Terjebak di lorong waktu
Itu pendapat saya. Bagaimana tidak, hasil pilpres sudah diumumkan. Sudah pula dibahas MK dan keputusan dari MK sudah jelas. Yang mengherankan bagi saya adalah tetap saja ada yang berkata," kalau saya lagi diluar negeri ditanya Presiden saya, saya akan jawab SBY aja". Waduh parah.. Pada kasus-kasus psikologis ini bisa dikategorikan orang yang terhambat perkembangan mentalnya. Mereka tertahan pada satu masa yang sangat traumatis, sehingga tidak mampu menerima kenyataan atas akibat yang ditimbulkan trauma tersebut. Segitu parahnya? Entah apa yang membuat mereka bisa tertahan secara masal. Biasanya dalam kejadian bencana yang dirasakan banyak orang, jenis reaksi traumanya bisa berbeda-beda.
Saya jadi membayangkan seperti berhadapan dengan sekelompok anak kecil yang ketika mereka sedang bermain dengan teman-temannya dan kelompoknya kalah. Reaksi yang biasanya muncul adalah si anak marah dan mengancam tidak mau lanjut bermain. Kalaupun teman-temannya yang lain masih bermain, karena malu pelan-pelan ia mendekati teman-temannya untuk curhat. Sambil, tentu saja, menjelekkan teman dari kubu lainnya. Anak saya saat usia 5 tahun masih begitu, tapi seiring dengan bertambahnya usia dia sudah lebih bisa menerima kekalahan dan memasang strategi baru untuk menang dikesempatan yang lain. Sementara ini semua orang dewasa, lebih dari satu dan tersebar di banyak tempat. Apa yang terjadi?
Entahlah, barangkali mereka sebenarnya belum dewasa. Belum bisa atau tidak mau melihat dari satu sisi saja. Terlalu sering dimanjakan waktu kecil, apabila ada keinginan yang tidak dituruti ngambek sampai tujuan tercapai. Sayangnya ini di masyarakat, bukan di keluarga. Ini di dunia nyata, bukan di dunia maya. Apa tidak capek ya melihat segala sesuatu dengan negatif. Tukang sampah aja tidak akan mau membawa-bawa karung sampahnya terus kemana-mana karena bau. Kok mereka mau tetap menyimpan kecewa hingga berlama-lama. Aneh. Semoga mereka bisa sadar, bahwa kalender hari ini sudah menunjukkan 22 September 2014.
Sanur