Ilustrasi Kerbau Perkasa dan Monyet Tak Tahu Diri sumber borobudur tv
Keyakinan dan Kesabaran
“Keyakinan dan kesabaran adalah perahu yang dapat mengantarmu ke tepi seberang. Keyakinan dan kesabaran membersihkan jiwa dan menyucikan hati. Keyakinan dan kesabaran melenyapkan rasa takut, dan membebaskan kita dari segala macam penderitaan, kesulitan, serta keraguan. Keyakinan dan kesabaran ibarat saudara kembar yang senantiasa melindungi kita dari segala macam marabahaya.” (Das, Sai. (2010). Shri Sai Sacharita. Anand Krishna Global Co-Operation Indonesia)
Konon Bodhisattva pernah hidup sebagai seekor kerbau perkasa yang sangat lembut hatinya. Sangat terkenal kesabaran dan kebijaksanaannya. Sang Kerbau sering diganggu seekor monyet tak tahu diri yang suka mempermainkan dirinya. Paham tentang kesabaran Sang Kerbau, Sang Monyet selalu menggoda dan mempermainkan tanpa takut mendapat resiko akibat perbuatannya. Kadang-kadang Sang Monyet sengaja duduk didepan Sang Kerbau yang sedang memakan rumput, sehingga Sang Kerbau menghentikan kegiatan makannya. Kadang-kadang Sang Monyet menaiki kepala Sang Kerbau dan menarik-narik tanduknya. Kadang Sang Monyet menutup kedua mata Sang Kerbau dan kadang ekornya dipakai sebagai ayunan. Sang Kerbau hanya mengingatkan Sang Kera dengan penuh kesabaran.
Setiap Makhluk yang Bertemu Kita Pasti Mempunyai Kaitan Karma
Pada suatu hari seorang penghuni hutan mempertanyakan, “Wahai Kerbau Perkasa, mengapa kau mendiamkan saja tindakan Sang Monyet yang keterlaluan. Dengan salah satu kakimu atau dengan kedua tandukmu, monyet usil tersebut dengan mudah dapat kau lemparkan!” Sang Kerbau menjawab, “Baiklah aku menjawab pertanyaanmu. Kelembutan dan tidak suka kekerasan adalah sifat bawaanku. Bahwa monyet menggodaku mungkin adalah akibat dari perbuatanku di masa lalu. Aku menerima dengan penuh kesadaran apapun yang menimpa hidupku...... Mungkin kalian menganggap tindakan sabarku sudah keterlaluan. Tetapi aku menjunjung tinggi suara Kebenaran. Mungkin kalian bertanya bagaimana aku yakin tindakanku benar, bukan hanya semata dalih pikiran. Setiap saat, diriku mengupayakan pembersihan. Setiap kekotoran yang terbuang diupayakan terganti oleh sifat keilahian!” Kerbau Perkasa yakin bahwa petunjuk Ilahi lah yang selalu mendatangi, dan bukan solusi yang berasal dari pikiran. Demi peningkatan kesadaran monyet, dia harus menerima perlakuan yang demikian.
“Siapapun yang datang kepadamu, manusia ataupun hewan, sudah pasti karena adanya hubungan. Maka, janganlah sekali-kali menolak mereka. Terimalah mereka dengan penuh rasa hormat. Kau akan membahagiakan Ia, Hyang Bersemayam dalam diri setiap makhluk, dengan memberi minum kepada mereka yang haus, memberi makan kepada mereka yang lapar; memberi pakaian kepada mereka yang membutuhkan; dan mempersilahkan orang asing beristirahat sejenak di Pekarangan rumahmu. Janganlah bersikap kasar terhadap mereka yang mengharapkan bantuan darimu. Bila memang tidak bisa, atau tidak mau, mintalah maaf. Jangan menghardik mereka. Biarlah orang lain mengejekmu, jangan membalas dia dengan ejekan. Jika kau bersabar, maka kau akan selalu bahagia. Biarlah seluruh dunia bersikap tidak waras, kau tetaplah tenang. Janganlah terganggu, anggap semuanya sebagai adegan dalam pertunjukan. Runtuhkan dinding yang memisahkan dirimu dari-Ku, maka kita akan bertemu seketika..... Singkirkan jauh-jauh anggapan keliru seperti itu. Anggaplah itulah yang menjadi penghalang sehingga kau tidak bertemu dengan-Nya. Allah Malik hai, Tuhan adalah Hyang Maha Memiliki. Dia pula Hyang Maha Melindungi. Cara Dia bekerja memang sulit dipahami. Tapi, apa pun yang dilakukannya, adalah demi kebaikan kita. Maka, biarlah kehendak-Nya yang terjadi! Dialah yang selalu menuntunmu, dan Dia pula yang dapat memenuhi setiap keinginanmu.” (Das, Sai. (2010). Shri Sai Sacharita. Anand Krishna Global Co-Operation Indonesia)
Sang Monyet Mulai Sadar atas Kebijaksanaan Kerbau Perkasa
Sang penghuni hutan berterima kasih mendengar penjelasan Sang Kerbau, dia telah mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Sang Monyet yang mendengar kebijaksanaan Sang Kerbau langsung datang dan minta maaf atas perbuatannya serta berjanji tak akan mengulanginya. Kata-kata Sang Kerbau yang bijaksana telah menyadarkannya.
“Setiap orang yang sedang meniti jalan ke dalam diri pada suatu ketika akan menemukan bahwa ‘Kebenaran’ Itu Satu Adanya. Dan bahwa jalan menuju Kebenaran, Jati-Diri, Kesadaran – apa pun nama yang Anda berikan kepada Yang Satu Itu – merupakan jalan pribadi. Sempit – begitu sempit, sehingga Anda harus melewatinya seorang diri. Anda tidak bisa bergandengan tangan dengan siapa pun.” (Krishna, Anand. (2002).Otobiografi Paramhansa Yogananda, Meniti Kehidupan bersama para Yogi, Fakir dan Mistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)
Sang Kerbau berkata, “Wahai Kera banyak jalan menuju satu tujuan Kebenaran. Setiap makhluk mempunyai ‘jalan’ tersendiri. Jalan menuju Kebenaran bukanlah jalan raya, bukan jalan kita bisa bergandengan dengan siapa saja. Jalan menuju Kebenaran, Jati-Diri, Kesadaran merupakan jalan pribadi. Setiap orang berbeda jalannya. Karena pengalaman hidupnya juga tidak sama...... Wahai Monyet, saat ini sudah waktunya kau memperbaiki tingkah lakumu. Cobalah merenung, apakah kau senang tindakan demikian diperlakukan kepadamu? Seandainya kau dipermainkan, sedangkan kau mempunyai kekuatan untuk melawan, apakah kau akan membiarkan diganggu? Bila tidak senang diperlakukan dengan cara demikian, maka jangan melakukan hal yang demikian. Kalau tindakan suka mempermainkan sudah menjadi kebiasaan. Suatu saat kepada hewan yang temperamental kau akan mempermainkan. Dan kau akan babak belur dijadikan bulan-bulanan. Wahai Monyet engkau tahu tempat tinggalku. Apabila kau merasa membutuhkanku, dan mau menemuiku aku tunggu!’
Datangnya Musibah kepada Sang Monyet
Hukum sebab akibat tak akan selesai dengan pemintaan maaf saja. Setelah beberapa bulan, Sang Monyet lupa janjinya dan hasratnya menggelora ingin mengulang kebiasaannya. Seekor kerbau liar datang dan berdiri di tempat yang sama. Sang Monyet digerakkan kebiasaan lama yang masih selalu menggoda. Dia ketagihan untuk mempermainkan Sang Kerbau seperti kebiasaan lamanya. Sang Kerbau Liar marah dan segera melemparkannya, dan menanduk bagian perutnya. Sang monyet lari dalam keadaan luka-luka. Perbuatan monyet mengganggu Kerbau Perkasa telah menjadi matang dan datang menemui Sang Monyet.
Anand Krishna dalam materi Neo Interfaith Studies pada program online One Earth College of Higher Learning (http://www.oneearthcollege.com/id/) menyampaikan:
“Dhammapada 9:125: Barang siapa berbuat jahat terhadap orang baik, orang suci, dan orang yang tidak bersalah, maka kejahatan akan berbalik menimpa orang bodoh itu, bagaikan debu yang dilempar melawan angin.”
“Dalam Dhammapada 9:125 Buddha jelas sekali bahwa jika seorang pelaku kejahatan berupaya mencelakakan orang yang tidak bersalah, maka ia sendiri yang akan celaka. Lalu apa yang kita lihat selama ini dan di sekitar kita? Seolah pelaku kejahatan bisa merajalela, dan mereka yang tidak bersalah bisa seenaknya dianiaya. Untuk itu Buddha menjelaskan dalam ayat 119 bahwa ada juga perbuatan-perbuatan jahat yang ‘belum matang’. Ketika buah kejahatan itu matang, maka ia jatuh sendiri. Tinggal tunggu waktu. Segala penganiayaan dan kezaliman yang terjadi pada diri kita, marilah kita tetap mengirimkan getaran kasih kepada para pelakunya, karena mereka bodoh. Mereka tidak tahu bahwa pada suatu ketika mereka akan terhancurkan oleh perbuatan mereka sendiri. Di saat yang sama kita juga mesti menolak kejahatan, tidak berkompromi, dan melindungi diri dari pengaruh jahatnya. Bagaimana pun juga kejahatan adalah kejahatan, kalau saya membiarkan kejahatan merajalela maka saya bersalah terhadap bukan saja diri sendiri tapi juga terhadap pelaku kejahatan yang akan makin tidak sadar dan makin banyak orang tercelakakan olehnya. Maka hadapilah kejahatan secara tegas, tapi dengan cara kasih dan tanpa kekerasan.”
Sang Monyet sekarang mencari Sang Kerbau Perkasa. Dia ingin Sang Kerbau Perkasa menjadi pemandu kehidupannya. Musibah yang dialaminya meningkatkan kesadarannya. Dalam menghadapi samudera kehidupan yang sering bergolak dia memerlukan pemandu yang handal.
Sabar, Ikhlas dan Tenang
“Sabar, ikhlas, dan tenang adalah tiga kemuliaan utama. Sabar tetapi tidak menyabar-nyabarkan diri... ini yang disebut ikhlas, keikhlasan. Hanya keikhlasan seperti ini yang membawa Ketenangan. Sesungguhnya tiga kemuliaan ini adalah tri tunggal, tiga tapi satu. Satu yang memiliki tiga manifestasi. Sabar karena ikhlas. Tenang karena ikhlas. Sabar adalah ‘bahan baku’ yang kita masukkan ke dalam mesin kehidupan kita. Keikhlasan adalah ‘proses’ yang terjadi, ‘olah diri’ yang diwarnai olehnya.... Kemudian, hasil akhirnya adalah ketenangan. Ketenangan diri seperti itulah yang dapat dibagikan kepada orang lain. Kebahagiaan sejati yang muncul dari ketenangan diri itulah yang berarti dan bermanfaat. Baik bagi diri sendiri maupun bagi lingkungan kita.” (Krishna, Anand. (2008). Niti Sastra, Kebijakan Klasik bagi Manusia Indonesia Baru.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)
Situs artikel terkait
http://kisahspiritualtaklekangzaman.wordpress.com/
http://www.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo
http://www.kompasiana.com/triwidodo