Oleh: Tri Handoyo
Ajining diri soko lathi
Ajining raga soko busana
Ajining bangsa soko budaya
Ungkapan bijak Jawa tersebut memiliki arti bahwa harga diri sesorang ditentukan oleh lidah (ucapan). Harga diri raga ditentukan oleh busana (penampilan). Harga diri bangsa ditentukan oleh budaya.
Seringkali budaya itu dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat kuno, atau yang kedengarannya sudah ketinggalan jaman. Itu anggapan yang tidak tepat. Orang berbudaya itu tidak lantas tinggal di rumah tua, mengendarai kendaraan antik, mengenakan busana tradisional, atau sering hadir di acara upacara kebudayaan. Bukan seperti itu.
Yang tepat adalah, berbudaya itu berarti memiliki kualitas kepribadian yang luhur dan unggul. Sedangkan arti budi daya adalah usaha memelihara atau merawat hingga sesuatu itu bermanfaat dan memberikan hasil. Jadi hasil dari budi daya akal budi itu adalah budaya.
Budaya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi. Ini diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan akal budi manusia. Dengan demikian, budaya bisa didefinisikan sebagai cara hidup suatu kelompok masyarakat, yang terbentuk dari beberapa unsur yang kompleks, seperti bahasa, adat istiadat, tradisi, karya seni, agama dan politik, yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya ini menjadi sangat penting karena dari sinilah kehormatan sebuah bangsa ditentukan.
Salah satu ciri orang berbudaya adalah memiliki budi pekerti luhur. Ini merupakan perilaku yang didasari oleh niat baik, pikiran positif dan ditempuh dengan cara-cara yang tentu harus baik pula.
Orang yang berbudi pekerti luhur tidak akan bersikap egois. Tidak sombong. Mereka justru cenderung menunjukkan sikap rendah hati. Di samping itu mereka mampu bersikap adil dan obyektif dalam setiap membuat keputusan.
Ciri berikutnya adalah memiliki integritas. Inti dari integritas adalah kejujuran, tidak curang, tidak culas, dan tidak suka berdusta. Keteguhan memegang prinsip juga merupakan ciri khasnya yang menonjol.
Barangkali ini tampak seperti sebuah konsep kuno di era yang serba pragmatis dan transaksional dewasa ini. Namun, ini menjadi pondasi penting bagi orang yang berbudaya.
Selanjutnya adalah memiliki empati. Orang yang berempati itu memiliki kemampuan untuk membuat orang-orang di sekelilingnya merasa dihargai dan dipahami.
Empati sebagai landasan moral, berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan memberikan banyak manfaat. Empati mampu membuat orang menjalin hubungan emosional lebih dalam dari hanya sekadar tata krama semata.
Yang berikutnya adalah bersikap toleran. Toleransi berarti menghargai setiap orang dengan keberagamannya masing-masing. Toleransi adalah menyingkirkan prasangka buruk yang diakibatkan oleh ketidakpedulian, dan menghormati serta menghargai satu sama lain melalui sikap saling pengertian. Orang toleran juga tidak mudah merasa iri dengki dan merasa terancam oleh kesuksesan yang diraih pihak lain.
Ciri yang terakhir orang berbudaya adalah senantiasa ingin mengembangkan potensi diri. Mereka akan terus-menerus berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya dan bersedia mengakui serta mau belajar dari kesalahan.
Apabila seseorang memiliki semua ciri-ciri seperti di atas, maka tidak dapat disangkal lagi bahwa dia merupakan orang yang berbudaya.
Budi daya akal budi adalah melestarikan budaya. Ini sama halnya dengan menghargai dan menghormati para leluhur. Budi daya akal budi sama halnya dengan memperkokoh jatidiri bangsa.
Apabila sebuah bangsa mampu melestarikan budaya, yang artinya menjunjung tinggi ajaran luhur dari para leluhur, maka ia akan menjadi bangsa besar dan terhormat. Ini merupakan cara yang mencerminkan nilai-nilai terdalam dan tujuan jangka panjang dari sebuah bangsa.
Kembali ke pepatah 'Ajining bangsa soko budaya', jadi sekali lagi, harga diri bangsa ditentukan dari budaya.
Hidup budaya..!