Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Indahnya Lebaran Kala Itu...

31 Agustus 2011   16:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:19 88 0
Kala takbir berkumandang di masjid-masjid, selalu aku teringat semasa kecil, 15an tahun silam, siang hari akhir Ramadhan mencari bambu di ladang atau pinggir kampung, tak lupa membeli minyak tanah dan cari kain bekas untuk sumbu, sekedar membuat obor sederhana. Setelah magrib, aku dan teman-teman keliling kampung untuk mengumandangkan asma Allah, listrik kala itu masih jarang tidak seperti sekarang.

Ramai dan meriah kala itu, tak ada suara lain selain gema takbir berkumandang, mungkin sesekali ada suara gesekan bambu-bambu yang sudah mengering menemani malam Idul Fitri di kampung yang masih asri waktu itu atau suara kayu yang terbakar dari dapur masing-masing rumah yang mempersiapkan hidangan untuk esok harinya. Tak lupa, sambil berseloroh menanyakan sudah dibelikan baju baru belum sama ibu atau sekedar ibu di rumah masak apa. Hidup di kampung harus aku syukuri, betapa indah dan bahagianya waktu itu.

Selain ritual malam takbiran dengan obor, aku dan teman-teman pada keesokan hari setelah sholat Idul Fitri, berkeliling kampung untuk silaturahmi, door to door, benar-benar dari pintu ke pintu kami kunjungi semua rumah dikampung. Sampai-sampai malamnya aku pun tidak bisa tidur karena menghafalkan kata-kata yang pas untuk diucapkan pada tuan rumah yang kami kunjungi dengan bahasa jawa kromo inggil (bahasa jawa halus untuk berkomunikasi dengan yang lebih tua).

Kala itu semua rumah menyediakan hidangan lebaran untuk tamu yang datang. Kami tak memandang itu masih ada hubungan keluarga atau teman, semua dikunjungi rame-rame. Bahkan kami sering dengan banyolan khas "restoran gratis" sehari. Kami berlomba untuk memakai celana baru yang banyak sakunya untuk memasukkan makanan. Apalagi ada keluarga yang membagikan fitrah bagi yang berkunjung, walaupun saat itu uang kertas baru Rp. 500 sudah menjadikan rumah itu menjadi agenda utama dan pertama yang kami kunjungi.


Namun, memasuki tahuan 2000-an sampai saat ini, suasana seperti itu sudah jarang ada, bahkan tidak ada lagi di kampungku. Bukannya obor atau sekedar takbir keliling, yang ada hanya petasan dan kembang api yang selalu  membuat jantung berdebar sampai kepalan tangan dari seorang ibu yang punya balita di rumah, namun itu semua tidak menjadi penghalang.

Mulai awal Ramadhan sampai akhir Ramadhan petasan dan kembang api selalu menghiasi langit di kampungku. Dulu, mainan ini hanya orang kota yang kenal, sekarang semua sudah ber-migrasi kekampung-kampung, bukannya orang dewasa yang memainkannya, justru anak-anak yang seusiaku dulu, yang waktu itu tak melupakan obor di malam takbiran.

Tentang silaturahmi, bocah seumuranku waktu itu sampai sekarang masih ada, walaupun tak serame dulu. Karena sekarang lebih banyak anak-anak yang bersilaturahmi ikut orang tuanya dan hanya keluarga-keluarga tertentu yang dikunjungi, sebatas keluarga atau teman dari orang tua.

Memang perkembangan peradaban kita tidak bisa menolaknya atau barangkali melarang budaya yang baru itu masuk. Namun suara hati tetap menjerit dan berharap suasana seperti dulu masih ada, sehingga anak-anak sekarang masih bisa menikmati indahnya hidup diperkampungan yang bersahabat dengan alam dan persaudaraan.

Sekian tulisan dariku buat kompasianer sejati. Tak lupa ku ucapkan SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI, MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN....

Solo, 31 Agustus  23.40 wib

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun