Menghadapi pilihan ini membuatku merasa bimbang. Setiap kali melihat buku atau tulisan, hatiku selalu tertarik ke arah sastra. Namun, ketika melihat kenyataan dunia kerja yang keras, aku tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa teknik mesin memiliki prospek yang lebih jelas dan menjanjikan.
Akhirnya, aku memilih teknik mesin. Bukan karena aku menyerah pada kecintaanku terhadap sastra, tetapi karena aku melihat peluang di bidang ini yang bisa membawaku menuju karier yang stabil. Sastra, pikirku, masih bisa aku tekuni sebagai hobi. Menulis tidak harus menjadi karier utama, tapi bisa tetap menjadi bagian dari hidupku.
Memasuki dunia teknik mesin ternyata tidak mudah. Banyak hal yang harus kupelajari dari nol, dan tidak jarang aku merasa kewalahan. Namun, seiring berjalannya waktu, aku mulai menemukan sisi menarik dalam mempelajari bagaimana mesin bekerja. Aku menemukan bahwa belajar teknik juga melatih pola pikir yang logis dan sistematis, sesuatu yang diam-diam mulai aku nikmati.
Meskipun kini aku fokus pada teknik mesin, sastra tidak pernah benar-benar hilang dari hidupku. Aku tetap menulis, bahkan di sela-sela kesibukanku sebagai mahasiswa teknik. Menulis adalah caraku untuk tetap terhubung dengan sisi kreatifku, dan melalui tulisan, aku bisa menuangkan pikiran-pikiran yang mungkin tidak bisa kuungkapkan melalui teknik.
Pilihan untuk mengambil jurusan teknik mesin memang lahir dari pertimbangan yang matang, bukan sekadar mengikuti kata hati. Namun, itu tidak berarti aku harus meninggalkan passion-ku. Aku percaya bahwa dalam hidup, kita bisa menemukan keseimbangan antara apa yang kita cintai dan apa yang realistis. Dan itulah yang membuat perjalanan ini begitu bermakna.