Gelap belum beranjak saat Hana melangkahkan kaki menuju halte bus. Hanamempercepat geraknya bersaing dengan matahari yang sebentar lagi menunjukkan cahaya indahnya. Malam sebelumnya Hana telah mempersiapkan semua barang-barangyang akan dibawanya hari ini. Ia harus berangkat pagi-pagi karena tidak ingin terjebak macet dan terlambat. Ia harus sampai ditempat yang dituju sebelum pukul 7 pagi. Sudah seminggu terakhir ia mempersiapkan diri untuk hari ini. Ia telah mempersiapkan presentasi yang kreatif dan telah membaca materi-materi yang dapat membantunya untuk melaksanakan tes hari ini. Semua barangnya sudah lengkap dan pakaiannya sudah terlihat rapi. Ia menggunakan kemeja bermotif dengan celana hitam serta menggunakan sepatu hitam tumit rendah (flat shoes).
Pukul 5.25 pagi, bus tujuan Blok M yang ditunggu Hana telah datang dan ia pun segera naik. Penumpang bus sudah cukup ramai sehingga Hana harus berdiri didalam bus. Sepanjang perjalanan ia beberapa kali menguap. Kemarin malam Hana masih sibuk mengurus persiapan untuk hari ini. Ia harus mencetak presentasi, menjilid, dan membuat beberapa persiapan tes melamar pekerjaan ini. Selain itu, ia sulit tidur karena merasa sangat bersemangat untuk menunggu hari ini tiba.
Hana membaca kembali catatan kecil untuk presentasinya selama di bus agar bisa mengusir rasa kantuknya. Setelah selesai membaca selama 5 menit, perutnya tiba-tiba sakit. Sudah 2 hari ia belum buang air besar dan sekarang ia ingin buang air besar. Ia berusaha menahan keinginannya untuk sementara. Akhirnya ia bernyanyi-nyanyi kecil sambil membayangkan akan seperti apa tes dilaksanakan dan seperti apa serta siapa saja peserta tes lainya. Jalanan sudah ramai tetapi tetap lancar.
Pukul 6.50 Hana sudah sampai didepan lokasi tes berupa bangunan rumah yang dijadikan kantor. Halaman rumah ini tidak terlalu kecil dan terdapat taman dengan tempat duduk dibawah pohon yang rindang. Dikomplek ini memang banyak bangunan seperti rumah dijadikan kantor. Hana segera masuk kedalam rumah yang cukup besar itu.
"Permisi, peserta tes juga ya?", tanya Hana pada beberapa orang yang sedang berbincang-bincang diruang depan.
"Iya", jawab mereka dengan tersenyum.
Hana pun membalas senyum mereka sambil mengelap keringat karena sakit perut.
"Oia, toilet dimana ya?", tanya Hana dengan senyum lebar.
"Disana mbak, dibawah tangga", jawab seorang peserta pria yang berkulit kuning langsat dan rambut cepak agak ikal.
Hana segera berjalan menuju toilet. Ia mencoba membuka pintu toilet tapi tidak terbuka. Ia mencoba beberapa kali tapi tetap tidak terbuka. Akhirnya, ia kembali ke ruang depan tempat peserta yang lain.
"Toiletnya cuma satu ya?”, tanya Hana ke semua peserta yang sedang duduk
“Iya”, jawab para peserta bersamaan.
“Toiletnya kok gak bisa dibuka?”, tanya Hana mengarahkan pandangan kepada pria yang menunjukkan toilet tadi.
"Masa sih enggak bisa dibuka?", kata pria itu yang balik bertanya karena bingung.
Pria dengan tinggi sekitar 165cm dan memiliki mata hitam yang lembut itu segera berjalan menuju toilet didekat tangga. Ia mencoba membuka pintu toilet dan ternyata memang tidak bisa dibuka.
"Iya, enggak bisa dibuka ya. Padahal tadi pagi gue ke toilet", ucap pria itu.
Beberapa detik kemudian pintu toilet terbuka. Ternyata ada orang didalam toilet dan melihat bingung ke arah Hana dan pria itu. Hana kaget dan malu karena ia tidak mendengar tadi ada tanda-tanda orang didalam toilet. Pria penunjuk arah tadi hanya tersenyum geli.
"Maaf ya. Ternyata tadi ada orang", ucap Hana malu-malu dan menyunggingkan senyuman kecil.
"Iya. Enggak apa-apa kok", balas sang pria.
"Makasih ya mas",seru Hana sebelum pria itu kembali ke ruang depan sambil tesenyum.
Hana segera masuk ke toilet dan mengunci rapat pintu toilet. Ia langsung melaksanakan tugas buang air besar yang sedari tadi ia tahan. Setelah berdiam diri di toilet selama 5 menit, akhirnya ia keluar. Ia langsung bergabung dengan para peserta lain diruang depan.
"Hai. Kenalan dong. Gue Hana", sapa Hana dengan seyum yang lebih cerah karena telah selesai buang air besar di toilet.
"Hai", balas peserta lainnya.
Hana berkenalan dengan peserta-peserta lainnya. Ia merasa cukup tidak percaya diri karena profil peserta lainnya yang tidak biasa. Ketika ia sedang asyik berbincang-bincang dengan para peserta, tim seleksi mempersilahkan para peserta untuk memasuki ruang pengarahan.
Hana memasuki ruangan yang tidak begitu besar, cukup menampung sekitar 20 orang. Didalamnya telah tersedia kursi-kursi yang disusun rapi. Hana mencari-cari posisi yang enak. Ia memilih duduk dibarisan kedua tepat disamping pria yang menunjukkan toilet disaat ia baru dating tadi.
"Hai. Gue Teddy", sapa pria disamping Hana memperkenalkan diri.
"Hai. Gue Hana. Lo dari mana?", tanya Hana dengan antusias.
"Gue dari Bandung?", tanya Teddy balik bertanya.
"Gue dari Jakarta", jawab Hana.
Teddy adalah mahasiswa jurusan Penerbangan dari salah satu universitas terkemuka di Bandung sedangkan Hana berasal dari salah satu universitas terkemuka di Jakarta. Teddy ternyata mengenal beberapa teman Hana dikampus. Hana memiliki teman yang juga satu jurusan dengan Teddy di kampus tapi berbeda tahun masuk. Hana banyak bertanya tentang temannya yang dulu satu SMA dan sekarang dijuruaan yang sama dengan Teddy.
"Oh, lo satu SMA ya sama Lia. Temen deket pula ya. Pantes kelakuannya sama", ucap Teddy sambil tertawa.
"Aihhh. Gue beda kali sama Lia. Dia kan cacing kepanasan", seru Hana membela diri.
Lia adalah teman Hana yang heboh dan sangat suka bercanda. Tingkah lakunya berbeda dengan wanita yang pada umumnya kalem dan menjaga gengsi. Menurut Teddy, kelakuan Hana tidak berbeda jauh dengan Lia. Disaat mereka sedang asik berbincang-bincang, tim seleksi masuk ke dalam ruangan. Tim seleksi memberikan penjelasan mengenai alur tes dan apa saja yang akan dilakukan jika nanti terpilih.
"Sebelum memulai tes, ada yang mau ke toilet dulu dipersilahkan ke toilet sekarang. Selama tes berlangsung tidak boleh ada yang keluar", kata tim seleksi.
Beberapa peserta langsung keluar menuju toilet. Sedangkan beberapa yang lainnya tetap duduk didalam ruangan termasuk diantaranya Hana.
"Lo enggak ke toilet?", tanya Teddy setelah kembali dari toilet.
"Enggak ah. Gue udah cukup tadi ke toiletnya. Udah lega", jawab Hana tesenyum.
Teddy menatap bingung,"Emangnya tadi lo ngapain di toilet?".
"Pas dijalan tuh ya gue sakit perut. Nah, begitu nyampe disini gue langsung pup deh. Gue udah 2 hari enggak pup. Dan lagian kalau mau tes, gue suka deg-degan dan jadi pengen pup", cerita Hana dengan polos dan terus terang.
"Hahahahahaha. Terus sekarang masih deg-degan?", tanya Teddy yang masih menahan ketawa mendengar cerita Hana.
"Udah enggak dong. Tadi kan udah dibuang semua. Jadi sekarang bisa tenang", jawab Hana sambil tersenyum senang dan lega.
Teddy masih tertawa mendengar cerita Hana yang begitu terus terang. Biasanya orang-orang tidak akan mau menjelaskan seperti itu apalagi cewek.
Tes pertama yang mereka jalani adalah psikotest. Pada saat sesi menggambar manusia, Hana selesai lebih dahulu dibandingkan Teddy. Hana melihat Teddy menggambar dengan semangat. Teddy menggambar seorang pak guru berkacamata yang sedang mengajar tentang Tata Surya disebuah ruang kelas dengan beberapa murid yang memperhatikan dengan serius. Hana tersenyum melihat gambar Teddy karena gambar yang dibuat Teddy bisa dibilang bagus, bukan gambar amatir.
"Haduh, gambar apalagi ya?", ucap Teddy pada diri sendiri karena gugup gambarnya dilihat orang lain.
"Udah kumpulin aja. Udah komplit kok itu. Haha", seru Hana menjawab pertanyaan Teddy.
Teddy melanjutkan sedikit gambarnya dan segera mengumpulkannya setelah Hana terus melihatnya saat menggambar.
Setelah psikotest selesai para peserta dibagi beberapa kelompok untuk melaksanakan presentasi diri diruang berbeda tiap kelompoknya. Hana berada disatu ruangan dengan Ade, Hadi, Reni, Ririn, Wela, dan Nisa. Hana mendapat giliran yang keenam untuk presentasi. Ia presentasi dengan membawa sebuah portofolio dirinya yang dihias dan ditampilkan dengan baik. Portofolionya seperti sebuah album foto yang berisi tentang profil, hobi, pengalaman, dan cita-citanya. Presentasi ini selesai dalam waktu yang cepat. Hana masih harus mengikuti tes selanjutnya, yaitu microteaching.
"Peserta yang lain boleh pindah ke ruangan yang lain kecuali Hana. Kamu tetap diruangan ini untuk tes selanjutnya bersama Dwi, Teddy, dan Arif. Mereka sebentar lagi akan keruangan ini", kata salah satu tim seleksi.
Mendengar nama Teddy satu ruangan dengannya, tiba-tiba Hana merasa senang.
"Asik gue satu ruangan sama Teddy", seru Hana didalam hati. Dia senang karena Teddy orang yang menyenangkan dan humoris.
Pada tes kali ini para peserta diberikan waktu selama 7 menit untuk melakukan simulasi mengajar. Mereka diberikan kebebasan untuk mengajar mata pelajaran apapun untuk siswa tingkat SD (Sekolah Dasar) yang mereka pilih. Peserta yang melakukan microteaching pertama adalah Teddy. Ia akan memberikan pelajaran tentang Tata Surya untuk kelas 4 SD. Didalam ruangan itu ada 4 orang dari tim seleksi yang berpura-pura menjadi murid.
"Anak-anak kalian tahu hari ini mau belajar apa? ", tanya Teddy yang memulai simulasi mengajar.
"Enggak pakkk", teriak tim seleksi dan para peserta lain yang berpura-pura menjadi murid kelas 4 SD.
"Hari ini kita belajar Tata Suuu. . . .???", seru Teddy sambil menulis dipapan tulis dan melihat murid-muridnya untuk melanjutkan kalimatnya.
"Tata suka-suka Pakkk", ucap salah seorang murid.
"Tata susah Pak", sahut murid yang lain.
Isi ruangan menjadi ribut karena murid-murid yang saling sahut menyahut.Teddy melanjutkan kata-katanya sendiri.
"Tata Surya anak-anak. Kalian tahu apa itu Tata Surya?", Teddy kembali bertanya.
"Enggak Pak. Kita kan masih kecil Pak", jawab beberapa anak serempak.
"Nah. Kalau kalian belum tahu bapak akan menjelaskan. Ada yang mau maju kedepan?", tanya Teddy meminta muridnya untuk maju kedepan agar ia bisa memberikan contoh tentang Tata Surya.
Semua murid kompak tidak ada yang mau maju kedepan.
"Aku mau menggambar Pak", seru seorang murid perempuan.
"Saya capek Pak. Saya mau duduk aja", ucap murid lain yang berkepala agak plontos.
"Saya mau main aja Pak", seru Arif yang juga berpura-pura menjadi murid SD.
Murid-murid yang lain tidak mau maju kedepan. Teddy terus membujuk muridnya untuk ada yang mau maju kedepan. Akhirnya ada satu orang murid yang mau maju kedepan.
"Pak, saya mau maju pak", seru Hana dengan tingkah seperti anak kelas 4 SD.
Teddy tesenyum lega saat Hana mau maju kedepan. Teddy menjajikan permen untuk Hana karena dia mau diminta untuk maju kedepan. Teddy menjelaskan mengenai gaya gravitasi kepada murid-murid.
"Anak-anak kenapa Hana bisa berdiri?", tanya Teddy.
"Karena bapak suruh berdiri pak", jawab anak-anak hampir bersamaan.
Teddy melongoskan nafas panjang dan tertawa. Lalu ia menjelaskan tentang konsep gravitasi. Kemudian ia menjatuhkan spidol yang ia pegang.
"Kenapa spidol ini bisa jatuh?", tanya Teddy
"Karena bapak jatuhin", seru murid-murid. Jawaban yang sudah bisa ditebak oleh Teddy.
"Lalu kenapa jatuhnya kebawah bukan keatas?", tanya Teddy lagi tanpa memberikan jawaban untuk pertanyaan sebelumnya.
"Karena enggak punya sayap pak. Enggak kayak supermen. Jadinya enggak bisa terbang keatas", murid-murid menjawab sambung menyambung.
Teddy terlihat sedikit bingung tapi masih tetap semangat untuk mengendalikan situasi ini. Akhirnya, Teddy menjelaskan tentang hubungan gravitasi dengan kenapa spidol itu jatuh kebawah.
"Waktu habis Teddy", ucap seorang wanita, salah satu tim seleksi yang tadi berpura-pura menjadi murid.
Teddy menghela nafas lega.
"Pak guru, permen buat saya mana?", tanya Hana yang masih berdiri ditempat tadi.
"Permennya hutang dulu deh", jawab hari tertawa melihat Hana yang masih berdiri dan menagih permen yang dijanjikan. Hana pun tertawa melihat ekspresi Teddy yang sempat kewalahan saat mengajar.
Microteaching dilanjutkan dengan peserta lainnya. Kondisi microteaching berikutnya tidak kalah heboh malah semakin heboh karena adanya tim seleksi lain yang baru masuk ke ruangan itu. Microteaching diruangan Hana baru selesai 25 menit kemudian.
"Gila banget ya tuh kelas tadi", ucap Teddy setelah kelur ruangan.
"Iya. Masa ada anak kecil udah tahu KB segala. Hahaha", sahut Hana mengingat kembali saat Arif mengajar.
"Ini si Arif malah bingung sendiri dengan pelajaran pembagian yang diajarin", tambah Dwi.
"Hahaha. Iya itu kocak banget", seru Teddy diiringi tawa Hana dan Dwi.
"Tadi gue tiba-tiba bingung sendiri. Gue mau ngasih contoh pembagian. Ali punya 3 permen terus dia berbagi permen sebanyak 3 untuk Lusi. Permen yang dipunya Ali sekarang memang bener nol dong ya. Haha", cerita Arif yang masih bingung dengan pelajaran pembagian yang dia ajarkan.
Tes selanjutnya akan dilaksanakan setelah istirahat siang selama 1 jam. Hana dan peserta lainnya makan siang di tempat tersebut. Makan siang telah disediakan oleh tim seleksi. Hana banyak berbincang-bincang dengan peserta lainnya mengenai tes microteaching yang telah dijalaninya. Selama perbincangan itu pandangan Hana lebih banyak tertuju kepada Teddy yang menceritakan kejadian-kejadian lucu selama tes berlangsung.
"Pokoknya jangan bawa properti yang aneh-aneh deh, ntar bisa dirusak murid-muridnya. Kayak Hana noh bawa properti tadi. Hampir aja gue sobek, tapi langsung dia ambil. Haha ", cerita Teddy sambil tertawa jahil.
"Ih, itu mah lo nya aja yang jahil", balas Hana.
"Haha. Tapi makasih loh tadi udah mau maju kedepan pas gue minta",ucap Teddy dengan tersenyum tulus. Struktur wajahnya menunjukkan keramahan dan hidung mancungnya memberikan nilai tambah dari wajah ramah dengan senyum yang tulus itu.
Tiba-tiba Hana seperti mendapat sengatan listrik ketika Teddy tersenyum. Hana merasakan sesuatu yang aneh ketika setiap kali ia bisa berbicara dengan Teddy dan berada dikelompok yang sama dengan Teddy. Hana membalas ucapan terimakasih Teddy dengan mengangguk sambil tersenyum.
"Terus muridnya ngapain lagi?", salah satu peserta lain, Nisa, kembali bertanya penasaran.
"Masa ya, tadi ada murid yang bilang "mau eek buk" pas si Dwi lagi ngajak senam. Hahaha", ungkap Arif tertawa melihat Teddy.
"Iya. Itu si Teddy ada-ada aja deh. Terus bilang "udah eek dicelana buk". Ha. Ha. Ha", sambung Hana menunjuk ke Teddy yang menjadi murid nakal disetiap peserta lain melakukan simulasi mengajar.
Dwi menceritakan pengalamannya mengajarkan senam pada saat microteaching kepada peserta lain yang belum melakukan tes ini. Disaat dia mengajar Hana dan salah satu tim seleksi yang berpura-pura menjadi murid, saling berebut boneka yang dibawa murid lain. Hana melemperkan boneka itu ke Teddy dan alhasil mereka saling lempar boneka.
Setelah makan siang, Hana segera shalat zuhur. Hana akan diwawancara pada pukul 1. Pada saat akan shalat ternyata Arif juga akan shalat. Hana bermaksud untuk berjamaah ketika melihat Arif.
"Kita tunggu Teddy dulu ya", ucap Arif yang melihat Hana menunggu untuk berjamaah.
Hana dan Arif berbincang-bincang tentang kehidupan perkuliahan dan rencana kedepan sambil menunggu Teddy di musholla.Hana baru tahu ternyata ia satu angkatan dengan Arif di universitas yang sama tetapi beda fakultas.
"Teddy udah pergi wudhu belum sih?", tanya Hana yang merasa perbincangannya dengan Arif sudah cukup lama tapi Teddy belum masuk ke musholla.
"Udah kok. Itu dia lagi ditempat wudhu", jawab Arif sambil melihat ke tempat wudhu.
Dua menit kemudian Teddy masuk ke musholla dengan santai. Ia melihat Arif dan Hana masih belum shalat.
“Loh, kalian nungguin gue?”, Tanya Teddy yang tidak tahu dirinya sudah ditunggu dari tadi.
“Iya Teddy”, jawab Arif dan Hana serentak.
“Maaf ya. Tadi gue ngantri ke toilet dulu. Hehehe”, ucap Teddy minta maaf karena membuat teman-temannya telah menunggu lama.
Akhirnya mereka shalat berjamah dengan Teddy menjadi imam.
Pukul 1 siang Hana sudah masuk kedalam ruang wawancara walaupun pewawancara belum masuk. Setiap peserta diwawancara diruangan berbeda dengan pewawancara yang berbeda. Tidak berapa lama kemudian pewawancara masuk kedalam ruangan. Orang yang mewawancarai Hana adalah orang yang sama saat dia melakukan presentasi diri, seorang wanita yang lebih tua beberapa tahun dari Hana. Pertanyaan yang diajukan lebih banyak mengenai pengalaman Hana dalam organisasi dan kepanitiaan.Selain itu juga bagaimana Hana berhadapan dengan tipe orang yang berbeda serta bagaimana menyelesaikan suatu permasalahan ketika menghadapi suatu kondisi sulit atau mendapatkan masalah saat berorganisasi dan berhubungan dengan orang lain. Tidak terasa wawancara selama 1 jam itu selesai juga. Hana dimina menunggu di ruang depan untuk melaksanakan tes selanjutnya, role play.
Hana berjalan ke ruang depan, disana sudah ada Arif dan Dwi. Hanya ada mereka berdua disana. Mereka telah menyelesaikan tes wawancara dan menunggu untuk tes role play.
“Kita sekelompok lagi ya?”, tanya Hana yang senang melihat Arif dan Dwi.
“Iya Han. Gue, lo, Dwi, Reni, dan Teddy sekelompok lagi kita”, jawab Arif yang juga terlihat senang.
“Teddy? Lagi?”, tanya Hana dalam pikirannya sendiri.
“Ooo. Teddy dan Reni dimana sekarang?”, Hana tidak melihat ada Teddy didekat mereka.
“Mereka masih wawancara tuh”, jawab Dwi singkat.
Tidak lama setelah Hana selesai, Reni pun selesai diwawancarai. Mereka berkumpul duduk disofa yang terdapat di ruang depan. Mereka saling menceritakan pengalaman tes wawancara mereka masing-masing. Arif dan Dwi diwawancara kurang dari 1 jam. Jadi, Hana termasuk yang lama diwawancarai. Dwi menceritakan tentang pengalaman peserta lain yang telah melaksanakan roleplay. Tes roleplay adalah bermain peran. Setiap kelompok akan diberikan sebuah kasus dan setiap perserta diminta untuk berperan sesuai instruksi pada kasus. Bagian terpenting adalah setiap peserta harus memberikan solusi untuk setiap kasus yang diberikan.
“Teddy mana ya?”, tanya Hana yang sepertinya sudah tidak sabar untuk melaksanakan tes selanjutnya.
“Iya ya. Padahal dia masuk ke ruangan cuma beda 5 menit dari lo. Sekarang udah 15 menit dari lo keluar, dia masih belum keluar juga”, kata Dwi yang tadi masuk ke ruangan wawancara setelah Teddy masuk.
“Jangan-jangan dia didalam lagi curhat terus nangis tersedu sedan. Hahaha”, canda Hana.
“Benar juga tuh. Diatas meja ada tisu tuh. Pasti tisunya udah habis dipakai Teddy buat ngelap air matanya yang udah segalon”, tambah Arif yang tertawa membayangkan Teddy menangis-nangis seperti cerita-cerita disinetron.
“Terus Teddy bilang “mbak please terima saya” sambil nangis-nangis”, lanjut Reni yang yang ikut tertawa.
Disaat Arif, Dwi, Reni, dan Hana tertawa terbahak-bahak Teddy menghampiri mereka. Teddy menghampiri mereka dengan wajah sedikit lelah.
“Kalian pada ngetawain apa?”, tanya Teddy penasaran.
“Ngetawain lo Ted. Lo lama banget diwawancara, kita nebak jangan-jangan lo curhat disana terus nangis mewek-mewek. Haha”, jawab Arif yang masih tertawa.
“Iya nih tadi gue curhat terus mewek-mewek”, seru Teddy dengan berpura-pura nangis. Dwi, Reni, Arif, dan Hana tertawa melihat Teddy berpura-pura nangis.
Setelah mereka semua selesai diwawancara, mereka langsung dipanggil tim seleksi untuk melaksanakan tes roleplay. Mereka berada diruangan berbeda dengan semua tes sebelumnya. Ruangan tes terakhir ini cukup besar dan tidak tedapat meja. Hanya ada 6 kursi untuk 5 peserta dan 1 orang dari tim seleksi.
“Yah, nih anak malah main-main”, kata Teddy melihat Hana berputar-putar dikursi yang didudukinya. Kursi ini dapat diputar-putar dan memiliki roda dikakinya, sehingga Hana iseng memain-mainkan kursi itu.
“Ya gak apa-apa dong. Gue mau main dulu sebentar. Huek”, ucap Hana membela diri dan menjulurkan lidah ke arah Teddy.
Teddy yang melihat tingkah Hana hanya tertawa dan geleng-geleng kepala.
Kasus yang mereka dapatkan untuk tes role play adalah “Susi seorang pengajar didaerah dengan kebudayaan dan pemikiran yang berbeda dengannya, diminta untuk minum tuak. Bagi Susi ini bertentangan dengan keyakinannya. Minum tuak adalah budaya didaerah tempat Susi mengajar dan tinggal. Setiap berkumpul pasti disuguhi tuak dan tidak sopan jika menolak minum.
Salah satu peserta diminta untuk menjadi Susi dan peserta yang lain menjadi teman Susi yang berada disatu daerah penugasan dengan Susi. Dwi mengajukan diri menjadi Susi. Ia menceritakan permasalahan yang ia temui itu kepada teman-temannya ketika mereka sedang berada dipertemuan rutin mereka.
“Kalau menurut gue ya Susi, sebaiknya lo sampaikan dengan baik-baik dan lo jelaskan bahwa lo enggak minum tuak atau alkohol lainnya. Itu karena menurut keyakinan lo enggak boleh minum-minuman seperti itu”, saran Reni memulai pertemuan itu.
“Iya gue setuju sama Reni. Lo sampaikan dengan baik-baik. Lo tetap kumpul dengan masyarakat waktu lagi ada kumpul-kumpul, lo ajak mereka ngobrol. Lo bisa nanyain kegiatan mereka hari itu, hasil tangkapan ikan mereka sebagai nelayan atau permasalahan-permasalahan yang mungkin bisa lo bantu cari solusinya. Pada dasarnya setiap orang pasti senang ada orang yang menanyakan tentang dirinya dan mereka pasti senang jika ada yang perhatian terhadap apa yang terjadi dengan mereka”, ucap Hana menyampaikan idenya.
Arif, pria jawa hitam manis ini memasang wajah yang serius dan seperti sedang berpikir keras. Ia langsung menyampaikan idenya setelah Hana selesai bicara.
“Betul seperti kata teman-teman. Gue melihat dari sisi masyarakat itu sendiri. Bagaimana kalau lo bicarakan mengenai hal ini kepada orang yang disegani di kampong itu. Lo sampaikan kepada beliau lo tidak bermaksud untuk tidak menghormati budaya daerah tersebut tapi untuk minum tuak adalah hal yang tidak diperbolehkan menurut keyakinan lo. Pasti beliau bisa mengerti kalau lo menjelaskan dengan baik dan menunjukkan iktikad baik bahwa lo bisa menghormati dan mengikuti budaya daerah tesebut kecuali untuk hal-hal yang bertentangan dengan apa yang lo yakini untuk tidak dilakukan”, Arif menjelaskan dengan tenang tetapi tetap dengan wajah serius dan nada suara yang lucu.
Susi yang tak lain adalah Dwi memikirkan saran dari teman-temannya itu. Reni masih menambahkan ide-ide barunya seperti membawa botol minum sendiri sehingga tetap minum bersama warga walaupun bukan minum tuak tetapi air putih.Disaat Reni sedang memberikan penjelasan tiba-tiba Teddy.
“Ehem. Ehem. Gue dari tadi belum ngasih saran nih. Hehe”, ucap Teddy dengan berpura-pura batuk lalu mengedip-ngedipkan mata dan tersenyum lebar. Ia dari tadi tidak punya kesempatan untuk bicara.
“Oh silahkan mas Teddy. Mungkin mas Teddy setuju untuk meminum tuak. Kayaknya dari tadi udah mabok”, canda Hana mempersilahkan Teddy untuk berbicara. Arif, Dwi, dan Reni pun jadi tertawa
“Bisa aja nih mbak Hana. Haha”, ucap Teddy menanggapi becandaan Hana.
“Jadi begini. Gue setuju dengan pendapat teman-teman yang lain. Seperti kata Reni kita bisa menyampaikan dengan jujur apa yang menurut kita tidak bisa kita lakukan dan membawa botol minum sendiri, terus Hana juga bilang mungkin selama acara kumpul-kumpul dengan warga kita tetap ikut kumpul lebih banyak mengobrol dengan mereka menanyakan kegiatan mereka. Saya juga setuju pendapat Arif untuk menyampaikan kepada orang yang disegani atau dituakan pemikiran kita. Menurut gue itu udah bagus semua, gue ingin menambahkan saja bahwa kalau kita memang bermaksud baik tidak menyinggung perasaan orang lain mereka pasti akan mengerti. Kita tunjukkan bahwa kita hanya tidak bisa minum tuak karena bertentangan dengan apa yang kita yakini tapi kita tetap masuk dan berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan warga. Kita bisa membantu warga yang mungkin bisa kita bantu, kita ajak anak-anak bermain dan belajar bersama, dan kegiatan-kegitan membaur dengan masyarakat lainnya”, jelas Teddy dengan mantap dan tegas. Tidak lupa dia mengkahiri pendapatnya dengan senyum manisnya.
Role play selesai dalam waktu 45 menit. Pada akhir sesi, setiap peserta ditanya kembali mengenai pendapat mereka masing-masing. Setelah selesai mereka dipersilahkan keluar dari ruangan. Role play adalah tes terakhir mereka dan mereka dipersilahkan pulang. Setelah selesai role play Arif, Dwi, Reni, Hana, dan Teddy kembali ke ruang depan berkumpul dengan peserta lainnya. Mereka kembali berbincang-bincang mengenai pengalaman tes mereka. Hana merasa tidak begitu optimal pada saat wawancara dan role play. Ia segera ke toilet dan setelah itu mengambil wudhu. Saat akan menuju musholla setelah selesai berwudhu, Hana kaget ternyata ada Teddy sedang mengantri.
“Tunggu gue ya Han”, ucap Teddy dengan suara yang lembut.
“Iya”, jawab Hana singkat lalu berjalan ke musholla.
“Tanpa diminta gue akan menunggu lo Teddy”, ucap Hana didalam hati dengan ekspresi wajah tersipu-sipu. Hana tahu Teddy minta ditunggu untuk shalat berjamaah tapi Hana membayangkan yang lain.
Disaat menunggu Teddy di musholla, Hana tersenyum-senyum sendiri. Sesaat ia lupa dengan kekecewaannya dengan tes yang dilaksanakan dengan tidak optimal. Saat Teddy masuk ke musholla, Hana segera menghapus senyumnya dan bersikap biasa saja. Akhirnya, mereka berdua shalat ashar berjamaah. Setelah selesai shalat Hana menatap Teddy dari belakang dengan penuh arti. Mereka segera kembali ke ruang depan. Peserta lain yang juga ingin shalat sudah menunggu didepan pintu musholla.
Setelah semua peserta selesai shalat, mereka berkumpul lagi untuk foto bersama. Beberapa peserta saling bertukar nomor handphone.
“Perhatian teman-teman. Nomor handphone gue 0813114732654 ya”, ucap Hanake semua teman-temannya agar ia tidak mengulang-ulangi menyebutkan nomor handphone-nya.
Semua peserta tertawa mendengar Hana mengumumkan nomor handphone-nya sepert mengumumkan informasi penting. Sebenarnya Hana melakukan itu agar Teddy mendengarnya dan paling tidak mengingatnya.
“Haduh. Teddy kok enggak nanya pin BB (blackberry) atau nomor handphone gue sih?”, tanya Hana didalam hati pada diri sendiri.
Hana ingin bertanya langsung ke Teddy tapi ia malu karena nanti pasti peserta lain menggodanya. Padahal ia sangat ingin bertanya. Hana berpikir entah kapan lagi ia bisa bertemu dengan Teddy. Tapi keberanian itu tetap tidak muncul sampai satu per satu peserta keluar dari tempat tes.
“Eh, jangan lupa name tag-nya dicopot teman-teman. Ntar malah dibaca semua orang dijalan”, seru Nisa mengingatkan dan disambut tawa oleh peserta lain. Semua peserta diawal tes diberikan name tag bertuliskan nama mereka dan ditempelkan didada mereka.
Hana melepaskan name tag-nya dan menempelkannya ke sweater yang digunakan Teddy. Sepertinya kejahilan Hana gagal karena Teddy merasa ada sesuatu menempel dipunggungnya. Teddy pun mencopot name tag bertuliskan nama Hana dan tertawa kecil.
“Cieee. Kayakya ada yang cinlok (cinta lokasi) nih”, goda Wela tersenyum-senyum melihat tingkah Teddy dan Hana.
“Ehem. Ehem. Ciee. Ciee”, tambah Dwi yang merupakan teman sekampus Teddy.
Peserta yang lain juga ikut menggoda. Hana dan Teddy hanya diam membisu tidak menanggapi. Teddy mengalihkan pembicaraan teman-temannya.
“Ntar kalau udah dapat informasi, kabar-kabari ya teman-teman”, seru Teddy.
“Iya. Jangan lupa kabar-kabari ya teman-teman”, ucap Ade mengulangi.
Hana masih ingin menanyakan nomor handphone Teddy tapi kalimat itu tetap tidak terucap hingga akhirnya Teddy benar-benar pergi, kembali ke Bandung bersama Dwi. Hana hanya bisa menatap punggung Teddy yang kian lama kian menghilang dari pandangan. Peserta lainpun berpamitan dan akhirnya Hana juga pulang. Ia pulang bersama Hadi dan Reni dengan menggunakan bus Transjakarta. Setelah berada di dalam bus, Hana kembali teringat tes yang telah dilakukannya. Hana sangat berharapbisa lulus tes ini dan mendapatkan pekerjaan ini karena ia memang sangat berminat dengan apa yang dilakukan dengan pekerjaan ini.
Sesampainya dirumah Hana masih teringat tentang Teddy. Ia sedikit menyesal tidak menanyakan nomor handphone-nya.
“Teddy, lo berhasil banget kuliah di jurusan penerbangan. Lo berhasil menerbangkan hati gue ke langit yang tinggi”, ucap Hana pada dirinya sendiri.
Hana kemudian terdiam ketika mendalami lirik lagu yang baru saja ia dengarkan di televisi.