Tri Budhi Sastrio
Konsep Catur Hita Karana pertama kali dikenalkan oleh
seorang mahasiswa pasca
Yang latar belakang pendidikannya sastra -- sastra Inggris
tepatnya -- tetapi karena
Tersedia beasiswa di program S-2 Kajian Budaya
yang memang baru saja dibuka
Oleh Universitas Udayana, maka jadilah ini dosen
dari Surabaya mahasiswa pasca
Angkatan pertama bersama-sama dengan banyak
teman lainnya dari banyak kota.
Yang sepuluh mahasiswa mendapat beasiswa,
BPPS begitulah nama beasiswanya,
Sementara mahasiswa lainnya saat itu mengikuti
kuliah biaya swadana, ini pertanda
Betapa program kajian yang baru pertama dibuka
di bumi sejuta pura populer adanya.
Terima kasih disampaikan pada dua guru besar
Fakultas Sastra, sang pemrakarsa,
I Gusti Ngurah Bagus dan I Wayan Bawa, tanpa
keduanya mana ada program pasca
Yang sejak tahun pertama sudah dianugerahi beasiswa
yang berlimpah dananya.
Sambil berolah karya dalam bidang budaya,
salah seorang mahasiswa pascasarjana
Yang satu-satunya dari Surabaya, tuangkan gagasan
yang entah idenya dari mana,
Tetapi tujuannya untuk mengkritik -- kalau dihaluskan
memberi masukan namanya --
Pada teman-temannya yang dosen dari Bali yang
saat itu sedang hebat-hebatnya
Membicarakan, mendiskusikan, dan tentu saja
membanggakan konsep luar biasa,
Tri Hita Karana namanya -- dan bualan mereka
tidak hanya menyentuh mega-mega
Di angkasa tapi tampaknya juga mengguncangkan
penghuni swargaloka dan nirwana.
Pendek kata dengan melaksanakan konsep ini
maka Bali dipastikan terus sejahtera,
Damai, aman, tenang, tenteram, konflik tidak ada,
kerja sama menonjol di mana-mana.
Tetapi bualan ini tentu saja tidak bisa dipercaya,
khususnya oleh dosen dari Surabaya
Karena hampir setiap hari di Bali Post selalu saja
ada berita tentang konflik sengketa.
Memang sengketanya tidak besar-besar amat,
tapi anehnya sengketa selalu saja ada.
Kalau bukannya sengketa antar anggota keluarga,
ya antar desa adat dan warganya.
Juga bukan hal yang luar biasa, bahkan sudah biasa,
gesekan kecil terus terjadi saja,
Dengan pendatang, dengan warga dari Lombok dan
Flores, dengan warga dari Jawa.
Tri Hita Karana tentu saja tidak serta merta lalu salah
apalagi menjadi tidak berguna,
Tentu saja bukan seperti itu kasusnya, bisa saja ada
yang kurang dan tidak sempurna
Jika faktanya telah diterapkan oleh semuanya --
ini sih katanya -- tetapi gesekan serta
Sengketa kok masih terus saja ada, maka
disimaklah sekali lagi isi ini konsep idola.
Yang pertama menyatakan betapa pentingnya hidup
selaras dengan yang mahakuasa.
Konsep ini tentu saja luar biasa dalam artian isinya,
tetapi dalam artian penerapannya,
Wah, di mana saja di seluruh pelosok penjuru
nusantara, selaras dengan kehendakNya
Jelas merupakan konsep hidup yang dikenal
di mana-mana dan itu sudah sejak lama.
Konsep pertama menurut sang mahasiswa pasca,
sangat hebat dan sangat luar biasa,
Tetapi tidak hanya orang Bali saja yang
menerapkannya, yang lain kan juga sama saja.
Konsep yang kedua berbicara tentang pentingnya
hidup selaras dengan alam semesta.
Konsep ini juga sangat luar biasa dalam hal isi
dan tujuannya, tidak ada keberatannya.
Semua setuju dan sepakat, jika tidak selaras
dengan alam semesta manusia jadi apa?
Tidak langsung punah binasa itu sudah luar biasa,
jika nekad merusak alam semesta.
Bravo konsep kedua, kata sang mahasiswa pasca,
yang mendengar anggukan kepala.
Kemudian isi konsep ketiga, hidup harus harmoni
dan selaras dengan sesama manusia.
Ini juga konsep yang luar biasa isinya karena
sebagai mahluk sosial bagaimana bisa
Orang tidak memerlukan orang lainnya,
bahkan Robinson Crusoe pun terbukti nyata
Memerlukan orang lain guna melanjutkan hidupnya,
orang tidak bisa hidup sejahtera
Jika sejak awal diputuskan harus hidup sendiri
tanpa siapa-siapa ... bagaimana bisa?
Tiga konsep luar biasa inilah yang membentuk
Tri Hita Karana yang konon kabarnya
Dipopulerkan seorang cendekiawan Bali,
I Wayan Kaler, kalau tidak salah namanya.
Pertanyaannya, lalu mengapa dengan konsep yang
begitu hebat dan sangat istimewa,
Eh ... bentrokan, sengketa, gesekan, dan bahkan
juga saling hajar antar warga desa,
Terus saja terjadi dan mewarnai berita sehari-hari
di pulau dewata dan sejuta pura?
Bagaimana konsep yang tujuannya agar semuanya
mandara, aman - damai -- sejahtera
Eh, gejolaknya terjadi hampir setiap hari, kecil-kecil
dan tidak berbahaya, tetapi terus ada.
Nah, pemikiran sederhana inilah yang kemudian
melahirkan gagasan Catur Hita Karana.
Karena hanya tiga, dan bukannya empat,
maka tidak mengherankan jika terus saja ada
Yang namanya sengketa, gesekan, bentrok,
saling hajar, saling benci, dan sebagainya.
Maka kemudian ditulislah satu artikel ringan populer,
bukan makalah ilmiah bentuknya.
Dikirimkan ke Bali Post dan ketika dipublikasikan ...
ha ... ha ... ha ... Kajian Budaya
Heboh tidak terkira-kira, diskusi pun dibuka,
dan semua mahasiswa S-2 pasca sarjana,
Dengan gembira ikut serta, khususnya yang orang Bali,
dan seperti yang sudah diduga
Mereka menganggap Catur Hita Karana hanya karangan
orang iseng dan usil belaka,
Padahal mahasiswa pasca penulisnya serius --
bahkan sangat serius -- kala menulisnya.
Jika hanya tiga jelas belum sempurna karena
konflik masih punya potensi untuk terus ada.
Jadikan empat, ubah Tri Hita Karana menjadi
CATUR HITA KARANA nah harapan terbuka
Semua cita-cita, tidak hanya cita-cita hidup mandara,
ya aman-damai-sejahtera tetapi juga
Moksartham Jagadhita ya ca iti Dharma pasti akan
menjadi nyata, hanya saja memang ada
Syaratnya ... hita karana yang keempat, sama dengan
yang tiga, harus dijalankan seksama.
Kalau tidak ya percuma saja, konflik dan gesekan
tetap ada, menjalankannya harus semua
Dan sebaiknya memang mulai dari yang paling bawah,
mulai yang nomer empat urutannya.
Jadi ... jika ada orang ingin harmonis dan selaras
dengan sesama, dengan alam semesta,
Dengan yang mahakuasa, maka dia harus mulai
mencoba harmonis selaras dengan dirinya.
Bagaimana bisa berkata bahwa orang harmonis
dengan yang tiga jika dengan dirinya saja
Gagal mencapai kata sepakat ... tetapi ini semua
hendaknya tidak diartikan bahwa semua
Hasrat dan keinginan harus dituruti begitu saja,
karena yang benar justru yang sebaliknya.
Barang siapa tidak menyangkal dirinya sendiri,
maka tidak layak bagiKu, itu pernah disabda,
Dan tampaknya ini semua benar adanya karena
banyak peristiwa eh ... ternyata awalnya
Hanya karena seseorang tidak selaras dengan dirinya,
karena seseorang gagal berusaha
Mengekang dan menyangkal dirinya sendiri
yang penuh dengan nafsu, hasrat dan angkara.
Dunia damai dan sejahtera haruslah dimulai dari
dalam pikiran dan jiwa, bukan yang lainnya.
Semoga Catur Hita Karana dapat menjadi cahaya
mercu suar penerang bagi siapa saja.
Begitulah diskusi akan terus belanjut, kata akhir
belum pernah ada, tetapi tanda-tandanya,
Khususnya bagi yang peka dan mau menerima
masukan sederhana, tentu saja sudah ada.
Awali saja semuanya dengan diri sendiri,
hasil akhirnya pasti lebih bersahaja dan mulia.
Jika yang paling sulit, taklukkan diri sendiri, bisa,
maka yang lain tentu pasti bisa juga.
Essi nomor 162 -- POZ14052012 -- 087853451949