“Ada janji mau ketemu temen bu. Mirna sementara ini ijin gak masuk kerja.” Aku menjawab pertanyaan ibu sambil terus memakai make up.
“Teman pria? Teman apa teman nih?” Ibu bertanya sambil menggodaku.
“Temen kok bu. Temen lama..” Jawabku sambil tersenyum.
Beliau menghampiriku, memegang pundakku sambil melihat wajahku di cermin. Ibu lalu mengambil lipstick di dalam kotak perhiasan dan memutar tubuhku.
“Ah ibu, Mirna buru-buru nih..” Kataku sambil mencoba membalikkan tubuhku keposisi semula.
“Sini, biar ibu yang makein gincu..” Ibu menahan tubuhku, dan langsung mengoleskan gincu warna merah muda di bibir tipisku.
“Anak Ibu memang paling cantik. Gak heran kalau banyak yang suka..” Ibu kembali menggodaku.
“Mir. Kamu sudah cukup umur untuk berumah tangga. Anjas juga sudah cukup besar. Dia butuh sosok ayah Mir.” Kata ibu tiba-tiba.
“Maksud Ibu?” Aku tertegun mendengar perkataan ibu. Tak biasanya dia menyinggung persoalan ini.
“Umur ibu saat ini sudah tua Mir. Ibu pengen ngeliat kamu dan Anjas bisa bahagia..” Ibu melanjutkan perkataannya.
Tangannya yang lembut telah selesai memberi warna pada bibirku. Aku membalikkan tubuhku dan melihat ke arah cermin. Kini bibir tipisku telah berubah warna menjadi merah muda. Kupalingkan wajahku dari cermin, lalu kutatap wajah ibu. Wajah penuh keriput, tapi masih lembut, masih bercahaya. Kusandarkan kepalaku di pundak wanita tua yang telah mempertaruhkan hidupnya untuk membesarkanku.
“Mirna sudah sangat bahagia bu. Mirna punya segala yang Mirna mau. Mirna punya seorang ibu yang sangat baik. Mirna juga punya seorang anak yang lucu. Semua itu adalah kebahagiaan yang tak akan tergantikan bu..” Kataku sambil memeluk pinggang ibu.
“Tapi Ibu sudah tua mir. Ibu gak akan hidup selamanya. Ibu gak tau umur ibu sampai kapan. Dan sebelum Ibu pergi, Ibu pengen ngeliat kamu dan Njas bahagia. Ibu pengen kamu punya seorang suami yang bisa menjagamu. Ibu pengen Anjas punya seorang ayah yang bisa dia jadikan teladan, yang bisa melindunginya, yang bisa dia banggakan Mir.” Kupandangi wajah ibu, matanya berkaca-kaca. Aku terdiam. Dalam hatiku, aku membenarkan perkataan ibu. Suatu saat, kami pasti akan terpisahkan. Terpisahkan oleh waktu. Tapi tak pernah sekalipun aku berfikir tentang hal itu . Membayangkannya saja membuat hatiku perih. Entah seperti apa jadinya hidupku dan Njas kalau Ibu sudah tidak ada.
“Mir..Coba kamu lihat mbah Karti. Usianya lebih tua dari Ibu. Beliau pernah ngobrol dengan ibu. Beliau bilang, seandainya beliau mati hari ini juga, beliau sudah bisa tenang. Karena Dina, anak satu-satunya yang ia punya telah memiliki keluarga. Dina telah memiliki seorang suami yang baik, ayah dari Aldo. Ibu pengen kamu seperti itu Mir..”
“Jadi ibu pengen Mirna jadi istri kedua Bu?” Aku sedikit sewot dengan perkataan ibu.
“Bukan Mir, bukan seperti itu. Maksud ibu, kalau kamu bisa bahagia dengan pria yang kamu pilih, dan kalau pria itu bisa bertanggung jawab terhadap kamu dan Njas, kenapa tidak Mir? Ibu tidak menyuruh kamu untuk mau menjadi istri kedua. Tetapi kamu sendiri harus melihat kondisimu Mir. Kamu adalah seorang perempuan muda yang telah mempunyai seorang anak. Jaman sekarang, sudah sangat jarang ada pria muda yang mau menerima kondisi seperti itu Mir.” Air mataku menetes mendengar perkataan ibu. Pikiranku langsung tertuju pada Om jerry. Lelaki tua bajingan. Oh seandainya ibu tau siapa Om jerry sebenarnya. Suami mbak Dina dan ayah dari Aldo itulah yang suatu saat ingin kuperkenalkan kepada ibu. Tapi untung saja hal itu belum sempat kulakukan.
Ketika sedang menikmati belaian lembut ibuku, aku di kejutkan oleh suara hp. Telepon dari Bayu.
“Mir, hari ini jadi kan? Kamu aku jemput ya? Alamat kamu di mana?”
“Gak usah. Aku bawa motor sendiri.” Klik. Aku langsung mematikan Hp.
“Kok kasar banget sih Mir?” Tanya ibu keheranan.
“Ah gak apa-apa bu, sudah biasa..” jawabku singkat.
“Kalau seperti itu, ntar kamu di tinggalin loh Mir…” kata ibu..
“Dia Cuma temen biasa kok bu. Oh iya bu, Njas mana?” Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Anjas di rumah mbah Karti, main sama Aldo.” Jawab ibu.
“Oh, mbak Dina masih di sini ya Bu? Mirna pikir sudah balik ke Semarang..” ujarku
“Dina sudah balik ke Semarang kemarin. Dia kerja. Aldo kan masih libur, jadi Aldo tinggal di Jogja. Lagipula, ayahnya kan di sini juga Mir.” Ibu menjawab pertanyaanku dengan lembut.
“ Ya sudah. Mirna jalan dulu ya bu..” Ku raih tangan ibuku dan menciumnya.
“Kapan-kapan, di ajak kemari ya. Kenalin ke Ibu..” Kata ibu pelan..
“Tunggu waktu yang tepat bu…” Jawabku seadanya..
“Ya sudah, hati-hati ya nduk…”
Sepanjang perjalanan, aku terus memikirkan perkataan ibu. Ah, tapi siapa? Setelah mengetahui kebusukkan Om Jerry, Aku tentu tak ingin menikah dengan seseorang yang tidak benar-benar mencintaiku. Apalagi, seperti kata ibu, aku telah mempunyai seorang anak. Anak dari entah pria mana. Aku tak ingin menikahi pria yang hanya mencintaiku, tapi tak mencintai keluargaku. Aku juga tak ingin menikahi pria yang tak menerimaku apa adanya. Pria yang hanya tertarik dengan keindahan tubuhku.
**
Perjalanan dari rumah menuju warung steak tempat aku dan Bayu sering bertemu tidak memakan waktu yang lama. Hanya sepuluh menit saja. Aku suka tempat ini, dan aku suka menu masakannya. Bagi orang miskin seperti aku, makan steak merupakan hal yang mewah. Tapi di Jogja, ada sebuah warung yang menyediakan menu masakan ala Barat ini dengan harga yang tidak mahal.
Segera kuparkir motor matik-ku di depan warung. Aku menengok ke dalam warung. Bayu sudah datang. Dia duduk di meja yang terdapat di sudut ruangan. Tempat biasa kami duduk jika datang ke tempat ini. Ku hampiri Bayu yang terlihat gelisah. Dia pasti menyangka aku tak akan datang. Tapi aku pasti datang. Aku adalah tipe orang yang selalu menepati janji. Bagiku, janji lebih dari hutang. Janji itu sangat penting. Kalau aku sudah berjanji, aku pasti akan menepatinya. Bayu tersenyum melihat kehadiranku. Dia menarik kursi dan mempersilakan aku untuk duduk. Itu adalah kelebihan Bayu. Dia selalu memperlakukanku bak putri raja. Dia selalu melakukan hal-hal romantis yang kadang tidak terduga sama sekali. Pernah suatu saat, ketika masih pacaran, kami mengalami pertengkaran hebat. Aku ngambek, dan tidak mau menemui Bayu. Bayu mungkin saat itu memang benar-benar mencintaiku. Ia melakukan hal yang tidak kuduga sama sekali. Malam itu hujan sangat deras. Bayu hendak menemuiku dirumah. Tapi aku tak mau keluar. Kuminta Ibu untuk menyuruhnya pergi dan tidak memperbolehkan Bayu masuk ke dalam rumah. Ibu sempat tidak enak dengan Bayu, tapi aku memaksa. Bayu tidak menyerah begitu saja. Dia tetap berdiri di depan rumahku. Dia menungguku hingga pagi. Dia berteriak di tengah hujan, meminta maaf dan mengatakan bahwa ia sungguh menyayangiku. Perbuatannya malam itu membuatku luluh dan memaafkannya.
**
Tak berapa lama, datang seorang pelayan mengantarkan makanan dan minuman. Rupanya Bayu telah memesan terlebih dahulu. Blackpepper dan jus tomat untukku. Hmm, Bayu masih ingat kesukaanku. Dia tidak lupa sama sekali. Ia bahkan menaburkan merica bubuk dan saos sambal ke atas makananku. Aku memang penikmat makanan pedas. Berbeda dengan Bayu. Dia sama sekali tidak menyukai makanan pedas. Sirloin double yang ia pesan selalu istimewa, tidak pedas. Tapi hari ini sepertinya berbeda. Dia menaburkan merica dan saos sambal ke dalam makanannya. Aku sedikit kaget melihatnya. Apa yang terjadi? Mungkinkah Bayu sudah mulai menyukai makanan pedas? Lalu pelayan kembali datang dengan membawakan minuman. Siapa yang memesan pikirku. Jus tomat dan jus apel, minumanku dan minuman Bayu. Lalu, lemon tea ini kepunyaan siapa?
“Maaf mas, lemon tea-nya telat..” Kata pelayan itu pada Bayu.
“Oh Gak apa-apa mas. Makasi ya..” Jawab Bayu.
Tidak biasanya Bayu memesan dua minuman sekaligus. Untuk apa? Ah, lama tidak berjumpa, kebiasaan Bayu telah banyak berubah.
“Ayo Mir, kita makan dulu ya. Mumpung masih anget..” Bayu mempersilakan aku untuk makan.
Aku diam tidak menjawab. Aku masih sedikit terkejut dengan kebiasaan Bayu yang telah berubah. Namun tidak lama kemudian, pertanyaan dalam benakku tentang minuman tadi terjawab sudah. Bayu masih seperti dulu. Ia masih tidak menyukai makanan pedas. Minuman ekstra yang ia pesan, rupanya untuk mengatasi rasa pedas pada makanannya. Tindakannya hari ini mungkin untuk menyenangkan hatiku saja. Dulu aku memang selalu memaksanya untuk mencoba makanan pedas. Aku selalu menaburkan merica dan saos sambal ke dalam makanannya. Dan ketika melihatnya panik menahan pedas, aku tertawa girang. Mungkin itu yang coba ia lakukan sekarang. Ia berhasil, aku tersenyum kecil. Hanya tersenyum, tidak tertawa seperti dulu.
Kulihat ada peluh membanjiri keningnya. Biasanya, aku akan melapnya dengan tissue. Tapi kali ini tidak, dan Bayu mahfum. Dia melap keningnya sendiri dengan tissue. Bayu..Bayu…
Kami makan tanpa suara. Bayu sempat ingin mengajakku berbicara, menanyakan kabar Ibu dan sebagainya. Tapi aku hanya menjawab seadanya, selebihnya, kami terdiam dan membisu seperti sepasang musuh yang hendak saling membunuh.
**
Selesai makan, aku langsung menanyakan hal yang ingin Bayu katakan padaku.
“Kamu mau ngomong apa?” Tanyaku sinis..
“Aku mau ngasi tau kamu rahasia Mir. Rahasiaku..”jawab Bayu pelan..
“Rahasiamu? Terus apa hubungannya dengan aku? Rahasiamu biar menjadi rahasiamu. Aku tak mau tahu..” Aku berbicara sambil memalingkan muka.
“Ada Mir, justru ini semua tentang kamu. Tentang kita…”ujar Bayu
“Kita? Emang ada cerita apa lagi tentang kita? Setauku, sejak kejadian itu, tidak ada hal spesial lagi tentang kita. Semua udah berakhir Bayu..”
“Justru Itu Mir, aku tahu semua tentang kejadian itu. Aku tahu kamu gak salah Mir. Aku tahu rahasia di balik itu semua..” Kata Bayu sambil terus berusaha meyakinkanku.
“Ya udah, Ayo cerita…” jawabku ketus
“Gak bisa di sini Mir, disini terlalu banyak orang. Gak enak..”
“Terus mau dimana? Kamu ini banyak maunya ya. Udah untung aku mau ketemu kamu lagi..” Aku kesal dengan Bayu, dia seperti hendak mengulur-ngulur waktu.
“Hmmm, kita cari tempat yang lebih sepi Mir. Kita ke bukit bintang ya? Nanti pakai mobilku aja.” Kata Bayu.
Sesaat aku terdiam. Bukit bintang. Tempat paling romantis yang pernah ku datangi bersama Bayu. Daerah dataran tinggi yang terdapat di jalan wonosari itu merupakan tempat “pacaran” favoritku dengan Bayu. Kami sering menghabiskan waktu semalaman disana. Bahkan hingga pagi. Karena tempatnya yang tinggi, kita bisa melihat rumah-rumah dan bangunan lainnya yang berada di bawah. Semuanya tampak indah di kala malam, karena lampu-lampu menyala seperti kunang-kunang. Dan tempat ini merupakan tempat yang paling pas untuk menyaksikan keindahan bintang. Mungkin karena itulah tempat ini dinamakan bukit bintang. Aku dan Bayu sering ‘menggabungkan’ bintang-bintang di langit sehingga membentuk sesuatu. Entah itu berbentuk benda, binatang, dan lainnya. Di tempat itulah Bayu pernah berjanji untuk tidak meninggalkanku, apapun yang terjadi. Di tempat itulah Bayu mengutarakan isi hatinya padaku. Di tempat itulah aku mendapatkan ciuman pertamaku. Tempat itu memberiku sejuta kenangan. Sudah lama aku tak pernah kesana, dan itu memang ku sengaja. Karena aku yakin, tempat itu akan membangkitkan kenanganku bersama Bayu. Dan itu artinya, membuka luka lama.
“Maaf, aku gak bisa..” kataku pada Bayu.
Aku beranjak dari kursi, bermaksud hendak pergi meninggalkan tempat itu. Tapi Bayu menahanku. Ia meraih tanganku.
“Please Mir. Please. Aku mohon, kali ini Mir. Hal ini sangat penting Mir. Penting bagi kita..” Bayu memohon padaku..
“Kita? Mungkin hanya penting buat kamu Bayu. Kamu egois!!” Aku menepis tangan Bayu dan berjalan keluar warung.
“Mir. Tolong Mir, kali ini saja Mir. Aku hanya ingin bicara. Setelah itu terserah kamu Mir..” Bayu menarik tanganku. Ia berlutut dan memohon padaku.
Tentu saja tingkah Bayu menjadi perhatian orang-orang yang sedang makan di warung itu. Aku menjadi malu.
“Lepasin aku. Malu di liatin orang banyak tau!!” Kataku sambil berusaha melepas tangan Bayu dari lenganku.
“Enggak Mir. Aku gak akan lepas tanganku, aku gak akan berdiri sampai kamu bilang iya.” Bayu terus memohon padaku.
“Iya iya. Tapi kamu berdiri dulu, aku malu di liatin orang..”
“Bener iya Mir?” Bayu seperti tidak percaya dengan jawabanku
“Iya bener. Cerewet, cepat berdiri, malu tau di liatin orang banyak!!”
Aku sungguh kesal dengan Bayu. Dasar cowok egois. Aku benar-benar tidak mempunyai pilihan lain selain mengatakan ‘iya’. Karena Bayu akan melakukan apa yang ia katakan. Dia tidak akan berhenti sampai ia mendapatkan apa yang ia mau. Bayu akan terus berlutut seperti saat ini jika saja aku tetap mengatakan tidak.
Di dalam mobil, Bayu tersenyum melihatku. Kalau dulu, ketika masih pacaran, ia akan menggodaku saat melihat wajahku yang kusut karena ngambek. Tapi sekarang, dia hanya tersenyum. Sepeda motor kutitipkan di salon. Emak Ros sempat bertanya, tapi kujawab seadanya. Mungkin ia berpikir bahwa Bayu adalah pelangganku, dan aku ingin di bawa ke hotel. Aku tak terlalu merisaukannya. Suatu saat, aku akan menceritakan semua kepadanya. Sepanjang perjalanan, Bayu memutar lagu-lagu kesukaanku. Mungkin ia berharap aku akan tersenyum. Tapi tidak, aku menahan senyum itu. Aku masih kesal padanya. Kupalingkan wajahku ke jendela dan memandang ke arah luar.
**
Bayu memarkir mobil jazz silver miliknya di pinggir jalan. Tepat menghadap ke jurang. Aku masih bisa memandang keindahan Jogja di kala malam dari dalam mobil. Sesaat aku merasa betapa sesungguhnya aku merindukan tempat ini. Aku senang bisa berada disini lagi dan bersama dengan Bayu, walaupun keadaannya sudah berbeda. Tidak seperti dulu lagi. Tapi aku tak ingin terlalu larut dalam perasaan ini. Aku tak ingin terluka lagi. Bahkan, aku sendiri tidak yakin, apakah di hatiku masih ada cinta untuk Bayu.
“Ayo cepet, mau ngomong apa?”tanyaku pada Bayu.
“Aku pengen ngomong soal kejadian itu Mir.”Bayu menjawab pelan.
“Kenapa? Bukannya kamu malu? Kamu ninggalin aku gara-gara aku di perkosa kan? Terus ngapain kamu mau ngomongin masalah itu sekarang?”
“Aku salah Mir. Kamu gak ngerti posisiku. Jabatan ayah memaksaku untuk melakukan itu. Dan sekarang, aku sadar, semua itu salah..”
“Terus? Sekarang kamu maunya apa?” tanyaku dengan sinis
“Mir, orang-orang yang memperkosamu ternyata orang-orang sewaan mami Mir.”
“Maksud kamu?” tanyaku sambil menatap wajah Bayu.
“Iya Mir, kamu tau kan dulu mamiku pernah nyewa orang buat mata-matain kamu. Nah, ternyata oleh mami, orang-orang itu di suruh memperkosa kamu Mir.”
Aku terkejut mendengar cerita Bayu. Aku marah, aku benci. Ingin rasanya ku maki Bayu.
“Aku baru tau kejadian itu dua tahun yang lalu Mir.” Bayu melanjutkan ceritanya.
“Waktu itu mamiku sedang sakit. Dia terkena kanker. Mami menceritakan semuanya Mir. Tentu saja aku marah. Tapi mami sudah menyesali perbuatannya Mir. Beliau ingin bertemu denganmu, ingin meminta maaf. Sudah dua tahun ini aku berusaha mencarimu Mir..”
Aku hanya terdiam dan menangis. Aku masih Syok mendengar penuturan Bayu. Mengapa ibunya begitu tega melakukan semua itu padaku. Apa salah dan dosaku sehingga harus menerima penghinaan seperti itu.
“Sekarang mamiku sekarat Mir. Bahkan untuk matipun ia sulit. Sepertinya ada yang mengganjal di hatinya. Mungkin itu kamu Mir, mungkin beliau menunggu kata maaf darimu. Mir, aku masih Bayu yang dulu. Bayu yang benar-benar menyayangimu dengan tulus, mencintaimu apa adanya. Bayu yang akan selalu menjagamu. Sejak kehilanganmu, aku tak pernah berhubungan dengan perempuan manapun Mir. Hatiku masih untukmu. Aku menjaganya Mir.”
Bayu mendekatkan tubuhnya padaku. Ia menggenggam tanganku dengan lembut. Entah bagaimana perasaanku kini. Aku benar-benar marah. Bagaimana mungkin perbuatan sekeji itu bisa selesai hanya dengan permintaan maaf? Sedangkan aku dan ibu bertahun-tahun bergelut dengan luka yang mendalam. Segampang itukah Bayu datang meminta maaf dan menyatakan cintanya padaku? Kemana ia selama ini?
“Mir, aku dengar kamu sudah punya anak laki-laki Mir? Sekarang udah gde ya Mir? Namanya siapa Mir?” tanya Bayu sambil terus menggenggam tanganku. Sesekali ia mengusap air mataku.
“Anjas. Namanya Anjas.” Aku menjawab singkat. Tatapanku kosong. Tubuhku lemas.
“Mir. Aku pengen kita mulai dari awal lagi. Aku pengen kamu berhenti bekerja ditempat itu Mir. Aku akan mencintai anakmu seperti aku mencintaimu Mir. Aku berjanji Mir, gak akan pernah ada lagi orang yang akan menyakitimu dan keluargamu..”
Tiba-tiba aku terbayang sosok Anjas. Anak yang terlahir karena perbuatan keji orang-orang biadab. Anak yang sempat kubenci, namun kini begitu ku cintai. Oh, aku merasa bingung. Aku tak tahu harus bagaimana menghadapi keadaan ini. Perasaanku bergejolak. Kata-kata Bayu sungguh meyakinkan. Tapi apakah aku harus mempercayainya? Aku takut, aku sungguh takut. Ada sedikit rasa bahagia dihati ini. Ada sedikit rindu yang menyesakkan, rindu akan Bayu. Akan tetapi rasa takut yang menyelimuti jiwaku memaksaku untuk menolak perasaan itu.
Tiba-tiba Bayu mendekatkan wajahnya di hadapanku. Aku melihat matanya. Kupandangi dengan rasa benci sekaligus cinta.
“Aku mencintaimu Mir. Sangat mencintaimu..”kata Bayu
Berulang kali ia mengatakan hal itu. Tanpa kusadari, ada kelembutan menyentuh bibirku. Bayu menciumku. Entah mengapa aku hanya terdiam. Bahkan ketika Bayu memasukkan lidahnya kedalam mulutku. Aku hanya terdiam. Dan ketika lidah kami saling bersentuhan, mataku terpejam. Ciuman yang telah lama hilang. Ciuman yang aku rindukan. Aku meladeni ciuman Bayu. Kumainkan lidahku dengan lidahnya. Cukup lama kami berciuman hingga kurasakan tangan Bayu mulai masuk kedalam bajuku. Sesaat, ada kenikmatan yang menyelimuti tubuhku ketika jari bayu mulai mengelus putingku yang sudah mengeras. Aku merasakan rangsangan yang sungguh hebat, yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Tapi aku segera tersadar. Ku tepis tangan Bayu dan mendorong tubuhnya. Aku sungguh marah. Bagaimana mungkin ia memanfaatkan situasi seperti ini.
“Kamu sama seperti lelaki bajingan lain yang hanya ingin menikmati tubuhku!!”kataku sambil mendorong tubuhnya.
“Mir, maafkan aku Mir. Aku gak bermaksud seperti itu Mir.”Bayu mencoba meminta maaf.
“Cukup!! Aku gak butuh permintaan maaf dari kamu. Aku gak butuh permintaan maaf dari keluargamu. Aku sudah bahagia dengan keadaanku sekarang. Aku ga butuh kamu!!”
Kuambil Hp dari dalam tasku. Aku menghubungi operator taxi. Bayu mencoba untuk mencegahku. Tapi kugagalkan rencananya. Kubuka pintu mobil dan beranjak keluar. Bayu mengikutiku. Ia berusaha menahanku agar tidak pergi
“Mir. Denger penjelasanku dulu Mir..”Kata Bayu sambil terus berusaha meraih tanganku
Tapi aku terus berjalan menjauh darinya. Beberapa orang yang kebetulan ada di sana melihat kami. Tapi aku tak peduli. Tak berapa lama, taxi yang aku pesan datang. Aku langsung membuka pintu dan menyuruh sopir untuk segera jalan. Bayu berlari mengejar sambil memanggil namaku. Hpku berbunyi, Bayu menelponku, tapi kuabaikan. Segera kumatikan Hp agar Bayu tidak bisa menghubungiku. Sopir taxi mungkin merasa heran dan bertanya-tanya. Apalagi ia melihatku menangis di kursi belakang.
“Berantem ama cowoknya ya mba?”tanya sopir taxi mencoba ramah.
Aku hanya diam, tidak menjawab. Dadaku sesak, sangat sesak. Aku hanya bisa menangis. Menangisi nasibku. Tadinya aku sempat berharap Bayu akan benar-benar kembali. Setelah mengetahui kebusukkan Om Jerry, hanya Bayu-lah satu-satunya harapan bagiku, harapan bagi Njas untuk mempunyai seorang ayah. Tapi aku semakin tidak yakin setelah perbuatannya tadi. Aku sungguh muak. Aku memang seorang pelacur, tapi aku tak seburuk itu. Setidaknya untuk Bayu. Aku tak ingin dia hanya memanfaatkanku sebagai seorang pelacur. Kalau seperti itu, dia tak ada bedanya dengan para lelaki hidung belang yang hanya ingin menikmati tubuhku. Terbayang perkataan Ibu tadi sore. Maaf ibu, aku belum bisa memenuhi permintaanmu.
sebelumnye..