Dewi Sita telah memutuskan mengikuti Sri Rama, melepaskan segala kesenangan di istana duniawi untuk mengikuti Sri Rama hidup di hutan Dandaka. Sampai suatu saat Dewi Sita yang sudah berbahagia bersama Sri Rama melihat kijang kencana yang indah dan ingin memilikinya. Dewi Sita mohon pada Sri Rama untuk menangkapkan kijang untuknya. Setelah Sri Rama pergi mengejar sang kijang, Dewi Sita yang ditemani Laksmana, adik Sri Rama mendengar suara jeritan dari kejauhan. Dewi Sita kemudian minta Laksmana mencari tahu suara jeritan apakah Sri Rama mengalami kecelakaan. Laksmana meninggalkan Sita dan membuat lingkaran pengaman, agar Sita selalu berada dalam lingkaran. Berada di dalam lingkaran Dewi Sita akan terlindungi. Setelah Laksmana pergi, datang Rahwana berpura-pura menjadi pengemis dan minta makanan pada Dewi Sita. Dewi Sita lupa diri, terpengaruh oleh rasa kasihan, dia menjulurkan tangan dan makanan, keluar lingkaran pengaman kepada sang pengemis. Dan, sang pengemis kemudian berubah wujud menjadi Rahwana yang segera menarik tangannya dan menculiknya.......
Dewi Sita adalah ibarat seseorang yang sudah mencintai Tuhan. Rama berarti Dia yang berada di mana-mana atau Ruh Sejati. Orang tersebut telah meninggalkan kenyamanan inderawi agar dekat dengan Tuhan. Dalam kebahagiaan dekat denganNya, orang tersebut tertarik pada Kijang Kencana, wujud keduniawian lagi. Pada waktu itu orang tersebut telah “lupa”, bahwa dengan menginginkan sesuatu yang menyenangkan inderawinya, maka dia telah mulai bergeser dari kecintaan terhadap Tuhan yang abadi kepada ciptaannya yang bersifat tidak abadi. Orang tersebut sudah mulai men-“dua”-kanNya. Sri Rama menuruti kehendak orang yang bersikeras, karena setelah seseorang berniat dan dingatkan keuntungan/kerugiannya dia bersikukuh, maka orang tersebut akan dibiarkan menuruti kehendaknya. Dengan segala resiko yang akan diterima akibat pilihan tersebut. Keberadaan selalu memberikan kebebasan pilihan kepada kita.
Laksmana adalah, power of the will, kehendak kuat menuju Sri Rama, Laksmana adalah kekuatan Ekagrata terhadap Tuhan. Yang dipikir oleh Laksmana adalah Tuhan saja. Laksmana selalu mengikuti Sri Rama ke mana pun pergi. Kekhawatiran Dewi Sita terhadap Sri Rama yang sedang mengejar kijang kencana, membuat dirinya meminta Laksmana meninggalkan dirinya. Laksmana patuh akan tetapi tetap membuat garis lingkaran pengaman di sekeliling Dewi Sita. Pada waktu Dewi Sita lengah, Sita diculik oleh Rahwana yang mewakili ego manusia. Keputusan-keputusan Dewi Sita yang kurang tepat membawa akibat yang besar sehingga muncullah cerita “Ramayana”, yang bermakna Tujuan Ruh, Tujuan kepada Tuhan.
Selama manusia berada dekat Tuhan, mengikuti kehendak-Nya, maka dia akan aman dan segala kebutuhannya terpenuhi. Kala dia mulai menginginkan hal yang menurutnya indah dan menyenangkan, maka dia mulai mengikuti kehendak dirinya, ego dirinya dan mulai melupakan kehendak-Nya. Ego dirinya menjadi Tuhannya....... Kembali keinginan dasar dirinya yang ingin menyatu dengan Tuhan melindunginya dari godaan ego. Karena keinginan egonya lebih kuat, maka dia minta keinginan dasarnya untuk mengalah. Sebelum pergi sang keinginan menyatu masih membuat lingkaran pengaman. Tetapi manusia ada kalanya lalai dan dia mengikuti egonya sehingga dia menjadi sandera dari egonya. Egonya kemudian menguasai dirinya. Dalam kisah Ramayana, Dewi Sita kemudian sadar dan ingin lepas dari cengkeraman ego. Dan Hanuman yang mewakili Bhakti kepada Tuhan akhirnya menyelamatkannya. Dengan bhakti seseorang bisa melepaskan diri dari cengkeraman ego.
Dalam buku “Swami Sri Sathya Sai Baba Sebuah Tafsir”, Sai Das, Koperasi Global Anand Krishna Indonesia, 2012 disampaikan........ Alam semesta berada dalam perlindungannya, karena selaras dengan hukumNya, karena bekerja sesuai dengan kodrat mereka masing-masing. Bintang yang tidak selaras lagi, dan tidak bekerja sesuai dengan kodratnya sebagai bintang – jatuh dari ketinggian. Ia sendiri hancur dan menyebabkan kehancuran di planet yang ditabrakinya........ Tuhan Maha Melindungi… Tetapi, jika kita keluar dari Orbit PerlindunganNya, maka siapa yang mesti disalahkan? Keluar dari orbit itu kita sudah pasti hancur-lebur. Salah siapa? Barangkali Anda bertanya, “Kenapa bisa keluar dari OrbitNya?” Pertanyaan yang kurang tepat… Bukan keluar dari OrbitNya. Sekian banyak tata surya, sekian banyak Jagat raya… Semua adalah OrbitNya. Namun, setiap tata surya bisa eksis karena berkarya dalam ruang tertentu, setiap planet mesti berkarya dalam orbitnya, dalam wilayah kerjaya. Wilayah kerja kita adalah Orbit Perlindungan kita. Berada dalam Orbit Perlindungan itulah kita eksis. Dan, keluar dari Orbit Perlindungan itu kita hancur lebur. Untuk menjalani hidup ini, kita perlu “jalan” untuk di-“jalani”. Untuk berkarya dalam hidup ini, kita perlu “ruang kerja” tempat kita bisa “berkarya”. Untuk menghadapi berbagai macam rintangan, kita perlu semangat. Dan, supaya tidak celaka, kita butuh perlindungan. Kita tidak bisa menjalani hidup dengan berfilsafat-ria. Marilah kita menundukkan ego, dan berlindung pada Ia Hyang Berada dalam diri kita sebagai semangat hidup, sebagai kasih, sebagai energi murni tanpa ke-“aku”-an dan keangkuhan........
Kita perlu merenungkan dalam-dalam, apakah kita masih berada dalam cengkeraman ego seperti Dewi Sita dalam cengkeraman Rahwana? Kita sering mengikuti kehendak ego, menyingkirkan kehendak Hati Nurani, sehingga kita akan menerima resiko pilihan kita sendiri. Tetapi Tuhan itu Maha Benar, tidak ada yang salah. Hanya ada kebenaran saat tingkat kesadaran kita rendah dan ada kebenaran saat kesadaran kita telah meningkat. Pada waktu kondisi kepepet, untuk mempertahankan hidup, bisa saja berbuat tidak baik, menipu atau korupsi. Akan tetapi setelah tidak kepepet, kesadaran kita bisa meningkat dan paham bahwa mencuri/korupsi itu tidak baik. Pada waktu sedang berjuang menjadi pengusaha, pelit dibenarkan oleh diri kita. Akan tetapi setelah kita longgar, maka memberi dan berbagi adalah kebenaran bagi kita. Bagi mereka yang mempunyai ilmu, maka berbagi kesadaran adalah kebenaran bagi mereka.....
Dalam buku ““Swami Sri Sathya Sai Baba Sebuah Tafsir”, Sai Das, Koperasi Global Anand Krishna Indonesia, 2012 juga disampaikan........ Swami selalu mengatakan bahwa perjalanan hidup kita bukanlah merupakan ziarah atau perjalanan suci dari kepalsuan menuju kebenaran, tetapi dari “kebenaran bernilai rendah” menuju kepada “kebenaran bernilai tinggi”. Semuanya benar. Tidak ada sesuatu yang tidak benar. Hyang Maha Benar tidak mungkin menciptakan sesuatu yang tidak benar. Namun, apa yang benar bagi Anda saat ini belum tentu benar bagi saya saat ini juga. Besok-besok bisa menjadi benar. Atau sebaliknya, apa yang Anda anggap benar saat ini, besok-besok berubah menjadi tidak benar, dalam pengertian “tidak tepat” lagi. Definisi kebenaran dan kepalsuan bisa berubah-ubah sesuai dengan tingkat kesadaran kita. Swami mengajak kita untuk menyadari hal ini dengan berbagai cara........ Semoga kebenaran yang kita pahami semakin bernilai tinggi sesuai peningkatan kesadaran kita..........
Salah satu program e-learning dari One Earth College (http://www.oneearthcollege.com/) adalah Neo Interfaith Studies (http://interfaith.oneearthcollege.com/) yang mempunyai tujuan agar para peserta program dapat memberikan apresiasi terhadap keyakinan yang berbeda. Kemudian ada program Ancient Indonesian History And Culture (http://history.oneearthcollege.com/) agar para peserta program dapat mengetahui dan menghargai sejarah awal Kepulauan Nusantara. Dan ada lagi program Neo Transpersonal Psychology (http://stponline.oneearthcollege.com/) yang membahas tentang peningkatan kesadaran dari keadaan personal, ego-based menuju keadaan transpersonal, integensia-based sehingga kita dapat bekerja tanpa pamrih pribadi.
Situs artikel terkait
http://www.oneearthmedia.org/ind/
http://triwidodo.wordpress.com
http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo
http://www.kompasiana.com/triwidodo
http://blog.oneearthcollege.com/
April 2012