Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Kesempurnaan Cinta

6 Maret 2013   11:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:14 316 0
Laki-laki itu menggendongku dengan begitu erat menuju sebuah kursi diurutan paling atas sebuah gedung pertunjukan. Semua mata tertuju kepada kami, namun dia tidak memperdulikannya. Sorotan matanya pun mencoba meyakinkan keraguanku untuk tidak memperdulikan mereka. Dalam getar rasa haru aku merangkulkan tanganku dilehernya sambil berbisik kepadanya.

“Demi Allah, kini aku cacat, tidak memiliki satu kakipun. Tidakkah kau malu membawaku ke tempat seperti ini?”kataku dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Dirinya diam sesaat lantas dia menatapku dengan senyuman penuh keyakinan dan kelembutan. Dari sorot matanya jelas dia tidak ingin melihatku seperti sekarang ini.

“Demi Allah, sekalipun kau cacat, kau tetaplah seorang bidadari yang Allah takdirkan menjadi istriku di dunia dan semoga sampai di surga-Nya nanti. Lantas apa yang harus membuatku malu mengendongmu seperti sekarang ini. Kau halal bagiku. Kita bersamapun dengan jalan yang benar sesuai dengan yang ditetapkan agama. Kau tahu, jika aku menggendongmu, merangkulmu, berbicara cinta kepadamu, memujimu dengan kehangatan, menyatakan rasaku di luar ijab qobul yang tidak bisa menghalal ikatan kita, baru aku malu. Karena dengan begitu aku telah merusak fitrah cinta yang telah dianugerahkan Allah, telah merusak hatimu, telah menggiringmu pada kecacatan iman dan ketidak yakinan kepada Allah atas harapan yang buat di luar kehendak-Nya, seperti mereka yang mengagung-agungkan rasa tanpa dasar dan tujuan yang jelas. Menimang-nimang syetan yang datang dalam buaian kehangatan yang hanya berlandaskan nafsu bukan iman. Keyla, aku yakin di langit sana para bidadari cemburu pada-Mu, karena keromantisan ini kita lakukan setelah ikatan halal. Tidak ada yang boleh memandangmu sebagai wanita yang cacat, karena di mata dan hatiku kau adalah penyempurna agamaku dan hatiku. Dan cintamu suci dalam naungan ridho Illahi,,, insya Allah... amiin”katanya sambil berjalan kembali menuju nomor kursi yang kami pesan.

Bibir ini sungguh terkatup, tidak sanggup lagi untuk mengungkap segala rasa yang bergejolak di hati. Ada tetes bening yang mengalir di sudut mataku. Hangat menyusuri pipiku. Dalam pagelaran drama kali ini aku tidak mampu konsentrasi menikmati isi ceritanya. Tanpa sadar aku menatap laki-laki yang ada di sampingku lekat. Wajahnya tampan, alisnya tebal, matanya teduh, hidungnya mancung dan bibirnya tipis. Sebuah kaca mata tanpa bingkai dikenakannya, menambah pesona tersendiri di mata para wanita yang memandangnya. Sungguh beruntungnya aku yang berwajah biasa-biasa ini dan dalam keadaanku yang cacat seperti ini mendapatkan sosok yang begitu ridho menerimaku seperti dirinya. Rasanya tidak ada amalan baik yang layak dan pernah aku lakukan untuk bisa mendapatkan pendamping seperti dirinya. Maha Kuasa Allah atas segala kehendak-Nya.

Tangannya tiba-tiba memegang tanganku erat, menghenyakkanku yang tengah terfokus memandanginya. Seandainya ruang pagelaran ini dalam lampu terang, tentulah rona merah yang menyelimuti pipiku kini akan terlukis jelas dalam mata telanjang orang-orang disini.

Dengan segera aku palingkan wajahku dari wajahnya yang masih terfokus menikmati cerita dari drama klosal yang telah dimainkan di panggung sana. Aku baru tersadar, drama ini mengisahkan tentang seorang laki-laki muslim yang begitu mencintai seorang muslimah buta yang tinggal disebuah negeri. Sungguh seperti menyaksikan kisah hidupku sendiri. Hanya saja yang membedakannya aku tidak buta, hanya kedua kakiku saja diambil oleh-Nya karena ketidak amanahanku.

Pagelaran selesai, Reihan terus  menggendongku menuju kursi roda yang memang disimpan tepat di pintu keluar oleh seorang pelayan yang berbaik hati membantu kami. Aku masih termenung ketika duduk di kursi roda yang di dorong oleh Reihan. Merenungi nasibku yang memang sungguh tak pernah terbayangkan akan seperti sekarang ini. Suasana hening, dan aku semakin dikakukan kembali oleh keadaan. Reihan menatapku heran ketika keluar dari gedung pertunjukan itu. Tiba-tiba kursi rodaku berhenti bergerak. Sungguh awalnya aku tidak menyadari itu. Sosok yang tadi berada di belakangku, kini telah berjongkok di depan mataku. Sorot matanya tajam hingga menusuk ke hatiku. Dia selalu bisa menangkap kemelut di hati ini.

“Keyla sayang, kamu kenapa lagi?”katanya begitu mengkhawatirkan aku.

“Mas, bagaimana mungkin kau bisa mengganggapku mampu menyempurnakan hatimu, sedangkan aku cacat seperti ini? Cinta kita takan mungkin sempurna mas, terlalu rumit. Aku hanya akan menjadi beban dalam hidupmu.”kataku tiba-tiba terinsak ditengah lalu-lalang para penonton pertunjukan sore ini.

Hembusan nafas tiba-tiba saja berhembus dengan ringan namun ada sedikit yang membuatnya terkesan berat. Laki-laki itu mencium keningku lembut, lantas memelukku begitu erat. Hingga aku merasakan ada rasa nyaman menyeruak dalam dadaku yang tadi terasa begitu sesak. Tanpa menjawab pertanyaan barusan dia mendorong kursi rodaku hingga sampai di depat mobil kami. Setelah dia membukan pintu depan, dia hampir menggendong tubuhku, namun aku menahannya. Kupegang tangannya erat sambil menatap air wajahnya yang selalu tenang itu. Ada yang ingin aku tangkap dari air wajah itu, setelah aku tidak menemukan jawaban sepatahpun darinya.

Reihan balik memandangku dengan hangat, lantas dia mengusap kepalaku dan berkata dengan penuh keyakinan.

“Akan aku akan jawab setelah kita duduk di dalam mobil, sayang!”katanya seketika melumat segala gejolak di hatiku.

Dengan tangan yang tidak terlalu berotot namun cukup kekar itu, Reihan mengangkatku dengan penuh kasih sayang. Kesabarannya seolah menjadi telaga tanpa banding yang mampu menghapus kegersangan hatiku walaupun dengan perlahan. Setelah beberap saat memasukan kursi rodaku ke bagasi mobil, dirinya segera duduk di kursi kemudi. Kemeja hitam yang dipakai dengan celana kain berwarna senada, terlihat sangat rapi walaupun dengan tangan tergulung. Mengesankan bahwa laki-laki yang duduk di kemudi mobil ini adalah seorang pekerja keras.

Reihan membalikkan badannya hingga kini posisi kami berhadapan. Kedua tanganku diraihnya dan digenggamnya dengan begitu erat. Begitulah caranya untuk menjebol benteng keraguanku.

“Keyla sayang! Kesempurnaan cinta itu sederhana. Ketika kau mulai tersentuh olehnya, lebih banyaklah menerima daripada menuntut. Karena menurutku lebih banyak menuntut itu justru akan lebih banyak merusak kesepurnaanya. Allah telah mengatur sertiap belahan jiwa itu sesuai dengan diri kita saat memasuki takdirnya. Ibaratkan sebuah pazel, jika bukan pasangannya tentu takan pernah menyatu sekalipun cinta telah terumbar dalam waktu panjang sebelum Allah menetapkan takdirnya. Begitu juga dengan cintaku, semuanya telah diatur Key. Kamu tahu, setiap siang dan malam doa yang senantiasa kupanjatkan hanyalah satu, siapapun jodohku kelak, semoga menjadi jodohku di dunia dan akhirat hingga ke surga-Nya kelak. Aku tidak pernah menuntun suatu kesempurnaan khususnya darimu, bukan? Kau tahu Keyla sayang, kita kadang sering tidak sadar bahwa, sesungguhnya Allah telah memberikan itu pada setiap laki-laki yang diberi amanah menjalankan biduk rumah tangga. Pertama dimulai dengan kesempurnaan agamanya, selanjutnya hatinya, rezekinya, hidupnya apalagi ketika dari dalam Rahim istrinya dianugerahi seorang anak, maka kesempurnaan itu sesungguh benar-benar tanpa batas dalam anugerah Allah untuk setiap laki-laki dan wanita. Jadi jangan ragukan cintaku untukmu. Sungguh karena Allah aku mencintaimu.”kata Reihan yang mulai berurai air mata.

“Termasuk kecacatanku ini?”kataku dengan suara parau yang dipaksakan untuk keluar dalam tangisku.

“Tentu saja! Semua yang ada dalam dirimu akan aku cintai karena Allah! Aku tidak peduli dengan kecatatan fisikmu, karena aku telah menemukan kesempurnaan iman dan cintamu. Kau jaga kesucian hatimu hingga waktu yang telah ditakdikan oleh Allah untuk kita. Itu sudah lebih dari cukup untukku.”kata Reihan sambil menempelkan tanganku tepat di dadanya.

Tangisku semakin tidak mampu aku bendung lagi. Antara haru dan bahagia, semuanya meluap-luap dengan sinkron. Menjalin persahabatan rasa yang kemudian membuat suatu kekokohan tersendiri.

“Maaf…maaf.. aku sungguh telah meragukan cinta tulusmu itu Reihan!”kataku tak sanggup lagi untuk tidak berhamuran kedalam pelukannya.

“Semoga Allah selalu menjagamu sayang. Membasuh luka di hatimu dengan bahagia. Melebur keraguanmu dengan cahaya iman dan memendamkanmu dalam kesejukan cinta karena-Nya. Amiin.”katanya dengan lembut mengusap pungungku.

Mobil sedan berwarna hitam yang kami naiki kini mulai meluncut menembus jalanan Asia-Afrika menuju Braga yang penuh sejarah. Kemacetan mulai tidak terkendali setelah kami memasuki jalanana Dago Pakar yang padat merayap menuju Tamansari hingga berujung di Perumahan Pondok Hijau di belakang Universitas Pendidikan Indonesia. Disanalah dulu Reihan tinggal sendiri, hingga aku kini ikut mengisi lembaran hidupnya di rumah itu. Rumah megah yang ditonjolkan pada aksen meinimalis menjadikan rumah kami mirip dengan rumah-rumah bergaya Korea yang penuh dengan warna soft.

***

Langit kian melekat dalam gelapnya. Sesosok laki-laki bertubuh atletis itu, kini sedang bersujud di atas sejadanya. Dalam kekusyuannya mengerjakan shalat malam, kusaksikan air mata membanjiri pipinya yang putih bersih. Pura-pura aku pejamkan mata, hingga shalatnya selesai dan aku mendengarkan suara lirih menggema di telingaku dengan sangat lembut.

“Bismillahirrahmannirrahim… Rabbii.. di malam-Mu ini aku kembali bersimpuh mengharap secercah keridhoan-Mu untuk segala gereget di hati ini. Ya Rahman, Ya Rahim… disampingku kin ini telah Engkau anugerahkan seorang wanita yang telah menyempurnakan dien-ku, hatiku, rezekiku dan segala kehidupanku. Maka aku mohon kepada-Mu hapuslah segala kemelut di hatinya. Bahagiakan dirinya selalu karena sungguh dirinya telah membahagiakan hidupku. Lepas segala beban di hatinya, karena dia telah menyempurnakan hatiku. Jadikan hidupnya sempurna dengan cinta yang Engkau anugerahkan di hatiku untuknya. Sungguh aku sudah sangat bersyukur memilikinya, tanpa harus terfisik dengan sempurna seperti wanita lainnya. Dia adalah pelita yang terang ketika hidupku terseret dalam kegelepan dunia. Dia adalah bidadari yang mampu merangkul hatiku karena kecantikan hatinya. Rabbi pintaku kepada-Mu, jodohkanlah kami selalu di dunia dan akhirat. Dan jika kelak aku berjodoh dengan surga-Mu, jodohkanlah pula aku dengannya. Karena bagiku dirinya satu-satunya bidadari yang Engkau ciptakan untukku paling sempurna sekalipun dibandingkan para bidadari di surga-Mu. Amiin.” Air matanya terurai sempurna dengan penuh cinta dalam sujudnya.

Sungguh air mataku kini ikut terurai dengan sempurna pula, seperti cinta di hatiku yang mulai terlukis sempurna kepadanya. Kini baru aku rasakan seperti inilah yang dinamakan kesempurnaan cinta itu. Hatiku dipilih, begitupun hatinya. Dengan kesabarannya dia lantunkan kesempurnaan itu dengan begitu indah hingga tidak sanggup aku urai keindahannya.

Rabbii… sungguh aku tidak layak untuknya, namun dengan kuasa-Mu Engkau layakkan aku. Rabbii… aku belum menjadi wanita yang sholehah, namun atas kuasa-Mu Engkau anugerahkan suami yang sholeh untuk mensholehahkanku. Rabbii… betapa hamba tidak tahu bagaimana cara bersyukur kepada-Mu, namun atas kuasa-Mu, Engkau datangkan seorang suami yang memahami caranya bersyukur dengan  benar. Rabbii.. kabulkan segala doanya, karena itu yang menjadi doaku kini. Dan jadikanlah doa itu untuknya juga Ya Rabb.. Alhamdulillah!”kataku dalam hati.

Rasa ini tak sanggup menahan bendungan air di mataku yang semakin terdorong keluar. Rasa hangat dari air mata yang mengalir berpadu dengan dinginnya udara malam, membuat bibir dan raga ini bergetar.

“Keyla, kenapa kamu sayang?”kata Reihan yang tak sengaja melihatku menangis.

“Mas.. Mas..!”kataku tak sanggup meneruskan kata,”Mas, maafkan aku! Aku tidak tahu bagaimana caranya bersyukur kepada Allah karena telah menganugerahkan dirimu dalam hidupku.”kataku dalam insakkan yang semakin menjadi.

Mendengar ucapanku, Reihan sungguh tidak mampu menahan gejolak rasa bahagianya. Begitu erat, bahkan sangat erat dia memelukku. Kami adalah dua orang tidak saling mengenal sebelumnya, tidak saling mencintai, namun ketika ijab qobul itu menggema, maka Allah perkenalkan kami dan menghadirkan rasa cinta di hati kami. Tak perlu meragukan atas setiap takdir yang telah dijanjikan Allah, termasuk soal jodoh. Tidak perlu terlalu larut dalam harapan dan memberikan harapan dalam waktu yang sejatinya masih terhijab untuk diri kita. Cukup serahkan kepada Allah segala hidup dan cinta kita tanpa mengumbarnya dengan terang. Sungguh Allah telah mengaturnya dengan sebaik-baiknya, tanpa cacat. Hanya perlu sabar, tawakal dalam setiap usaha yang benar. Maka disanalah janji Allah akan sempurna terwujud menjadi nyata. Sebagaimana kesempurnaan cinta kami berdua.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun