Dunia Mengakui Keberhasilannya Pada bulan September tahun 2012 lalu, telah diadakan forum LPG Dunia yang ke-25 tepatnya di Nusa Dua Bali. Acara tersebut dibuka langsung oleh Wakil Presiden RI, Boediono. Acara tersebut dihadiri lebih dari seribu delegasi dari 67 negara dari industri kalangan bisnis, pelaku industri, produsen dan pemangku kebijakan. Sejumlah agenda terkait isu-isu penting sektor energi gas dan teknologi dibahas para peserta.Selain itu, di acara ini juga diisi pameran yang menampilkan produk dan teknologi perusahaan-perusahaan dalam negeri dan luar negeri di bidang energi dan gas. Dalam sambutannya, Wapres mengungkapkan kebijakan gas mencapai keberhasilannya dimulai dari program subtsituasi elpiji dari minyak tanah ke rumah tangga. Program konversi bahan bakar minyak (BBM) jenis Mitan ke LPG yang diterapkan di Indonesia sejak 2007 telah diakui dunia. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya yang mengatakan bahwa program konversi mitan ke LPG di Indonesia menjadi catatan penting dan belum pernah dicapai oleh negara manapun.[5] Selama kurun waktu 2007 sampai dengan pertengahan 2012, program tersebut berhasil menekan angka subsidi mitan sampai Rp 70 triliun. PT. Pertamina (Persero) selaku pelaksana program konversi tersebut telah menggelontorkan 47,9 juta paket perdana LPG kemasan 3 kilogram (kg) sejak 2007 sampai Juni 2012.[6] Sudahkah Subsidi Tepat Sasaran? Di Indonesia jika berbicara mengenai barang bersubsidi selalu mengarah kepada hal-hal yang pesimis. Pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana subsidi itu berlangsung? Siapa yang berhak mendapatkannya? Sudahkah tepat sasaran? Bagaimana cara mendata keluarga yang berhak mendapatkannya? selalu menjadi topik utama dalam perdebatannya. Hal tersebut menjadi maklum karena menyangkut hajat hidup orang banyak Kita bisa melihat kembali kebijakan subsidi BBM yang mengalami pasang surut dan tarik ulur, dan akhirnya tetap tidak mencabut subsidi. Subsidi BBM dalam evaluasinya tidak tepat sasaran, kendaraan ber-plat merah tetap menggunakan BBM bersubsidi, kendaraan mewah pun demikian. Lalu, subsidi ini sebenarnya untuk siapa? Benarkah untuk rakyat miskin? Fenomena demikian juga terjadi pada program konversi Mitan ke LPG. Pemerintah memang sudah menghimbau bahwa LPG untuk ukuran 3 kg diperuntukkan bagi mereka rumah tangga miskin, warung-warung kecil. Untuk industri, rumah makan, dan masyarakat menengah ke atas disediakan LPG non-subsidi, yaitu LPG ukuran 12 kg dan 50 kg. Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan tidak demikian. Penulis sempat melihat beberapa rumah makan yang dulunya memakai 12 kg tetapi setelah ada kebijakan konversi tersebut mereka berbondong-bondong beralih ke 3 kg. Alasan yang dilontarkan pun seragam, harga yang lebih murah. Memang harga LPG ukuran 12 kg sebesar Rp. 76.000,- hingga Rp.79.000,- per tabung. Dikaluksikan memang lebih menekan biaya jika menggunakan LPG ukuran 3 kg. Harga LPG ukuran 3 kg sebesar Rp. 12.500,- hingga Rp. 13.000,- per tabung. Jika 4 kali tabung LPG ukuran 3 kg didapat seharga Rp. 50.000,-. Selain itu, terkadang masih adanya industri dan peternakan yang masih menggunakan LPG ukuran 3 kg. Kondisi-kondisi di atas membuat program konversi LPG tersebut dirasa kurang tepat sasaran. Ditambah dengan adanya daerah-daerah pelosok desa yang masih belum dijangkau oleh adanya program konversi tersebut. Distribusi LPG oleh agen kebanyakan terpusat di daerah kota dan sekitar wilayah agen saja. Subsidi dalam sebuah negara bukanlah suatu hal yang diharamkan, bahkan negara dengan perekonomian terkuat seperti Amerika Serikat (AS), China, dan Jepang saja masih memberikan subsidi kepada masyarakatnya. Misalnya, AS masih memberikan subsidi pupuk kepada para petaninya. Tujuan daripada subsidi sebenarnya sungguh mulia, yaitu ingin mensejahterakan rakyat. Dengan melihat fenomena di atas, bukan berarti program konversi Mitan ke LPG bukan tidak harus didukung. Program ini cukup baik dalam jangka panjang, tetapi dalam perjalanan kedepannya pemerintah dan pihak terkait juga perlu merevisi, membuat formulasi undang-undang maupun peraturan agar program subsidi ini tepat sasaran dan merata distribusinya. Referensi :