Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Penipu Paling Berbakat Sedunia

22 Maret 2024   06:51 Diperbarui: 16 Juni 2024   08:02 1354 49

Oleh: Tri Handoyo

Assalamualaikum..., ya akwan!" Seorang lelaki kulit putih mengucapkan salam dengan begitu fasih. Ia mengenakan pakaian gamis dan bersurban hijau. Sangat mengesankan sebagai seorang muslim tulen.

Siapa orang pribumi yang tidak akan takjub, menyaksikan orang kulit putih yang mampu mengucapkan salam dengan begitu fasih. Siapa dia gerangan?

Sosok lelaki gagah itu baru pulang dari Mekah, lalu menyempatkan diri berkunjung ke beberapa ulama di Batavia.

"Nama saya Abdul Ghaffar!" Begitu ia memperkenalkan diri dengan santun.

Abdul Ghaffar adalah penipu paling berbakat sedunia. Sebagai sosok intelektual, cerdas, elegan, dan memesona, serta aura maskulin yang terpancar kuat, dia bisa memukau muslim mana pun di muka bumi.

Yang menjadi masalah, ia tidak memiliki wajah Arab, sehingga lumayan kesulitan untuk meyakinkan umat Islam bahwa ia masih keturunan Rasulullah. Andaikata dia orang Arab, niscaya ia tidak segan-segan mencangkokan nasabnya. Namun demikian, tidak sedikit orang Betawi yang akhirnya memanggilnya dengan sebutan 'sayyid'.

Nama asli penipu ulung itu adalah Christian Snouck Hurgronje. Seorang sarjana Belanda bidang budaya Oriental dan Bahasa. Pada 1889, ia menjadi profesor Melayu di Universitas Leiden, dan kemudian menjadi penasehat resmi pemerintah Belanda untuk urusan kolonial. Ia bertugas di Indonesia sejak tahun 1889 sampai tahun 1905.

Sebagai mualaf, tentu saja itu tidak murni selain hanya sebagai bagian dari misi tersembunyi. Namun ia sanggup memerankan karakter muslim secara total. Tak tanggung-tanggung, sebelumnya ia belajar Islam langsung dari ulama Mekah. Beberapa tahun kemudian juga pelesir ke beberapa negara timur tengah untuk memperluas pengetahuannya tentang dunia Arab.

Di Indonesia, ia memutuskan menikah dengan putri seorang bangsawan pribumi Ciamis, Jawa Barat. Snouck menyebut pernikahan ini sebagai 'kesempatan ilmiah' untuk mempelajari dan menganalisis upacara pernikahan cara Islam. Semua itu dalam rangka melancarkan operasi spionase terorganisir yang sistematis.

Kevin W Fogg, salah seorang cendikiawan pengajar di Universitas Oxford, menyebut Snouck sebagai orang eropa pertama yang menjadi pakar tentang Arab (Arabis), yang menggunakan kacamata Arab dalam berbagai tulisan-tulisannya.

Karya-karya yang dilahirkan sepanjang karir akademiknya menjadikan Arab sebagai fokus kajian. Karya awalnya mengenai Hijaz, yang menjadi landasan bagi penelitian-penelitan setelahnya, baik yang berkaitan dengan metodologi maupun pemahamannya mengenai Islam.

Ia mengamati bahwa umat Islam Jawa begitu memuja orang Arab. Apalagi jika orang itu dianggap keturunan Nabi Muhammad. Orang Jawa akan dengan sukarela membungkukkan punggung, mencium tangan dan bahkan bersedia mencium kaki. Snouck sendiri yang karena fasih berbahasa Arab pun juga memiliki banyak pengikut setia dan pengagum dari orang-orang Islam Jawa.

Dalam sebuah kajiannya, sejak dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869, banyak penduduk asal Hadhramaut bermigrasi ke Indonesia. Sebagian besar dari mereka adalah kubu yang kalah secara politik, sehingga mengalami kehidupan yang sulit.

Mereka yang bermigrasi itu awalnya kecil, miskin dan terisolasi, akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, jumlahnya terus meningkat secara drastis.

Sebagai penasehat penjajah, Snouck terus memberi masukan ke pemerintah Hindia Belanda mengenai kelompok Hadhrami tersebut (istilah keturunan Arab dari Yaman).

Meskipun jumlah mereka tidak seberapa jika dibandingkan dengan jumlah imigran Tionghoa (China), namun pemerintah kolonial justru lebih mengkhawatirkan kedatangan mereka. Sebab tidak sedikit orang-orang yang pulang dari melaksanakan haji mulai menjadi pemberontak. Sehingga kehadiran orang-orang Timur Tengah itu patut diwaspadai.

Atas kelicikan Snouck, ia kemudian mendekati seorang tokoh ulama yang bernama Sayyid Utsman. Terjalinnya hubungan baik itu di kemudian hari menimbulkan kontroversi terhadap diri Sayyid tersebut. Ditambah dengan gelar dan medali penghormatan yang dianugerahkan pemerintah kolonial, membuat dugaan Mufti Batavia tersebut sebagai kaki tangan Belanda cukup kuat. Apalagi karya-karya beliau kemudian dibeli dan disebarkan untuk mendukung propaganda pemerintah kolonial. Lengkap sudah kecurigaan kaum pribumi.

Atas berbagai informasi dan saran yang diterima dari Snouck, Belanda pun dengan mudah mampu meredam berbagai pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang Islam. Snouck juga dianggap yang paling berperan besar dalam mengakhiri perang Aceh yang telah berlangsung selama 40 tahun.

Dalam mencari rahasia kekuatan masyarakat Aceh, khususnya mengenai kehidupan sosial-budayanya, Belanda mengirim penipu paling berbakat sedunia itu. Siapa lagi kalau bukan Snouck Hurgronje.

Snouck adalah orang yang paling paham tentang agama dan budaya Islam, serta mempunyai pengalaman bergaul dengan orang-orang Aceh selama dia belajar di Mekah.

Dalam laporan kepada pemerintah Belanda yang diberi judul Atjeh Verslag, Snouck menguraikan rahasia kekuatan Aceh, yakni para ulama yang memiliki pengaruh begitu kuat kepada rakyat. Ia juga menyebut bahwa satu-satunya cara terbaik adalah memecah belah dan mengadu domba mereka.

Setelah persatuan mereka lemah, Snouck mengusulkan agar Belanda mengadakan serangan umum di Aceh yang dipimpin oleh J.B van Heutz, Gubernur Sipil dan Militer Aceh. Sebagai hasilnya, Kesultanan Aceh takluk pada 1903.

Snouck Hurgronje jelas mengaku melakukan pendekatan rasialis. Dalam beberapa keterangannya, ia menegaskan bahwa bangsa Arab memiliki kedudukan istimewa. Sementara pribumi menempati posisi terendah. Ini bertujuan untuk membuat kesenjangan, sebab jika terjalin persatuan antara orang Islam, apalagi persatuan antara Arab-Pribumi, ini akan menjadi kekuatan yang sangat dasyat. Politik rasialis itu berjalan sukses.

Lewat skema adu domba yang cerdik, menjual nama Tuhan, Rasul, agama dan memperdaya ulama agar saling mencurigai satu sama lain dalam perebutan pengaruh. Semua itu dilakukan bukan atas dasar kebenciannya terhadap Islam, akan tetapi semata-mata demi melanggengkan status-quo.

Menurutnya, tidak ada sudut neraka yang disediakan baginya, sebab seorang pahalawan yang telah berjasa besar buat bangsa dan negara pasti akan masuk surga. Itu keyakinannya.

Di akhir masa jabatannya, Snouck menikah lagi dengan wanita pribumi lain. Ia memiliki 3 orang anak dari istri sbelumnya dan seorang anak dari istri keduanya.

Ia kembali ke Belanda di tahun berikutnya untuk melanjutkan karier akademis, dan terus menghasilkan banyak studi yang lumayan rumit, dan menjadi otoritas internasional yang berkaitan dengan dunia Arab dan agama Islam. Banyak karyanya yang diterjemahkan ke berbagai bahasa seperti Jerman, Prancis dan Inggris.

Si penipu paling berbakat sedunia yang sekaligus manipulator ulung itu meninggal dengan tenang di Leiden, tetapi pemikiran dan ide-idenya dalam berbagai bentuk yang sudah lebih bervariatif, untuk tujuan-tujuan politis dan ideologis tertentu, masih hidup dan dipakai hingga dewasa ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun