Dua wajah satu orang, yang satu dengan kumis yang satunya lagi tanpa kumis. Berputar-putar berlawanan dengan arah jarum jam. Wajah-wajah itu berputar-putar, memudar, sekarang wajah itu adalah dua buah ban. Ban botak. Sengaja aku hentikan laju motor butut ini, kemudian mendongakkan kepalaku.
Nimbostratus. Gumpalan-gumpalan uap air yang terapung-apung jauh di atas kepalaku itu tak mampu lagi menahan butiran-butiran air yang telah menumpuk, puk, puk, lalu menepuk-nepuk wajahku. “
Jenuh.”, barangkali itu yang—mungkin—akan dilisankan mereka, hanya jika Tuhan memberikan kuasa padanya. “
Jangan. Jangan lagi …” aku mengeluh.
KEMBALI KE ARTIKEL