Tri Budhi Sastrio
Siapa yang akan menyangka terbang gembira kedua
berubah menjadi bencana.
Empat puluh lima anak manusia yang awalnya
mengangkasa dengan wajah ceria,
Eh, tahu-tahu mengubah wajah sanak keluarga,
kerabat dan handai-taulan lainnya,
Tak hanya keruh karena sedih tak terkira,
tapi juga basah karena linangan air mata.
Semuanya ... yah semuanya tidak ada yang tersisa,
berserakan ke mana-mana,
Karena pesawat baru yang ditumpangi berkeping-keping
tak jelas ujud bentuknya.
Memang belum supersonik kecepatannya,
tetapi jika ratusan kilometer perjamnya,
Kecepatan ini pasti cukup untuk membuat hampir
semua apa saja buatan manusia,
Berubah tidak karuan bentuknya jika ditumbukkan
pada gunung nan kokoh perkasa.
Gunung Salak gunung perkasa, meski ia tidak terlalu
tinggi menjulang ke angkasa,
Tetapi cukup punya wibawa menahan laju pesawat
jet buatan negara mana saja.
Sukhoi di Indonesia pada mulanya dikenal karena
pesawat tempur canggihnya,
Yang dibeli oleh pemerintah Indonesia guna
memperkuat jajaran angkatan udara.
SU-30 MKI Flanker -- H salah satu jenis pesawat tempur
canggih buatan Rusia,
Jelas bukan pesawat ecek-ecek karena pesawat tempur
yang satu ini pasti bisa
Bersaing dan dibandingkan dengan pesawat tempur
canggih yang mana saja.
Jadi untuk ukuran awam Indonesia seperti saya,
umpamanya, begitu ini nama
Disebut -- Sukhoi -- ya jenis pesawat tempur canggih
yang muncul kali pertama.
Karenanya agak terkejut dan tidak percaya juga
ketika disebut ada jet lainnya,
Yang bukan pesawat tempur tetapi sandang nama
Sukhoi sebagai pembuatnya.
Aha ... ternyata memang nama pesawat jet komersil
pertama buatan ini negara,
Setelah kebangkitannya dari porak porandanya
tatanan politik ekonomi negara.
Sukhoi Superjet -- 100 menjadi lambang kebangkitan
kembali ini negara raksasa.
Dan pemasarannya ternyata sukses pada banyak
negara termasuk di Indonesia.
Sejumlah maskapai penerbangan swasta
telah berancang-ancang membelinya,
Karenanya tidak mengherankan kalau setelah sukses
uji terbang perdananya,
Sertifikat laik terbang diraihnya di Rusia dan Eropa
sana, satu pesawat barunya
Datang bertandang ke Indonesia guna menunjukkan
betapa hebat dan canggihnya
Ini pesawat komersial buatan mantan negara
adi kuasa, sedang di negara asalnya
Pesawat ini sudah melayani penerbangan komersial
dan semuanya baik-baik saja.
Terbang gembira pertama, Jakarta-Pelabuhan Ratu-
Jakarta berjalan baik-baik saja.
Semua orang tampaknya puas dan gembira,
pesawatnya baru, canggih, fly-by-wire
Sistemnya, layanannya juga prima, makanan
dan minuman pasti berlimpah stoknya.
Pendek kata ini memang terbang gembira
yang penuh suka cita, sukses dah kisahnya.
Tetapi lain ceritanya ketika tiba giliran terbang gembira
yang kedua, rutenya sih sama,
Tetapi ending-nya itu lho yang benar-benar amat
sangat jauh berbeda ... yang pertama
Mendaratnya kembali di Halim Perdanakusuma,
yang kedua eh ... kok di jurang sana!
Yang pertama memang terbang gembira,
dan yang kedua awalnya sama hanya saja
Akhirnya yang sama sekali tidak membuat orang riang
apalagi gembira, ada duka cita.
Lalu siapa penanggung jawab ini bencana,
atau tegasnya salah siapa sih ini petaka?
KNKT tidak akan menjawab jika memang ini
pertanyaannya karena prinsip pertama
Dan utama mereka memang no blame --
analis tidak untuk menyalahkan siapa-siapa.
Analisisnya ya analisis semata, memaparkan fakta
dan data berdasar isi rekamannya.
Untuk yang bukan jawaban siapa yang salah saja
waktunya bisa amat sangat lama,
Apalagi jika nanti ada usaha bertanya siapa sih
pihak yang paling besar blundernya?
Yang sudah pasti pesawat nyatanya turun dari
rencana ketinggian terbang jelajahnya
Ke ketinggian yang membuat moncongnya persis
tepat mengarah ke tebing perkasa.
Benturan dahsyat yang terjadi pasti sangat hebatnya,
dan dampaknya juga luar biasa.
Pesawat hancur berkeping-keping dan serpihannya
tampak berserakan di mana-mana.
Lalu bagaimana dengan para penumpangnya
yang jumlahnya empat puluh lima jiwa?
Sulit dibayangkan ada yang selamat jika
benturannya saja dahsyatnya luar biasa.
Belum lagi setelahnya mereka meluncur ke jurang
yang ratusan meter dalamnya.
Mengapa turun ... mengapa turun ... adalah dua
pertanyaan reka-reka yang sama.
Coba tidak menurunkan ketinggian terbang
jelajahnya, bukankah tak ada bencana?
Terbang tetap riang gembira ke Pelabuhan Ratu sana
lalu setelahnya ya ke Jakarta.
Tetapi seperti kata pepatah sekali takdir ditetapkan,
sejuta jalan dapat mencapainya,
Begitu juga penerbangan si canggih Sukhoi
dari Rusia, awalnya terbang gembira
Akhirnya menjadi terbang petaka, hanya karena
turun terbangnya dan sang arga,
Arga Perak Perkasa tentu tidak mau kalah jika
hanya untuk adu kekuatan tenaga.
Dan pemenangya jelas siapa, sang gunung perkasa
hanyalah terkelupas kulitnya,
Sementara lawannya berkeping-keping tak jelas lagi
bentuknya dan yah ... sialnya,
Yang nunut si burung besi ternyata 45 jumlahnya ...
dan mereka juga tidak bersisa.
Mengapa turun ... mengapa turun ... pertanyaan ini
tetap saja terus menggoda kita,
Termasuk juga mereka yang sedang berduka,
ya mengapa turun itu pertanyaannya?
Cuaca sangat ekstrim jelas tidak ada, kerusakan
pesawat tidak ada tanda-tandanya,
Lalu mengapa turun ... mengapa turun ... apa
karena masalah komunikasi bahasa?
Suasana duka masih menggantung di kepala
anggota keluarga korban bencana,
Tangis dan aliran mata belum reda, duka dan
isak masih terdengar di mana-mana,
Tetapi pertanyaan mengapa turun ... mengapa turun ...
terus terdengar gemanya.
Ya mengapa turun ... mengapa turun ...
kalau ujung-ujungnya hanyalah bencana?
Besok atau lusa mungkin memang ada jawabnya
tapi gema pertanyaan sederhana
Mengapa turun ... mengapa turun ... terus saja
bertalu-talu mencari jawabannya,
Dan untuk sementara ini pertanyaan sederhana
diselimuti misteri penuh rahasia.
Essi nomor 160 -- POZ12052012 -- 087853451949