Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

PR Siswa SD Dibahas Dosen?

23 September 2014   20:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:49 141 3
Begitulah fenomena yang terjadi saat ini setelah salah seorang kakak yang baik membantu adiknya mengerjakan PR di SD. Namun hasil bantuannya berbuah angka 20 untuk adiknya. Tidak puas, sang kakak membagikan hasil itu di media sosial miliknya. Terus berlanjut, hingga Dosen dan ahli matematika ikut membahas hal ini

Wow! Itu komentar saya. Ini pelajaran siswa SD lo ya, bukan disertasi atau skripsi. Bahkan seorang mahaguru ikut turun membahas masalah ini. Akhirnya hal ini dibahas kemana-mana. Lucu menurut saya, karena esensi masalah sebenarnya adalah ego sang kakak yang tidak menerima hasilnya dinilai kurang oleh "hanya" guru SD. Semakin lucu lagi, ketika ahli-ahli lainnya ikut berbicara. Bukan untuk menenangkan, namun saya melihatnya lebih sebagai ajang memperlihatkan bahwa mereka adalah orang yang "lebih" dan perlu menunjukkan "kelebihannya" itu. Tidak ada yang salah, tapi menurut saya kurang tepat.

Sang kakak yang karena egonya itu akhirnya melemparkan bola liar, yang dimainkan oleh orang-orang yang ahli tadi. Untuk masalah menjawab soal, memang ada baiknya guru menjelaskan dengan baik pada anak. Sedikit banyak saya setuju dengan tulisan salah seorang Kompasioner di http://edukasi.kompasiana.com/2014/09/22/tanggapan-soal-pr-anak-2-sd-yang-membuat-heboh-facebookx-680418.html. Kalaupun pada akhirnya, tanggapan itu harusnya muncul dari pihak pendidik. Apalagi ada yang pengalaman anaknya, meskipun secara proses salah namun karena jawaban benar, guru masih memberikan penghargaan. Barangkali ini lebih pada standarisasi penilaian. Ada yang salah dengan sosialisasi standar penilaian guru. Hal ini tugas Disdik tentunya. Sayangnya Kemendikbud sendiri saat ini seolah berputar pada masalah pemantapan Kurikulum 2013, sementara kurikulum ini pada prakteknya masih belum sepenuhnya dikuasai guru.

Pada akhirnya, menurut saya dengan segala rendah hati saya mohon maaf. Terlebih karena saya beranggapan bahwa segala tanggapan atas jawaban siswa SD tersebut akhirnya hanya menjadi ajang pertunjukkan kehebatan penjawab. Masalah sang adik yang akhirnya kecewa karena mendapat 20, yang bisa jadi setelah itu ngambek terabaikan. Padahal ngambeknya sang adik bisa jadi membuat ia tidak semangat belajar matematika lagi. Hal-hal seperti inilah yang harus diperhatikan pendidik, terlepas dari konsep pelajaran yang harus dipahami anak didiknya.

Seorang pencari kebijaksanaan menghampiri seorang murid dan bertanya dengan penuh hormat: 'Apa makna hidup manusia?'



Murid itu lalu mempelajari tulisan Gurunya dan dengan yakin menjawab dengan kata-kata sang Guru sendiri: 'Hidup manusia tidak lain daripada ungkapan kelimpahan Tuhan.'



Ketika pencari kebijaksanaan itu bertemu dengan sang Guru sendiri, ia mengajukan pertanyaan yang sama. Sang Guru menjawab: 'Aku tidak tahu.'



Pencari kebijaksanaan berkata: 'Aku tidak tahu.' Hal itu menandakan kejujuran. Sang Guru berkata: 'Aku tidak tahu.' Hal itu menandakan pemikiran mistik, yang mengetahui segala sesuatu dengan cara tidak mengetahuinya. Murid berkata: 'Aku tahu.' Hal itu menandakan kebodohan dalam bentuk pengetahuan pinjaman.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun