Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Kos Elite

16 Juli 2024   05:22 Diperbarui: 16 Juli 2024   05:57 1187 41
Oleh: Tri Handoyo

Suatu petang di sudut kota Surabaya yang gerah. Ningrum sedang mandi, tiba-tiba ia merasa pintu di belakangnya terbuka. Di samping terdengar suara engsel berderit, juga ada angin yang bertiup dari belakang. Waktu berpaling dia melihat pintu itu benar terbuka lebar dan betapa kaget karena ada sosok perempuan berbaju putih berdiri tepat di depan. Wajahnya tertunduk dan tertutup rambut panjang.

Ningrum menjerit histeris, sehingga beberapa orang berlarian mendatangi. Mereka mencoba membuka pintu kamar mandi yang ternyata masih tertutup. Kenyataannya pintu itu masih terkunci dari dalam.

"Ning, kenapa kamu? Ada apa? Buka pintunya?"

Ningrum bergegas membuka slot kunci dan keluar hanya dengan menutupi tubuhnya pakai handuk. Masih ada busa sabun di beberapa bagian. "Ada hantu!" gumamnya sesenggukan, "Aku lihat hantu!" imbuhnya dengan tubuh menggigil.

Sejak kejadian itu, tidak ada lagi yang berani mandi sore-sore. Jika malam mau ke kamar mandi, mereka selalu ajak-ajak teman.

Gita bertemu dengan Tutik di kampus. Tutik sebelumnya menempati kamar di sebelah kamar Elsa, yang mendadak pindah paling duluan dari rumah kos yang terkenal elite itu.

"Tik, sebetulnya kenapa kamu pindah?" tanya Gita ketika di kelas. Dia yakin pasti ada alasan yang bisa jadi berhubungan dengan soal penampakan hantu yang belakangan meneror tempat kos.

"Gak apa-apa, Git! Aku ditawari teman untuk tinggal bersamanya!"

"Jujur, kenapa?" desak Gita. "Soalnya kemarin Ningrum melihat hantu di kamar mandi!"

Tutik akhirnya mengaku, ia memutuskan mencari kos lain karena sering mendengar suara perempuan menangis dari kamar sebelah. Padahal kamar itu kosong sejak sebulan yang lalu. Kamar itu adalah kamar Elsa yang meninggal dunia karena bunuh diri.

Yang berikutnya adalah peristiwa teror telepon. Telepon itu terletak di dekat dapur. Lumayan jauh dari deretan kamar-kamar tidur. Belakangan setiap malam telepon itu berdering. Tidak ada yang berani mengangkat. Karena bunyi berulang kali, akhirnya ada tiga orang memberanikan diri bersama-sama menghampiri telepon. Khawatir barangkali ada berita penting dari keluarga di kampung.

"Halo..!" ucap Putri.

Lama tidak ada balasan. Hanya terdengar seperti suara angin berhembus. Lampu dapur yang biasanya terang saat itu tampak remang-remang. Barangkali sudah waktunya harus diganti. Suasana begitu senyap, hingga terdengar suara nafas di seberang telepon.

"Halo..!"

"Halooo...!" terdengar suara balasan seorang perempuan dengan nada lembut. Kemudian cekikikan pelan.

"Hei kamu jangan kurang ajar ya!" Gagang telepon ditutup. Sebelum melangkah meninggalkan tempat itu, telepon berbunyi lagi.

Putri kembali mengangkat gagang dan dengan ketus menegur, "Hei! Kamu apa kurang kerjaan ya, malam-malam begini..."

Terdengar lagi hembusan angin disertai tawa lirih.

"Jangan dihiraukan. Itu orang gendeng!" pungkas Yuli, dan mereka satu ide.

Putri menghardik di telepon,  "Hei setan, jangan kamu pikir aku takut ya!"

"Kalau gak takut kenapa sampai bertiga? Hii..hii..."

Gagang telepon digeletakan cepat, lalu mereka berlomba lari meninggalkan tempat itu. Perempuan dari seberang itu pasti hantu, karena tahu pasti bahwa mereka datang bertiga.

Wita, gadis yang paling pemberani di tempat kos, tinggal sekamar dengan kakaknya. Kini ia sendirian karena Rita, kakaknya, sedang ikut KKN.

Ketika malam, beberapa kali Wita mendengar kamarnya diketuk seseorang dari luar. Tapi setiap kali dibuka tidak ada siapa-siapa.

Karena jengkel, dia tidak mengunci pintu dan menunggu di balik kelambu jendela. Ia akan menjebak siapa orang yang jahil itu. Begitu ada yang mengetuk lagi, secepatnya Wita membuka pintu. Ada seorang gadis berambut panjang dengan cepat berpaling dan berjalan menjauh.

"Cari siapa, Mbak?" tanya Wita melangkah cepat membuntuti gadis asing itu. "Hei siapa kamu?"

Gadis itu menuju tempat jemuran dan tiba-tiba menghilang di kegelapan. Wita baru sadar bahwa itu bukan manusia. Ia merahasiakan kejadian itu dan berniat akan menceritakan hanya kepada kakaknya.

Hari itu Leli mengaku melihat ibu kos pulang membonceng seorang gadis. Gadis yang menurutnya sangat cantik itu masuk ke kamar di sebelah kamarnya.

Leli kemudian menghampiri, memanggil sambil mengetuk pintu. Ia bermaksud memperkenalkan diri. Sebagai penghuni baru, dia merasa harus aktif memperkenalkan diri. Apalagi tetangga sebelah kamar.

"Permisi! Mbak..!" Leli mendengar pintu dikunci dari dalam. Kemudian terdengar jelas saklar lampu dimatikan. Kamar itu kini gelap. "Maaf, kalau mengganggu. Aku cuma mau berkenalan. Saya anak baru di sini. Sekali lagi maaf!"

Leli kemudian berjalan menuju dapur dan bertemu Ratih dan Putri yang sedang merebus mie.

"Sombong sekali anak itu!" celotehnya, bukan untuk mengadu, melainkan sekedar melampiaskan kekecewaan. "Aku cuma mau berkenalan tapi tidak digubris sama sekali. Malahan lampunya dimatikan!"

"Siapa?" tanya Ratih.

"Itu, yang tinggal di kamar sebelahku!"

Mendengar itu Putri menimpali. "Lha kamar itu kosong kok!"

"Kosong? Tidak mungkin, Mbak. Soalnya aku lihat barusan ada cewek masuk!"

"Ha? Cewek seperti apa?" Kedua gadis itu setengah berseru dengan mata terbelalak.

"Cewek berambut panjang yang tadi dibonceng sama bu Dar!"

Bu Dar, pelayan tempat kos keluar dari ruang tidurnya. Rupanya ia mendengar percakapan itu. Tersirat ada kegugupan tersembunyi di wajahnya. "Ibu tadi pulang sendirian kok. Mbak Leli pasti salah lihat!" sahutnya.

"Tapi saya lihat cewek itu berjalan di belakang Bu Dar! Pakai jaket hitam. Bawa bingkisan hitam. Malahan dia melambaikan tangan ke ibu sebelum pergi menuju kamarnya!"

Ibu Dar, Ratih dan Putri merasa merinding, sekaligus bingung untuk menceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi dengan penghuni kamar kosong itu. Tanpa sadar mereka saling memperpendek jarak. Merapat satu sama lain. Merasa seolah-olah sedang ada makhluk lain yang sedang mengawasi mereka.

Leli curiga bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Keesokan harinya ia langsung pamit mau pindah. Perasaannya mengatakan kamar sebelahnya itu berhantu.

Akhirnya yang tersisa tinggal tiga orang. Wita dan kakaknya, Rita, serta Gita. Rita secara tak sengaja menyinggung mengenai apa yang pernah dialami adiknya, tapi kemudian mengurungkan niatnya.

"Ada yang ngetuk pintu? Terus, tolong ceritakan kejadian utuhnya?" desak Gita penasaran, "Apa yang ngetuk pintu itu hantu? Tapi aku memang sudah punya rencana mau pindah. Soalnya di sini sepi, gak asyik lagi!"

Rita yang sudah berjanji kepada adiknya untuk merahasiakan kejadian itu, akhirnya terpaksa menceritakannya kepada Gita.

"Waduh, menakutkan! Kamu dan Wita kenapa gak pindah?"

"Aku suka di tempat kos elite ini!" tegas Rita sambil tersenyum. Aneh.

Setelah mendengar kejadian yang dialami Wita, Gita semakin membulatkan tekad untuk secepatnya pindah. Kalau bisa hari itu juga. Ketika ia mengemasi barang-barang. Wita yang baru pulang dari kampus lewat di depan kamar.

"Hei, kok sepertinya.., kamu mau pindah juga, Git?"

"Iya! Wit, kamu kok tidak cerita kalau ada hantu perempuan yang ngetuk kamarmu?"

"Kok kamu tahu?"

"Rita yang barusan cerita!"

"Dia sudah datang? Kapan?"

"Baru saja ngobrol sama aku di sini!"

Wita bergegas pergi ke kamar untuk menemui kakaknya. Tapi kamar itu masih terkunci. Ia membuka kamar dan ternyata kosong. Dia mencari di dapur dan kamar mandi. Sepi. Tidak ada seorang pun.

"Git, Mbak Rita gak ada. Kamu bohong. Dia belum pulang, karena kamarku masih terkunci.

"Apa? Gak mungkin!" bantah Gita lemas. "Jelas gak mungkin..!"

"Git, lagi pula aku belum pernah cerita mengenai kejadian yang aku alami itu ke Mbak Rita!"

"Jadi...!"

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun