Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Pahitnya Jampi Tak Sepahit Nasib Majapahit

25 April 2024   18:18 Diperbarui: 12 Juni 2024   19:09 947 52

Oleh: Tri Handoyo

Ada sisi yang jarang terungkap di era kejayaan Majapahit, yakni soal ramuan jampi rempah-rempah. Jampi memiliki arti jamu atau obat, tapi jika kata tersebut diulang bisa berarti mantra atau doa. Jampi berbahan rempah-rempah ini sangat populer, bahkan sampai tembus ke mancanegara.

Sejarah mencatat bahwa jampi rempah-rempah pernah menempati posisi penting dalam mengharumkan nama Nusantara. Kerajaan Majapahit pernah menjadi pemasok utama rempah-rempah dalam perdagangan internasional. Begitu pentingnya rempah sehingga menjadi komoditas andalan yang ikut menentukan kondisi politik, ekonomi, serta sosial budaya dalam skala global.

Jalur perdagangan rempah memicu berkembangnya beragam pengetahuan dan kebudayaan yang bukan saja menjadi warisan budaya Nusantara, namun juga menjadi warisan budaya dunia. Membicarakan jampi bukan sekedar soal perilaku hidup sehat, namun lebih dari itu, yakni memori kolektif jampi yang mampu menumbuhkan kebanggaan dan rasa nasionalisme, serta memberikan pemaknaan penting tentang arti berbangsa dan bernegara.

Sejak lama bangsa Eropa penasaran dan ingin mencari asal rempah-rempah yang selain berkhasiat juga beraroma menarik, unik dan eksotik. Berlomba-lombalah pencarian rempah, seperti cengkeh, pala, fuli, dan lain-lainnya. Benda-benda itu hanya terdapat di pulau Maluku, sehingga wajar jika super langka dan sangat mahal. Ini yang membuat rempah menjadi simbol kekuasaan, kekayaan sekaligus kemewahan. Tidak jarang para raja dan bangsawan menimbun rempah di gudang-gudang perbendaharaan mereka.

Selain di atas, berbagai macam rempah khususnya lada, kayu manis, adas, kapulaga, kunyit, jahe, lengkuas, merica dan daun salam, menjadi daya tarik bangsa Eropa untuk berdatangan.

Oleh karena itu, mereka pun rela mengarungi samudera, menempuh perjalanan jauh, dan bahkan siap perang demi bisa memperolehnya. Sebelumnya mereka memang bergantung kepada pedagang Arab dan India, yang lebih dulu menguasai dan merahasiakan tempatnya.

Rempah-rempah memang menjadi faktor penentu kelezatan sebuah masakan. Ketinggalan satu saja bumbu rempah, di samping aroma makanan akan berbeda, juga mengurangi cita rasa yang khas. Selain sebagai penyedap cita rasa, rempah juga dimanfaatkan sebagai pewarna, pengawet, tambahan parfum, dan yang lebih penting lagi yaitu sebagai bahan obat-obatan.

Sejak lama nenek moyang Nusantara mengetahui bahwa rempah-rempah mampu memberikan manfaat besar bagi kesehatan tubuh. Mengonsumsinya secara berkala akan mampu mencegah resiko timbulnya berbagai macam penyakit.

Jampi rempah-rempah dapat mencegah kerusakan sel-sel, membunuh bakteri, membantu melawan infeksi, mengurangi peradangan, memperkuat sistem kekebalan tubuh, dan meminimalisir efek buruk dari penuaan.

Sistem pengobatan tradisional ini terabadikan dalam Serat Primbon Jampi Jawi, yang memuat berbagai informasi mengenai khasiat bahan-bahan, cara meracik dan dosis obat, serta cara mengkonsumsinya.

Pada masa pandemi Covid-19 yang lalu, dalam situasi yang menggelisahkan umat manusia di seluruh dunia, orang kembali tersadarkan akan keberadaan warisan jampi-jampi Nusantara, khususnya di era Majapahit. Jampi sangat berkhasiat untuk meningkatkan imunitas. Alhasil, permintaan rempah-rempah pun meningkat sangat tajam. Bahkan Presiden Jokowi memberikan dukungan agar para petani memproduksi rempah-rempah secara besar-besaran.

Tak ketinggalan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui gerakan berkesinambungan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, berusaha menghidupkan jalur rempah sebagai memori kolektif. Berbagai edukasi diberikan, di antaranya mengenai kedudukan rempah-rempah yang mempersatukan dan membentuk perkembangan peradaban Nusantara.

Seiring dengan itu, pembudidayaan dan pengembangan jampi rempah-rempah terus dilakukan secara optimal, yang mencakup produksi, pemasaran, serta penggunaannya dalam industri kesehatan, kecantikan, kuliner, dan lainnya. Dengan demikian, budaya jampi bisa meresap dalam masyarakat dan terlestarikan dengan baik kepada generasi muda.

Selain jampi, Majapahit juga terkenal memiliki banyak tabib. Salah satu yang tersohor adalah Ra Tancah, yang menjabat sebagai tabib istana di masa Prabu Wijaya hingga Prabu Jayanegara.

Jampi dan tabib ini tercantum dalam berbagai prasasti, sebagai bukti bahwa Kerajaan Majapahit sangat peduli dengan kesehatan, sehingga mendorong masyarakat untuk terus menggali dan melestarikan berbagai ramuan-ramuan jampi. Contoh berbagai prasasti tersebut adalah,

1. Prasasti Madhawapura
 
Prasasti Madhawapura tidak berangka tahun, akan tetapi dari gaya bahasanya dapat diketahui dari masa kerajaan Majapahit. Kutipan dari bagian prasasti di sisi muka adalah:

".....Abhasana (pembuat busana), Angawari (pembuat kuali), Acaraki (peracik dan penjual jamu), ....."

Acaraki berasal dari bahasa sanskerta. Secara linguistik Acaraki adalah orang yang meracik bahan-bahan dari alam untuk dijadikan jamu. Craki berarti penjual bahan-bahan jamu atau pedagang jamu. Crakn berarti bahan obat-obatan.

2. Prasasti Bendosari

Prasasti Bendosari juga disebut prasasti Manah i Manuk dan prasasti Jayasong. Prasasti Bendosari berangka tahun 1360 M. Kutipan dari bagian prasasti tersebut adalah:

".....kepada orang-orang tua dalam pertapaan di Pakandangan, sebidang sawah 16 lirih (satuan ukuran luas tanah), kepada lingkaran perdikan di Kuku 2 lirih, kepada Janggan (dukun desa) di ....."

3. Prasasti Balawi
 
Prasasti Balawi berangka tahun 1305 M. Kutipan dari bagian prasasti tersebut adalah:

"..., Juru gusali (pandai besi), tuha nambi (tukang obat), tuha dagang (ketua pedagang),.....

.....Kdi (dukun wanita), Walyan (dukun laki-laki),...."

4. Prasasti Biluluk

Prasasti Biluluk berasal dari masa pemerintahan raja Hayam Wuruk (1350 M -- 1389 M) dan Wikramawardhana (1389 M -- 1429 M). Kutipan dari bagian prasasti pad sisi muka adalah:

Sisi muka : " ..., selanjutnya segala penjaga tanah perdikan yang menjalankan usaha pekerjaan, semuanya masing-masing satu, mereka itu dibebaskan dari segala macam beban bea dan cukai, yaitu (yang berkaitan dengan) padadah (dukun pemijatan), pawiwaha (perkawinan),....."

Selain dari prasasti, ada juga kitab-kitab yang memuat mengenai ramuan jampi dan bahkan menuliskan resep-resep ramuan kuno tersebut secara detil, yang sayangnya kurang dihargai oleh generasi setelahnya. Kini jampi-jampi itu nyaris punah. Padahal kerajaan Majapahit menjadi besar karena ditunjang oleh masyarakatnya yang sehat, dan masyarakat yang sehat tidak terlepas dari ramuan makanan dan minuman yang menyehatkan pula.

Salah satu ramuan warisan Majapahit yang berhasil populer hingga masa kini adalah minuman sekoteng. Ini adalah minuman yang dahulu kala disajikan untuk menghormati tamu istimewa kerajaan.

Jampi rempah telah mengembara jauh ke seluruh penjuru dunia. Jampi telah sukses menorehkan sejarah melampaui kebesaran Majapahit. Sayangnya, pahit jampi tak sepahit nasib Majapahit, kerajaan yang berjasa membesarkannya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun