Oleh: Tri Handoyo
Agama yang intinya adalah pengejawantahan sifat Ar Rahman dan Ar Rahim Tuhan, sifat maha pengasih dan maha pemurah Tuhan di muka bumi ini, telah dimanipulasi. Kemudian yang tampak lebih menonjol adalah kebencian, kemurkaan, keberingasan dan kebrutalan.
Agama yang sejatinya menjadi rahmat bagi alam semesta, di tangan sekelompok manipulator, berubah menjadi rahmat hanya bagi kelompoknya. Agama dijadikan semacam alat sah untuk mengancam, meneror, mengintimidasi dan membantai sesamanya.
Kelompok agamawan yang demikian pernah dikaji oleh seorang peneliti, Charless Kimball, yang menulis beberapa ciri agamawan yang justru bisa mengakibatkan kehancuran bagi umat manusia.
Di dalam bukunya yang berjudul "When Religion Become Evils" (Manakala agama menjadi jahat), ciri-ciri tersebut antara lain; pemimpin agama yang mengajarkan untuk menggenggam kebenaran mutlak dan tunggal, menganggap di luar kelompoknya adalah sesat dan boleh diperangi, mewajibkan ketaatan buta sehingga keyakinannya layak dibela dengan berkorban nyawa, menghalalkan perang demi kepentingan politik merebut kekuasaan, melegalkan memanipulasi ayat-ayat suci demi meraih ambisi.
Namun demikian, semua itu hanya akan mudah diterapkan kepada mereka yang beragama secara emosional, tekstual, dan cenderung menanggalkan akal. Mereka ini akan menolak kebenaran di luar keyakinannya.
Filsuf Jerman yang paling berpengaruh, Freidrich Nietzsche berpendapat, bahwa terkadang orang tidak ingin mendengar kebenaran, karena mereka tidak ingin halusinasi mereka dihancurkan.
Bagi orang yang selalu menolak kebenaran, Allah SWT memberikan perumpamaan di Al Quran Surat Yasin ayat 9, yang berbunyi, "Kami memasang penghalang di hadapan mereka dan di belakang mereka, sehingga Kami menutupi (pandangan) mereka. Mereka pun tidak dapat melihat."
Berkenaan dengan ayat tersebut, Ibnu Katsir menafsirkan bahwa Allah memberikan dinding yang menutupi mereka dari kebenaran sehingga membuat mereka berada dalam kesesatan. Mereka tidak dapat mengambil manfaat dari kebaikan dan tidak mendapatkan petunjuk untuk menempuh jalan kebaikan.
Hal itu dikarenakan sikap mereka yang menolak memperhatikan bukti-bukti kebenaran yang terhampar di alam semesta. Sikap yang membuat mereka merasa paling benar, sombong dan keras kepala.
Di dalam dunia intertainmen ada yang disebut dengan 'pseudo event'. Mereka penonton bayaran yang dimobilisasi agar sebuah acara terkesan berkualitas dan populer. Dalam religiontainment hal itu disebut 'pseudo religion'. Mereka heboh luar biasa seolah sangat religius. Meskipun belum tentu paham agama dengan benar, tidak menerapkan perintah agama secara konsekuen, tidak paham sejarah agamanya, tapi rela mati atas nama membela agama.
Anehnya, suatu ketika ada orang yang menyatakan bahwa kitab suci itu fiksi, kelompok yang merasa sebagai juru bicara Tuhan itu seolah-olah kehabisan kata-kata, tiba-tiba membisu seribu bahasa. Padahal meyakini keberadaan kitab suci adalah bagian dari rukun iman. Bagaimana mungkin dalil-dalil yang mati-matian biasa mereka lontarkan untuk bela agama itu ternyata berdasarkan sesuatu yang bersifat fiksi?
Mereka juga sukses menjadikan agama sebagai momok. Sebagian besar masyarakat awam kemudian menjadi bertambah alergi dan menghindari pembicaraan yang ada sangkut-pautnya dengan agama. Sebagian sisanya menjadi produk yang mudah dihasut dan dibentuk agar mahir mengutuk. Mengutuk agama dan keyakinan yang berbeda. Mengutuk ulama yang amalan serta mazhab yang tidak sama.
Dalil-dalil jahil dan batil siap untuk mengumandangkan teror ke seluruh penjuru dunia. Dengan mencatut nama Tuhan, lidah mereka enteng memutar-balikan fakta dan lincah beratraksi melontarkan fitnah. Spesies non budi pekerti itu mencoba mengangkangi sejarah agar bisa menjarah sebuah negara. Ideologi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika yang dirintis para leluhur hendak mereka ubah.
Indonesia adalah negara yang sudah lama diintai untuk dibantai, kemudian dibiarkan agar menjadi santapan Burung Nazar yang hidup dari bangkai. Nama Tuhan yang mulia dilontarkan seiring kecaman, kutukan dan hujatan. Nama Tuhan diteriakan seiring kebrutalan dan keberingasan, seiring lemparan batu, anak panah, peluru dan bom molotov, ke sesama umat manusia.
Pintu masuk para tukang laknat itu adalah dengan menyatakan demokrasi adalah sistem Dajjal. Presiden dan semua aparatur negara adalah Thogut. Mayoritas masyarakat adalah ahlul bid'ah, pemuja Khurafat dan Tahayul. Hukum yang digunakan adalah hukum pemuja tuyul.
Mari cerdaskan anak bangsa dengan meningkatkan minat baca dan melek literasi, agar tidak mudah dihasut dengan propaganda murahan atas nama agama. Jangan sampai dalil-dalil jahil dan batil menjadikan Nusantara ini seperti Libya, Somalia, Sudan, Yaman, Afganistan, Iraq dan Syiria, yang telah porak poranda. Naudzubillah..!