Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Renungan Bhagavatam: Kaliya, Mengendalikan Insting Hewani dalam Diri Manusia

17 Agustus 2011   01:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:43 163 0
Stop Press: Sisters n Brothers terkasih, tanpa terasa kita sudah mendalami Renungan Bhagavatam dalam 56 artikel. Berhubung kesibukan kami maka kami akan menghentikan sharing dalam kompasiana dan blog-blog lainnya. Mohon doa restu semoga akhir Oktober 2011 sudah terbit Buku Renungan Bhagavatam dalam versi yang lebih lengkap. Artikel ini sebagai penutup sharing dan sampai jumpa dalam bentuk buku. Salam Kasih __/__ Pada suatu hari Krishna dan teman-temannya menggembala sapi-sapi ke arah Sungai Yamuna. Balarama kali ini tidak menemani mereka. Krishna dan temannya bermain-main di tepi hutan dan karena hari sangat panas, beberapa teman Krishna kehausan dan pamit mencari minum ke Sungai Yamuna. Akan tetapi kali ini mereka salah jalan dan masuk ke daerah bahaya di Danau Madu. Di dasar Danau Madu tinggallah ular cobra raksasa berkepala lima bernama Kaliya yang hidup bersama  beberapa istrinya. Kaliya mengeluarkan racun yang berbahaya yang memenuhi danau tersebut dan bahkan sedikit demi sedikit air dari danau sudah mulai mencemari Sungai Yamuna. Sungai Yamuna mengalir ke hilir melalui Kota Mathura tempat Kamsa dan di hilirnya lagi melalui Kota Hastinapura. Semua tanaman disekitar danau terkena polusi dan pada kering. Burung-burung yang melintasi danau pun pada jatuh terkena uap beracun yang berada di atas danau. Setelah lama menunggu teman-teman mereka yang pergi ke sungai dan tidak balik, Krishna dan teman-temannya mengikuti jejak teman-teman mereka dan sampailah mereka di danau Madu. Krishna melihat teman-teman mereka pingsan dan segera meminta teman-temannya memindahkan mereka menjauhi danau. Krishna segera memanjat Pohon Kadamba di tepi danau. Pohon besar yang kering tanpa daun tersebut tetap bertahan hidup. Teman-teman Krishna melihat Krishna sampai di pucuk pohon dan segera meloncat ke dalam danau. Semua teman-temannya khawatir akan keselamatan Krishna, dan ada yang lari ke desa memanggil Nanda, Yashoda dan orang-orang tua para gembala. Cukup lama Krishna berada di dasar dan tiba-tiba muncul di permukaan danau diserang oleh Kaliya. Dan terjadilah perkelahian yang seru. Krishna sangat lincah dan tahan uap beracun yang dikeluarkan oleh Kaliya. Pada akhirnya Krishna menari-nari di atas lima kepala Kaliya. Kaliya kelelahan dan dari mulutnya keluar darah karena telah kehabisan racun berbisanya. Kaliya sadar bahwa bila Krishna ingin membunuhnya, maka dia akan mati dengan mudah. Para istrinya keluar dan mohon pengampunan dari Krishna. Nanda, Yashoda dan para gembala bersorak sorai melihat Krishna menari-nari berlompatan di atas lima kepala Kaliya. Akhirnya Krishna berkata, "Kaliya, kau kumaafkan, akan tetapi segera pergi dari danau ini bersama istrimu ke tempat tinggalmu di Pulau Ramanaka. Kau tak perlu takut Garuda mengejarmu, melihat bekas tapak kakiku di kepalamu, Garuda akan melepaskanmu. Hiduplah yang baik, karena semua racunmu telah habis....... Dalam Buku "The Gita Of Management, Panduan Bagi Eksekutif Muda Berwawasan Modern", Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2007 disampaikan..... bahwa Kaliya adalah Kalaa Yavan, Si Hitam yang berasal dari Yunani yang berupaya melemahkan kerajaan-kerajaan di India dengan  meracuni Sungai Yamuna, dengan jalan masuk ke daerah pedalaman dan membuang racunnya sedikit demi sedikit. Dan, setelah Kaliya ditaklukkan dia lapor kepada Raja Yunani sehingga selama dua abad negara yang ekspansionis pada masanya tersebut tidak mengganggu India......... Sebagian Master memaknai Kaliya yang berkepala lima sebagi bahaya yang mengendap dalam pikiran manusia. Di danau pikiran manusia ada ular cobra raksasa beracun dengan lima kepala terus mengintai, menunggu kelalaian manusia. Kelima kepala ular cobra raksasa tersebut adalah  amarah, keinginan, keserakahan, keterikatan dan keangkuhan. Ketika manusia selalu ingat pada Tuhan dengan penuh penghayatan, maka ular cobra berkepala lima akan keluar dari kedalaman danau pikiran dan nampak di permukaan. Kemudian ular cobra tersebut dapat dibuat menjadi tenang........ Dalam buku "Masnawi Buku Kedua Bersama Jalaluddin Rumi Memasuki Pintu Gerbang Kebenaran", Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2000 disampaikan........ Tobat berasal dari suku kata taubah yang berarti "kembali". Kembali pada diri sendiri, kembali meniti jalan ke dalam diri. Bertobat berarti "sadar kembali." Dan, untuk meniti jalan ke dalam diri, untuk sadar kembali, dibutuhkan energi yang luar biasa. Sementara ini, seluruh energi kita habis terserap oleh perjalanan di luar diri. Rumi mengingatkan kita: Jangan pikir engkau bisa melakukan apa saja, kemudian bertobat dan selesai sudah perkaranya. Kalaupun taubah diterjemahkan sebagai "penyesalan"; yang menyesal haruslah hati, jiwa. Bukan mulut. Di atas segalanya, "penyesalan" berarti "kesadaran untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.".............. Renungkan sebentar: Kesalahan-kesalahan yang kita buat mungkin itu-itu juga. Lagi-lagi kita jatuh di dalam lubang yang sama. Dalam hal membuat kesalahan pun rasanya manusia sangat tidak kreatif. Karena, sesungguhnya tidak banyak kesalahan yang dapat anda buat. Pendorongnya, pemicunya pun tidak terlalu banyak. Keinginan, amarah, keserakahan, keterikatan dan keangkuhan ya Panca-Provokator-itulah yang mendorong kita untuk berbuat salah. Yang kita sebut nabi, atau avatar, atau mesias, atau buddha telah menguasai kelima-limanya. Kita belum. Lalu, setelah menguasai kelima-limanya tidak berarti mereka tidak pernah berkeinginan atau marah. Mereka pun masih punya keinginan-setidaknya untuk berbagi kesadaran dengan kita. Mereka pun bisa marah kalau kita tidak sadar-sadar juga, padahal sudah berulang kali kupingnya dijewer. Keserakahan dan keterikatan mereka malah menjadi berkah bagi kita semua. Sampai mereka harus menurunkan kesadaran diri untuk menyapa kita, untuk membimbing kita, untuk menuntun kita. Kenapa? Karena mereka ingin memeluk kita semua. Keserakahan kita sebatas mengejar harta dan tahta; keserakahan mereka tak terbatas. Mereka mengejar alam semesta dengan segala isinya. Mereka ingin memeluk dunia, karena "tali persaudaraan ", karena "ikatan-persahabatan" yang mereka ciptakan sendiri. Keangkuhan dalam diri mereka merupakan manifestasi Kesadaran Diri. Ketika Muhammad menyatakan dirinya sebagai Nabi, dia tidak angkuh. Ketika Yesus menyatakan dirinya sebagai Putra Allah, dia pun sesungguhnya tidak angkuh. Ketika Siddhartha menyatakan bahwa dirinya Buddha, sudah terjaga, dia pun tidak angkuh. Ketika Krishna mengatakan bahwa dirinya adalah "Manifestasi Dia yang Tak Pernah Bermanifestasi, dia pun tidak angkuh. Keakuan kita lain - Ke-"Aku"-an mereka lain. Yang tidak menyadarinya akan membatui Muhammad, akan menyalibkan Yesus, akan meracuni Siddhartha, akan mencaci-maki Krishna......... Setiap Master selalu memberi jiwa pada sebuah Purana dengan memfokuskan pada hal tertentu, sehingga kita tidak perlu heran bahwa pada Garuda Purana, yang paling jago adalah Garuda, pada Wisnu Purana yang paling hebat adalah Wisnu. Sebuah Purana diharapkan dapat menyentuh diri kita yang terdalam dan membangkitkan keyakinan kita untuk melakoni sebuah pemahaman dalam kehidupan sehari-hari. Seorang Master memberi jiwa baru pada kisah lama tersebut. Oleh karena itu ada juga seorang Master yang berpendapat bahwa kisah Kaliya ini pada dasarnya terfokus pada racun iri dalam diri manusia. Kaliya diusir Garuda dari Pulau Ramanaka dan bersembunyi di Danau Madu dimana Garuda tak berani mengejarnya. Kemudian dari Danau Madu, Kaliya mulai menyebarkan racun. Rasa iri ini diungkapkan sebagai racun. Krishna datang ke dunia untuk membersihkan sifat iri dalam diri kita. Kita juga ingat bahwa kala para dewa dan para asura bersama-sama mengaduk samudera susu, yang pertama kali keluar adalah racun dan amerta adalah yang terakhir keluar. Setiap kebaikan tentu ada racun yang menyertainya. Dalam buku "Life Workbook Melangkah dalam Pencerahan, Kendala dalam Perjalanan, dan Cara Mengatasinya", Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2007 disampaikan........ Bila tidak tercerna dengan baik, apa yang kita makan justru menjadi racun dan merusak seluruh jaringan di dalam tubuh. Proses pencernaan itulah yang mengubah makanan menjadi energi dengan "by product" ampas yang harus dibuang. Pengetahuan yang diperoleh dari Guru pun menghasilkan ampas pikiran dan perasaan lama yang harus dibuang jauh-jauh. Pikiran dan perasaan itu adalah bagian dari masa lalu yang harus keluar dari sistem kita. Satu virus yang bersarang di dalam komputer kita merusak seluruh data yang ada di dalamnya. Satu pikiran lama cukup untuk merusak seluruh program baru yang diterima dari guru. Buku ini adalah tentang virus-virus yang dapat bersarang dan merusak jaringan batin kita, sehingga apa saya yang kita terima dari guru ikut menjadi rusak. Kita tidak bisa lagi membedakan mana yang baik, mana yang tidak baik; mana yang berguna, mana yang tidak. Dalam keadaan itu, rasa kita betul-betul mati. Pikiran menjadi kacau. Dalam keadaan mati rasa serta kekacauan pikiran itu, tak seorang pun dapat menolong kita. Seluruh program dengan segala macam datanya harus dihapus semua ... kemudian diisi dengan program baru. Dan, kita mulai input data baru pula........ Dikisahkan, adalah seorang resi dari dinasti Bhrigu bernama Vedasira akan melakukan tapa di pegunungan Vindhya. Pada saat itu seseorang resi bernama Asosira juga tiba di tempat yang sama dan ingin bertapa di daerah tersebut juga. Vedasira berkata, "Mengapa Anda  memilih tempat yang sudah dipilih olehku, bukankah banyak tempat lainnya yang bisa Anda pilih?". Asosira kemudian menjawab, "Semua tempat adalah milik Narayana. Jauh sebelum Anda datang, sudah ada resi lain bertapa di sini. Berpikir sebagai pemilik adalah bodoh. Bodoh, gampang marah dan mendesis seperti ular. Karena kau merasa mempunyai tempat tinggal yang orang lain tidak boleh masuk, maka kukutuk menjadi ular yang tidak mempunyai tempat tinggal, kau akan ketakutan dikejar oleh Garuda." Vedasira kemudian membalas, "Wahai resi yang kurang cerdas yang gampang mengutuk karena kesalahan sepele, kau seperti para pengembara tanpa tujuan pasti, dan hanya tertarik pada kepuasan indra. Perilaku Anda seperti burung gagak dan kau akan lahir menjadi gagak!"......... Kedua resi yang suka mengutuk tersebut kemudian merasa menyesal, hanya karena debat sepele membuat mereka menderita di kehidupan mendatang. Wisnu kemudian datang menghibur mereka, "Seperti seseorang yang tidak mempertimbangkan tangan kanan atau tangan kiri yang lebih penting, Aku menghormati kalian berdua sebagai bhakta-bhakta-Ku. Wahai Resi Vedasira, meskipun kau akan terlahir sebagai ular yang takut kepada Garuda. Kau akan bersembunyikan diri di Danau Madu di dekat Sungai Yamuna, karena pada zaman dahulu Resi Saubari pernah berkata bahwa burung apa pun termasuk Garuda akan mati kala masuk ke Danau Madu. Akan tetapi pada zaman Dwapara Yuga, kepala-kepalamu akan dicap oleh tapak kaki Krishna dan Garuda akan menghormati cap tersebut, dia akan melepaskanmu dari kejarannya. Wahai Resi Asosira, sebagai burung gagak, pengetahuanmu akan meningkat tanpa batas, Engkau akan mempunyai kesempurnaan yoga dan mengetahui masa lalu, masa kini dan masa depan. Kau akan disebut Kaka Bhusandi, burung gagak bijaksana dalam zaman Treta Yuga!"  Dan Wisnu menghilang....... Dalam kitab Vasistha Yoga terdapat kisah tentang Gagak Bijaksana yang menguasai kesempurnaan yoga tersebut...... Keinginan, amarah, keserakahan, keterikatan dan keangkuhan yang merupakan sifat-sifat hewani harus dikendalikan. Dalam buku "Kidung Agung Melagukan Cinta Bersama Raja Salomo", Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2006 disampaikan........ Nafsu tidak pernah mati, maka harus dikendalikan; mesti ditarik dari dunia dan keduniawian, kemudian diarahkan ke Allah dan keilahian. Proses pengarahan nafsu kepada Tuhan dan ketuhanan itulah spiritualitas. Itulah meditasi. Dalam bahasa-bahasa Timur Tengah itu disebut taubah, atau membelok, kembali. Maksudnya: kembali pada diri sendiri, karena itulah kerajaan-Nya; di sanalah Ia bersemayam........ Dalam buku "Otak Para Pemimpin Kita, Dialog Carut Marutnya Keadaan Bangsa", Anand Krishna dkk, One Earth Media, 2005 disampaikan tentang kaitan nafsu dengan insting-insting hewani dalam diri manusia........  Dorongan nafsu serta keinginan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar kita, insting-insting hewani kita, berasal dari Lymbic. Saat ini, hidup kita masih didominasi oleh insting-insting hewani. Seolah kita hidup semata-mata untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Berarti kita baru beda penampilan dari binatang. Insting kita masih sama. Mereka memiliki insting hewani dan berpenampilan seperti hewan. Kita memiliki insting hewani, tapi berpenampilan seperti manusia. Boleh dibilang kita adalah binatang, hewan berkedok manusia. Kita baru berpura-pura menjadi manusia.......... Manusia memiliki bagian otak yang disebut Neo Cortex. Neo berarti "baru", dan bagian ini memang "baru" dimiliki oleh hewan "jenis manusia". Setidaknya dalam bentuk yang jauh lebih sempurna dari hewan. Neo Cortex inilah yang menciptakan sistem nilai dan bertanggung jawab pula atas pengembangan intelektualitas kita. Terdorong oleh Lymbic, hewan hidup secara alami. Kebutuhan mereka pun seolah terjatah. Berdasarkan kebutuhan, Lymbic mendorong mereka untuk makan dan minum secukupnya.......... Intelenjensia binatang masih sangat rendah. la baru mampu memahami, "apa" yang harus dimakannya, apa yang tidak; "siapa" yang harus dikawininya, siapa tidak. Dan, pilihan mereka masih sederhana sekali, antara jantan dan betina. Seekor binatang jantan mencari betina, dan betina mencari jantan. Kriterianya hanya satu: Lawan Jenis, itu saja. Kebutuhan insting itu kita penuhi sebatas kemampuan dan kekuatan kita. Bila tidak mampu, ya makan apa saja, minum apa saja, tidur di atas tikar saja. Tetapi, bila mampu, kita mencari makanan dan minuman yang lezat, ranjang yang empuk dan seterusnya. Selama kita tidak mampu, tidak memiliki cukup sarana, nafsu kita "seolah" masih terkendali. Insting-insting hewani kita "terasa" terkendali.  Padahal sama sekali tidak demikian. Coba diberi kesempatan menjadi pemimpin, menjadi penguasa  lalu lihat apa yang terjadi!? Insting-insting hewani di dalam diri, nafsu, semuanya bergejolak. Semuanya mengajukan tuntutan mereka masing-masing......... Bila kita hidup semata-mata untuk memenuhi kebutuhan insting, maka sesungguhnya kita masih animal, binatang. Taruhlah binatang plus, karena kita sudah berbadan seperti manusia. Juga karena kita sudah memiliki mind yang cukup berkembang, mind yang dapat menciptakan. Kita mampu menghiasi, memoles insting-insting kita. Kita bisa mengelabui orang lain. Sehingga binatang di dalam diri kita menjadi lebih buas, lebih bengis dan lebih ganas dari binatang beneran. Kebuasan binatang masih terbatas, kebuasan kita tak terbatas karena ketakterbatasan kemampuan mind kita. Manusia juga merupakan satu-satunya jenis makhluk yang hidup di bumi ini dan mampu berkembang terus. Pohon Kenari sepuluh juta tahun yang lalu seperti itu, sekarang pun sama. Tidak terjadi perubahan apa. Anjing pun demikian, dari dulu begitu, sekarang pun sama. Lain halnya dengan manusia. Dulu ia hanya bisa membuat kapak dari batu. Sekarang bisa membuat pesawat tempur. Dulu ia tinggal di dalam gua, sekarang di dalam rumah. Dulu rumahnya biasa, sekarang mewah. Species manusia berkembang terus, berevolusi terus. Dengan Lymbic yang masih hewani pun, kita tetap berkembang. Hasilnya: Animal Plus, Binatang Plus. Perkembangan diri kita masih belum holistik, belum menyeluruh. Hewan di dalam diri barangkali menjadi sedikit lebih jinak, tetapi belum menjelma menjadi manusia. Hanya segelintir saja di antara kita yang berhasil memanusiakan dirinya......... Demikian pandangan Bapak Anand Krishna untuk memberdayakan putra-putri bangsa. Agar setiap putra-putri bangsa dapat melaksanakan "Self Empowerment".  Sayang ada beberapa kelompok yang tidak menyukai pandangan-pandangan Beliau dan berupaya mendiskreditkan nama Beliau. Silakan lihat....... http://www.freeanandkrishna.com/in/ Dalam buku "Otak Para Pemimpin Kita, Dialog Carut Marutnya Keadaan Bangsa", Anand Krishna dkk, One Earth Media, 2005 disampaikan uraian tentang manusia yang sudah dapat mengendalikan insting-insting hewani, diri manusia tersebut sudah tidak personal, akan tetapi menjadi transpersonal........ Dalam diri mereka insting-insting hewani sudah mereda, tidak menggebu-gebu lagi. la masih harus tetap makan, minum, tidur, bahkan melakukan hubungan seks. Tetapi tidak "terbawa", oleh semua itu. Tidak "larut" di dalamnya. Mereka tidak lagi memikirkan diri dan kelompok, tetapi memikirkan kepentingan yang lebih luas. Bagi mereka "keutuhan serta persatuan bangsa" hanyalah anak tangga pertama untuk mewujudkan "kesatuan dan persatuan dunia" - bahkan untuk mencapai Yang Tunggal! Hewan berpikir, manusia pun berpikir. Hewan memikirkan makan, minum, tidur dan seks. Itulah kodratnya. Bila manusia pun memikirkan makan, minum, tidur dan seks saja, maka la masih hewan, masih sub-human, manusia kelas rendah, manusia kelas hewan. Manusia yang sudah berkembang kemanusiaannya, yang sudah tidak terkendali oleh insting-insting hewaninya, sudah pasti memikirkan kepentingan luas, bukan lagi kepentingan diri dan kelompok. Inilah kodrat manusia. Sekarang ini kita baru menjalani kodrat binatang. Para pemimpin, pejabat, bahkan yang menganggap diri "rohaniwan", tapi masih memikirkan dirinya saja atau memikirkan kepentingan kelompoknya saja, sesungguhnya masih terkendali oleh insting hewani. Bila aku memaksa orang lain untuk menerima pendapatku atau melihat kebenaran dari sudut pandangku, maka aku pun masih terkendali oleh insting hewani......... Untuk Kebahagiaan Sejati, Ikuti Program Online Spiritual Trasnpersonal Psychology http://oeschool.org/e-learning/ Situs artikel terkait http://www.oneearthmedia.net/ind/ http://triwidodo.wordpress.com http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo http://www.kompasiana.com/triwidodo http://twitter.com/#!/triwidodo3 Agustus 2011

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun