Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Mengapa Masyarakat Ikut Dihukum Akibat Kesalahan Kepala Negara? Kisah Hanuman Membakar Alengka

19 November 2013   03:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:58 286 0

Ilustrasi Vishnu dengan empat tangan sumber: exoticindiaart com

Mengapa Menghukum Orang-Orang yang Tidak Bersalah

“Kepada para penduduk dan penguasa Negara Lanka, Hanuman muncul dalam wujud raksasanya yang menakutkan. Hal tersebut merupakan peringatan bagi mereka, ‘Kembalikanlah Sita kepada Sri Rama. Rahwana, sadarilah kesalahanmu. Kamu tidak berhak atas Sita.’ Mereka tidak mengindahkan peringatan ini, maka ketika meninggalkan Lanka, Hanuman pun membakar seluruh kota. Orang sering bertanya, ‘Mengapa Hanuman melakukan itu? Mengapa menghukum orang-orang yang tidak bersalah, penduduk Lanka, atas kesalahan yang dilakukan oleh penguasa mereka?’ Hal ini adalah sesuatu yang sangat sulit dihindari. Kita memilih pemimpin kita, kita memilih penguasa kita, kita memilih presiden dan perdana menteri kita, kita memilih anggota parlemen kita, dan kita bahkan memilih para diktator kita. Mereka berada di posisi mereka karena kita juga.Bagaimana kita memilih diktator kita? Mereka tetap berkuasa selama kita terang-terangan takut kepada mereka, atau takut kehilangan sesuatu.” Terjemahan bebas dari kutipan (Krishna, Anand. (2010).The Hanuman Factor, Life Lessons from the Most Successful Spiritual CEO.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Seandainya Kepala Negara dan para Pejabat melakukan kesalahan, maka masyarakat turut bersalah. Karena yang memilih Kepala Negara dan Dewan Perwakilan Rakyat adalah masyarakat. Yang melakukan fit and proper test bagi para pejabat adalah para wakil yang dipilih oleh masyarakat. Ingin mengubah keadaan? Masyarakat harus cerdas dan kritis dalam melakukan pilihannya. Kesalahan pilihan akan mengakibatkan kesengsaraan paling tidak selama 5 tahun ke depan. Bahkan dampak kesalahan memilih dapat berdampak dalam masa yang sangat panjang. Masyarakat harus cerdas dan kritis itulah salah satu nasehat dalam kisah Ramayana.

Masyarakat Alengka Melupakan Dharma Karena Terlalu Nyaman

“Bersyukur dalam keadaan suka. Senantiasa mengingat-ingatkan diri bahwa Ialah Hyang Maha Kuasa, tiada kekuasaan diluarNya. Duka/kesulitan adalah ‘polisi tidur’ supaya kita tidak terlena, tidak lengah, dan mengingatNya selalu. Tiada polisi tidur sepanjang jalan, ada kalanya beberapa sekaligus, satu setelah yang lain, tetapi ya sebatas itu saja, perjalanan ke depan mulus lagi. Kabir mengatakan ‘Dalam duka semua mengingatNya, dalam suka selalu lupa;  jika kau mengingatNya dalam suka, maka untuk apa mengalami duka?’ Berarti apa? Pengalaman duka hanyalah sarana untuk mengingatkan kembali kita yang sudah lupa. Jika sudah ingat terus, tidak ada lagi peringatan. Sungguh dengan definisi ini kita semua tergolong kafir, karena masih membutuhkan pembawa peringatan. Kita semua masih berjihad untuk menjadi mukmin. Kita semua mujahid, belum layak menjadi khalifa.” *)Anand Krishna dalam materi Neo Interfaith Studies pada program online One Earth College of Higher Learning (http://www.oneearthcollege.com/id/)

Bila di negara lain masyarakat takut kepada penguasa walau mereka ditindas, di Alengka masyarakat hidup sangat sejahtera. Masyarakat Alengka berada dalam keadaan nyaman sehingga melalaikan dharma. Pemerintah Alengka mempunyai sumber pendapatan hasil bumi dan hasil tambang yang cukup untuk menjalankan pemerintahan. Tidak ada pajak bagi masyarakat Alengka. Para penduduk Alengka begitu nyaman sampai-sampai mereka tidak peduli bahwa Rahwana melakukan sebuah kejahatan dengan menyekap istri seseorang dan menjadikannya tawanan di istananya. Dengan demikian, mereka pun juga turut andil atas kejahatan yang dilakukan oleh penguasa mereka.

Sebagaimana para Utusan adalah pembawa peringatan bagi umat yang zalim, demikian pula Hanuman memberi peringatan kepada masyarakat Alengka agar sadar dan segera mengingatkan rajanya untuk tidak melakukan tindakan adharma menyekap ibu Sita.

Hanuman Mengganggu Para Raksasa

Hanuman mengambil wujud sebagai monyet kecil yang makan buah-buahan di taman dengan sepuas-puasnya. Seorang pengawal raksasa melihatnya dan melemparinya dengan batu agar sang monyet lari. Sang monyet justru meniup sang raksasa sehingga dia terjatuh. Raksasa tersebut segera memanggil kawan-kawannya, akan tetapi Hanuman mengubah ke wujud aslinya dan mempermainkan mereka. Berita tersebut cepat menyebar dan sampai ke telinga Rahwana. Rahwana mengirim putranya bernama Indrajit yang memiliki senjata Brahmaastra. Hanuman membiarkan dirinya terikat, padahal dia hanya terikat sesaat saja dan dengan mudah dapat melepaskannya.

Hanuman berpikir, dengan membiarkannya dirinya terikat, dia akan bisa melihat istana raja dan bertemu dengan Rahwana. Hanuman selanjutnya dibawa ke sidang pengadilan. Hanuman mengatakan bahwa dia merasa lapar dan sebagaimana kebiasaan monyet dia makan buah-buahan. Karena diganggu raksasa maka dia membalas. Para raksasa justru ingin membunuhnya dan dia melindungi dirinya. Selanjutnya, Hanuman berkata bahwa dia mengetahui bahwa Ayahanda Rahwana adalah Resi Visrava. Visrava adalah putra Pulasthya. Sedangkan Pulasthya adalah putra Brahma. Sudah seharusnya sebagai anak keturunan Brahma, Rahwana tidak melakukan tindakan adharma. Hanuman juga mengatakan bahwa dia mengetahui kekuatan Rahwana yang pernah bertarung melawan Subali. Dia ke Alengka untuk melaksanakan perintah Sri Rama agar Rahwana cucu buyut Brahma mengembalikan Sita kepada Sri Rama.

Rahwana menolak mengembalikan Sita, bahkan ingin membunuh Hanuman yang telah membunuh beberapa raksasa. Vibhisana menyampaikan usul kepada Rahwana, karena Hanuman adalah seorang Utusan Kerajaan maka Kerajaan tersebut harus dihormati dan Utusan Kerajaan tersebut jangan dibunuh. Rahwana tetap berpendapat Hanuman mesti dibunuh. Dari berbagai masukan diketahui bahwa monyet itu bangga dengan ekor mereka dan selalu menjaga agar ekor mereka panjang dan kuat. Oleh karena itu maka ekor Hanuman akan dibakar, agar raja pengutusnya marah dan menuntut balas ke Alengka dan dihabisi di Alengka.

Mereka membalut ekor Hanuman dengan kain dan mulai membakarnya. Hanuman segera mengecilkan tubuhnya dan melepaskan diri dari belenggu Brahmaastra. Selanjutnya Hanuman mengambil wujud raksasa yang sangat besar dan menakutan dan mulai menggerak-gerakkan ekornya yang terbakar ke atap istana dan penduduk Alengka. Dan mulailah Alengka terbakar dan masyarakat tercekam ketakutan. Hanya rumah Vibhisana yang selamat sebagai tanda bahwa pemuja Vishnu yang taat akan selamat. Hanuman segera mendatangi Ibu Sita di Ashokavanam yang juga tidak terbakar. Ibu Sita memberikan permata Chudamani untuk disampaikan kepada Sri Rama. Hanuman kemudian meloncat ke laut untuk memadamkan api di ekornya dan kembali terbang menuju Sri Rama.

Tahapan Simbolik Tangan Vishnu, Kisah Hanuman Membakar Alengka

Alam tidak bertindak gegabah, untuk melakukan suatu tindakan ada tahapan-tahapan yang perlu dilalui. Seseorang yang sadar telah berbuat salah bisa segera membelokkan tindakannya kembali ke jalan yang benar.

Bapak Anand Krishna pernah menyampaikan tahapan simbolik empat tangan Vishnu sebelum menggunakan gadanya untuk menghancurkan adharma. Tangan pertama menghadap ke depan memberi blessings dapat dimaknai kesalahan bisa dimaafkan bila kita segera sadar dan bertobat. Tangan kedua memegang terompet dari kulit kerang, dapat dimaknai bahwa bila kita tetap melakukan kesalahan akan datang peringatan agar kita segera sadar dan cepat bertobat. Tangan ketiga memegang chakra, dapat dimaknai bahwa apabila kita tetap melakukan kesalahan sambil berjalannya cakra waktu yang berputar kita tetap masih memperoleh kesempatan untuk tobat. Tangan keempat memegang gada, bila sampai waktu tertentu kita masih nekat bertahan melakukan kesalahan, maka gada alam semesta akan berbicara untuk meremukkan kita.

Hanuman adalah pemberi peringatan, dan telah memberikan peringatan simbolik dengan api yang membakar istana dan rumah-rumah di Alengka. Akan tetapi Rahwana dan penduduk Alengka tidak mengambil hikmah dari terbakarnya Alengka. Dan kehancuran hanya menunggu berputarnya cakra sang kala saja. Apakah negeri kita tidak mendapat peringatan dari para UtusanNya? Apakah dunia tidak memperoleh peringatan dari UtusanNya? UtusanNya tidak hanya berupa para suci akan tetapi bencana pun bisa menjadi utusanNya sebelum gadaNya berbicara.

Peringatan, Firman kepada Kita Semua

“Alam telah bersabda. Keberadaan telah menyampaikan firman-Nya. Ia telah menurunkan fatwa-Nya. Apakah kita mendengar sabda-Nya? Apakah kita memahami firman-Nya? Apakah kita menghormati fatwa-Nya? Dengan seribu satu macam cara, dalam seribu satu macam bahasa, dari seribu satu sudut dunia – la menyapa kita. la berusaha untuk membangunkan kita. Kita tetap tertidur lelap. Maka, ‘terpaksa’ la pun harus meneriaki kita: ‘Bangun, bangunlah!’ Adakah seseorang di antara kita yang mendengar teriakan itu? Ada, dan sesungguhnya banyak. Namun, kita masih saja bermalas-malasan di atas ranjang. Kita masih enggan untuk meninggalkan tempat tidur. Bahkan, ada yang malah menyangsikan bila teriakan itu berasal dari-Nya, ‘Ah, mana mungkin? Tidak. la tidak pernah berteriak. Titik.’ Kita menempatkan fatwa kita di atas fatwa-Nya. la tidak pernah berteriak. Titik. Kenapa tidak? Siapa yang dapat melarang-Nya? Kau? Aku? Memangnya kita ini siapa? Dalam kebodohanmu, kau menentukan kode etik bagi-Nya. Dalam ketaksadaranku, aku mengatur gerak-gerik-Nya. Sungguh ajaib! Sungguh lucu dan tidak masuk akal. Kita siapa? Tsunami adalah teriakan-Nya. Gempa bumi, banjir, dan bencana alam lainnya adalah teguran keras yang telah disampaikan-Nya. Itulah Sabda Alam. Bagaimana kita mengartikan Sabda itu? Bagaimana kita memahami Sabda-Nya?” (Krishna, Anand. (2008). Think In These Things, Hal Hal Yang Mesti Dipikirkan Seorang Anak Bangsa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Situs artikel terkait

http://kisahspiritualtaklekangzaman.wordpress.com/

http://www.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

http://www.kompasiana.com/triwidodo

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun