Saya ditinggal Bapak saya pas di hari keempat saya kuliah, maka saya belum sempat berdiskusi dan saling tukar pikiran dengan Bapak layaknya diskusi orang dewasa. Sekarang, saya membayangkan betapa 'nikmatnya' jika bisa melakukan hal itu, bisa menggali kebijaksanaannya, pengalaman panjang yang telah ditempuhnya, dan pesan-pesan personal sesama lelaki dewasa yang mungkin belum disampaikan kala saya masih dianggap anak-anak dulu.
Satu-satunya 'harta karun' yang saya temukan hanyalah goresan-goresan ala manusia purba yang ditinggalkan bapak, yakni: Sabar, Loman, Ngalah. Kombinasi potongan kata-kata ini saya temukan di beberapa tempat: di cover buku TTS yang biasa diisi Bapak di masa akhirnya, di buku catatan kecil risalah rapat pengurus Ranting NU, atau di lembaran-lembaran teks wirid istighotsah yang biasa dibacanya selepas salat.
Hanya tiga kata itu saja yang diulang-ulang di banyak tempat, tak ada penjelasan lebih apalagi syarah yang agak panjang.
Ketika saya konfirmasi ke ibu saya, kira-kira apa makna goresan Bapak itu? Ibu hanya memberikan penjelasan,
"Ibu saksinya, Bapakmu itu ya selalu berusaha sabar, loman, dan ngalah selama menjalani hidupnya. Itu juga yang sering diingatkan pada Ibu."
KEMBALI KE ARTIKEL