Percobaan (pogging) adalah perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang. Eddy Os Hiariej mendefinisikan percobaan termasuk kedalam delik yang tidak selesai dan bukan merupakan delik mandiri, di sisi lain percobaan adalah dasar memperluas dapat dipidananya perbuatan. Selain itu, pasal tentang percobaan tidak mungkin berdiri sendiri tetapi di juncto-kan dengan pasal-pasal tentang kejahatan yang terdapat dalam buku kedua KUHP. Undang-Undang maupun KUHP tidak memberikan pengertian atau definisi mengenai percobaan, tetapi Percobaan tindak pidana telah diatur dalam KUHP pada pasal 53 ayat (1) sampai dengan ayat (4) dan pasal 54.
Pasal 53 ayat (1) KUHP mendefinisikan percobaan sebagai berikut:
“Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.”
Berdasarkan pasal tersebut kita dapat meninjau bahwa terdapat tiga unsur dalam percobaan.
1. Adanya niat, maksud (voornemen)
niat (voornemen) adalah unsur subjektif dalam percobaan. Simons,Van Hamel, Zevenbergen, dan pompe berpendapat bahwa niat sama dengan sengaja, sedangkan Vos menyatakan bahwa niat diartikan sebagai kesengajaan yang dimaksud. Kemudian Moeljatno mendefinisikan niat (voornemen) didalam Memory van Toelichting / MvT dikatakan adalah “ niat untuk melakuakan perbuatan yang oleh wet dipandang sebagai kejahatan “. Jadi, pengertian niat dan maksud di sini adalah adanya kesengajaan meskipun perbuatan tersebut tidak tercapai namun ada unsur niat dan batin jahat untuk kejahatan meskipun hanya percobaan tetap dapat dihukum.
2. Adanya suatu permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering)
unsur kedua berikutnya setelah adanya niat kemudian adanya perwujudan permulaan pelaksanaan. artinya permulaan pelaksanaan berarti terjadi suatu perbuatan tertentu maka perbuatan itu yang dapat dipidana. Moeljatno menyatakan bahwa dalam praktik antara pebuatan, persiapan, dan perbuatan pelaksanaan tidak ada perbedaan secara materiil, artinya perbuatan persiapan ini mengumpulkan kekuatan, sedangkan perbuatan pelaksanaan melepaskan kekuatan yang telah dikumpulkan. VOS berpendapat bahwa permulaan pelasanaan adalah apabila perbuatan itu mempunyai sifat terlarang terhadap kepentingan hukum. Selain itu, permulaan pelaksanaan dapat dimengertikan menggunakan teori subjektif dan objektif. Menurut teori objektif, dapat dipidananya percobaan karena adanya perbuatan pelaksanaan untuk melakukan kejahatan. Teori objektif ini lebih menekankan pada perbuatan pelaksanaan yang membahayakan. para penganut paham objektif menggunakan tindakan dari sipelaku sebagai dasar peninjauan, Teori subjektif lebih menekankan kepada niat, sikap batin yang jahat dan berhaya dari si pelaku, teori subjektif ini berpandangan bahwa percobaan harus dipidana, oleh karena orang tersebut bersifat berbahaya. Postulat yang mendukung teori subjektif ini adalah intention mea imponit nomen operi meo, niat seseorang terceminkan pada perbuatannya.
3. Tidak selesainya pelaksanaan itu semata-mata bukan karena kehendak sendiri
Pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata karena kehendak pelaku tetapi karena ada hal yang menghalangi, seperti alat yang dipakai rusak atau ada orang yang menghalangi, atau ada keadaan-keadaan khusus pada objek yang menjadi sasaran. Menurut Frank kriteria menentukan tidak selesainya permulaan pelaksanaan bukan karena kehendak sendiri. Menurut Barda Nawawi Arief tidak selesainya pelaksanaan kejahatan yang dituju bukan karena kehendak sendiri,dapat terjadi karena hal berikut:
a. Adanya penghalang fisik. Contoh: tidak matinya orang yang ditembak, karena tangannya disentakkan orang sehingga tembakan menyimpang atau pistolnya terlepas. Termasuk dalam pengertian ini ialah jika ada kerusakan pada alat yang digunakan misal pelurunya macet atau tidak meletus, bom waktu yang jamnya rusak.
b. Walaupun tidak ada penghalang fisik, tetapitidak selesainya itu disebabkan karena akan adanya penghalang fisik. Contoh: takut segera ditangkap karena gerak-geriknya untuk mencuri telah diketahui oleh orang lain.
c. Adanya penghalang yang disebabkan oleh faktor-faktor / keadaan keadaan khusus pada objek yang menjadi sasaran. Contoh: Daya tahan orang yang ditembak cukup kuat sehingga tidak mati atau yang tertembak bagian yang tidak membahayakan; barang yang akan dicuri terlalu berat walaupun sipencuri telah berusaha mengangkatnya sekuat tenaga.
Jika tidak selesainya perbuatan itu disebabkan oleh kehendaknya sendiri, maka dapat dikatakan bahwa ada pengunduran diri secara sukarela. Menurut MVT syarat pengunduran secara sukarela tentang pembentukan Pasal 53 ayat (1) adalah:
a. Memberikan jaminan bahwa seseorang yang membatalkan niatnya secara sukarela tidak dapat dihukum, apabila ia dapat membuktikan bahwa pada waktunya yang tepat ia masih mempunyai keinginan untuk membatalkan niatnya yang jahat; dan
b. Karena jaminan semacam itu merupakan suatu sarana yang paling pasti untuk menghentikan pelaksanaan suatu kejahatan yang sedang berlangsung.
SANKSI PERCOBAAN TINDAK PIDANA
Meninjau kembali Pasal 53 KUHP ayat (2) menyatakan “ Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiganya.” KUHP memberikan ancaman pidana terhadap pogging dengan mengurangi sepertiga dari maksimum pidana pokok. Kemudian pada Pasal 53 ayat (3) KUHP menyatakan “ Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun “ dan Pasal 53 ayat (4) KUHP menyatakan “ Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.”
Percobaan terhadap pelanggaran tidak diancam pidana sesuai dengan pasal 54 KUHP. “Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.” Tentu hal ini dapat mempertegas bahwa patut dapat dipidananya percobaan karena sifat berbahayanya perbuatan, pelanggaran merupakan perbuatan yang lebih ringan daripada kejahatan sehingga percobaan terhadap pelanggaran tidak dapat dipidana.
Dapat disimpulkan bahwa percobaan kejahatan hanya dapat dipidana pada tindak pidana dengan kesengajaan sebagai niat (dolus) dan tidak berlaku pada kealpaan (culpa), Percobaan melakukan pelanggaran tidak dipidana, Percobaan hanya dapat terjadi pada delik commisionis, hal ini tidak dapat terjadi pada delik omissionis karena unsur perbuatannya adalah berupa tidak berbuat atau tidak melakukan perbuatan yang diwajibkan dan diharuskan oleh Undang-Undang. Sedangkan pada percobaan kejahatan harus ada permulaan pelaksanaan, yang di mana harus ada perbuatan aktif.