dengan emosi ia berkata, "Kalo tidak berlaku ya sudah, kami mampu bayar kok", ia lalu menarik istrinya keluar ruangan dengan tergesa. Saya dan petugas administrasi hanya saling pandang sambil menarik nafas panjang.

Sebulan lalu, saya mengunjungi rumah sakit daerah tempat di mana teman saya bekerja. Sewaktu melewati tempat pendaftaran, terjadi perdebatan antara petugas pendaftaran dengan keluarga pasien. Karena penasaran, saya akhirnya mendekat untuk mencari tahu permasalahannya. Ternyata, pasien yang akan dirawat adalah pemegang kartu jamkesmas. Peserta jamkesmas seharusnya dirawat di kelas 3. Keluarga pasien merasa keberatan, mereka ingin pasien dirawat di kelas satu. Tapi tetap menggunakan kartu jamkesmas, dan mereka menyanggupi membayar selisih biaya yang timbul karena naik kelas. Mungkin, berdasarkan dugaan saya, keluarga pasien merasa kesal karena petugas pendaftaran berujar, "Pak, kalo Bapak sanggup membayar selisih biaya, artinya Bapak mampu dan tidak berhak mendapatkan kartu Jamkesmas". Dengan kesal keluarga pasien menjawab, "Kalian sudah menolak pasien Jamkesmas, akan kami masukkan ke koran, tunggu saja beritanya". Sambil tetap mengomel, keluarga pasien itu berjalan ke tempat parkir dan meninggalkan rumah sakit menggunakan kijang innova.

"Begitulah", kata teman saya yang bertugas di rumah sakit mengomentari kejadian itu, "Rumah sakit tidak boleh menolak orang yang membawa kartu Jamkesmas, padahal kita tahu mereka mampu. Nanti kalo sudah dirawat mintanya obat apa saja, bayar juga gak apa-apa. Begitu ditagih, dibilang rumah sakit menarik biaya pasien Jamkesmas". Saya menanggapi ucapannya dengan nada bercanda, "Mungkin innova nya pinjem dari tetangga kali". Teman saya hanya mengangkat bahu sambil berlalu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun