Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Agama Dalam Perspektif Celana

22 November 2010   10:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:24 105 0
Pergulatan antara iman & realita sesungguhnya bukan terjadi ketika celana loe udah gak muat, tapi terjadi saat harus membeli celana dengan ukuran lebih besar. Dua tahun terakhir gue memperhatikan betapa meningkatnya pemahaman orang-orang terhadap sesuatu. Tidak seperti dulu, sekarang mulai banyak yang kritis terhadap berbagai issue politik, hukum, pemerintahan, ekonomi, korupsi, bencana alam, pertahanan sipil, sampai Agama. Khusus issue terakhir rasanya adalah peningkatan pemahaman yang paling tinggi menurut gue. Tahun terus berganti, waktu ikut bergeser, pemahaman manusia juga berpindah tempat. Bukan sekedar paham, kita pun mulai berargumen dan mempertanyakan isi kitab suci masing-masing. Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap seluruh pembaca blog ini, gue cuma bakal bicara tentang Agama yang gue anut. Sebagai muslim, statement dan pertanyaan yang gue perhatikan sering keluar dari saudara-saudara muslim lainnya di berbagai social media, diantaranya seperti ini: "Jilbab itu budaya Arab" "Cuma mikirin Surga & Neraka itu egois!" "Qurban is Animal Massacre!" "Kenapa Si Pitung merampok rumah tuan tanah?" (Eh apa hubungannya? hehe) "Kematian sudah ditakdirkan, kenapa bunuh diri itu dosa?" "Agama adalah simbol anti toleransi dan keberagaman" "Apakah Tuhan berbicara dalam bahasa Arab?" Akhirnya bermuara pada.... "Agama itu tidak penting, itu wilayah privat, berupa kontak vertikal dengan Tuhan" Gue tentu gak sanggup menanggapi semuanya, cuma gue inget percakapan ini: Her: "Cuma mikirin Surga & Neraka itu egois!" Me: "Pertimbangan dapet surga/neraka juga dilihat dari pahala/dosa perbuatan kita di dunia, salah satunya interaksi kita dengan orang-orang di sekitar kita" Her: "Itu pamrih namanya, enggak Lillahi ta`ala" Me: "Emang Lillahi ta`ala menurut mbak apa?" [percakapan berhenti di sini] Di bawah ini adalah sebuah ilustrasi yang gue buat, yuk sama-sama melihat Agama dalam perspektif celana..

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun