Mohon tunggu...
KOMENTAR
Worklife

Senyum Tulus Anak Berkebutuhan Khusus

12 Desember 2020   12:02 Diperbarui: 12 Desember 2020   12:08 218 4
Kebahagiaan adalah keadaan atau suatu perasan yang senang, damai, tentram, dan penuh keberuntungan. Apakah itu sudah menjadi arti yang baku dari sebuah kebahagiaan? Tentu saja tidak. Karena kadar kebahagiaan itu tidak ada yang mampu menakar bahkan mengungkapkan dengan sebuah kata-kata.

Selama ini banyak kita mendengar bahwa standar bahagia itu jika kita sudah memiliki rumah mewah, kendaraan pribadi, uang yang banyak, dan segala keinginan yang  mudah digapai. Namun, tahukah kamu bahwa semua itu bukanlah tolak ukur sebuah kebahagiaan. Memang benar, bagi orang yang melihat seseorang dengan segala macam fasilitas di atas akan beranggapan bahwa dia adalah orang yang paling bahagia. Tapi, apakah seseorang tersebut merasakan kebahagiaan yang selama ini orang sangkakan kepadanya? Belum tentu. Karena tidak sedikit orang yang hidup dengan bergelimangan harta, memiliki hubungan yang tidak baik dengan saudara. Tidak sedikit orang yang memiliki kendaraan mewah merasa terbebani dengan pajak yang begitu besar. Bahkan banyak orang yang memiliki uang yang banyak, hubungan rumah tangganya harus berantakan. Kenapa semua itu bisa terjadi? Karena sekali lagi, semua itu bukanlah standar sebuah kebahagiaan.

Tak jarang orang yang hidupnya serba pas-pasan, namun harmonis hubungan keluarganya. Tidak sedikit orang yang tinggal di pondok yang sederhana, namun senyum selalu mengembangkan menguasi hari-harinya. Itu lah kebahagiaan, hanya orang-orang yang ikhlas menjalani dan selalu bersyukur atas apa yang mereka miliki.

Disini, saya akan berbagai sebuah kebahagiaan yang pernah saya rasakan dan mampu menjadi kepuasan tersendiri bagi saya.

Kisah ini bermula sekitar 7 tahun silam, atau lebih tepatnya pada tahun 2013. Itu adalah tahun kedua saya menginjakkan kaki di tanah perantauan di Pulau Sumatera. Hidup yang keras dan kebutuhan yang mendesak memaksa saya harus mencari uang tambahan diluar penghasilan saya sebagai guru honorer.

Suatu hari saya membaca sebuah lowongan pekerjaan di sebuah koran lokal jika sedang ada yang membutuhkan guru privat untuk anaknya. Saya merasa tertarik karena itu memang bidang saya yang notabenenya adalah guru SD. Awalnya saya merasa sedikit minder ketika melihat alamat yang tertera di koran tersebut. Salah satu perumahan elit yang ada di Kota Batam. Namun tidak ada salahnya jika saya coba. Itulah fikiran saya ketika itu. Tanpa membuang-buang waktu saya pun menghubungi nomor yang tertera pada lowongan kerja tersebut. Setelah saya menghubungi ternyata saya harus melalui tes wawancara dan juga harus rela mengantri dengan pelamar-pelamar sebelumnya.

Tibalah waktu yang sudah ditentukan untuk melakukan tes wawancara. Awalnya saya merasa bingung, karena bukan wawancara seperti yang ada dibenak saya, melainkan hanya bincang-bincang santai dengan anak yang akan saya ajar dan kedua orangtuanya.

Ternyata anak yang akan saya ajar adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus. Bukan anak kondisi normal yang selalu saya temui di sekolah setiap harinya. Sudah banyak guru private yang didatangkan ke rumah untuk membimbing anak tersebut dalam belajar, namun hingga saya datang belum ada satupun yang bertahan lama. Bahkan paling lama hanya 4 kali pertemuan atau satu minggu saja.

Setelah berbincang-bincang cukup lama, ternyata orangtuanya merespon baik kedekatan saya dengan anaknya. Saya pribadi yang memang menyukai anak-anak, tentu tidak menemui kesulitan dalam komunikasi. Walaupun anak yang akan saya ajar memiliki kebutuhan khusus, namun ia sangat lancar dalam berkomunikasi, bahkan bahasa inggrisnya juga cukup baik. Akhirnya saya diterima untuk menjadi guru privat anak tersebut dan akan langsung mengajar pada keesokan harinya. Dan sayapun menandatangani surat kontrak mengajar dan mengingat poin demi poin syarat yang diajukan. Yang mana salah satu isi perjanjian tersebut adalah hanya menginginkan anaknya bisa lulus walaupun dengan nilai cukup.

Saya mengajar anak tersebut selama tiga bulan. Banyak cerita suka duka yang saya alami. Saya yang juga guru yang harus mengajar dari pagi hingga siang, harus melanjutkan mengajar anak tersebut disore harinya setelah ia pulang sekolah. Ia yang sekolah di sekolah swasta tentu jam pulangnya lebih lama dibandingkan di sekolah negeri, waktu itulah yang saya manfaatkan untuk istirahat.

Kendala saat mengajar sangatlah banyak. Mulai dari kenakalan dan kelelahan, materi yang lambat menerima, hingga kejailan-kejailan yang sering ia lakukan. Namun bukan guru jika kita tidak bisa mengatasi semua itu. Dengan ketekunan dan kesabaran, sayapun melaluinya dengan sempurna. Bahkan saat memasuki bulan ketiga, bukan hanya kemampuan akademiknya saja yang sudah mengalami peningkatan, namun sikap dan kemandiriannya menunjukkan perubahan. Tentu bukan saya yang menilai, namun guru di skolah dan orangtuanya yang menyampaikan itu langsung kepada saya.

Tiga bulan telah berlalu, suka dan duka harus sudah berakhir. Kini hanya tinggal menanti buah kesabaran dan ketekunan kami selama tiga bulan ini. Tentunya kami semua berharap apa yang telah kami lakukan selama ini tidak sia-sia.

Ujian Nasional telah berakhir. Menanti hasil dan pengumuman kelulusan menjadi teka-teki bagi kami. Namun kami yakin, dengan perubahan yang dialaminya sekarang, akan membawa hasil yang bukan hanya sekedar lulus, namun bisa lebih dari itu.

Waktu yang ditunggu-tunggu pun telah tiba. Pengumuman kelulusan akan disampaikan pada sore hari. Saya yang harus fokus dengan siswa saya di sekolah, juga berharap cemas dengan hasil pengumuman anak private saya. Suka cita setelah melihat hasil pengumuman kelulusan peserta didik saya, sejenak saya terlupakan dengan hasil anak privat saya. Hingga sore hari menjelang magrib, ponsel saya masuk sebuah pesan dari orang tuanya. Ada hal lain yang saya rasakan. Karena selama ini orangtuanya sama sekali tidak pernah mengirim pesan, bahkan jika ada hal sekecil apapun pasti langsung menelepon saya.

Setelah magrib akhirnya saya putuskan untuk datang ke rumahnya. Saya pun dipersilahkan masuk dan duduk di meja belakang di tepi kolam renang. Beberapa menit terlihat suasana sunyi, saya yang merasa penasaran dan bingung juga ikut diam tanpa bicara. Hingga beberapa menit kemudian, anak didik saya beserta ibunya datang menghampiri kami sambil membawa sebuah amplop kecil yang saya yakini itu adalah nilai ujian nasional. Saya terima dan saya buka berlahan amplop tersebut dengan perasaan yang tidak menentu. Betapa terkejutnya saya ketika melihat kata "LULUS" dengan rata-rata nilai yang terbilang diluar perkiraan saya.

Belum habis rasa keterkejutan saya, anak didik saya datang menghampiri dan memeluk saya. Bahkan saya lihat dengan jelas jika ibunya juga menangis terharu. Orangtuanya tidak henti-hentinya mengucapkan terimakasih dan rasa syukur. Bagaimana tidak, yang semua kami targerkan lulus dengan nilai cukup, justru memperoleh peringkat 16 dari 128 siswa dengan nilai rata-rata 8.34.

Itulah sebuah kisah kebahagiaan yang pernah saya alami. Yang semula mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi desakan perekonomian, justru berbuah kebahagiaan yang tidak disangka-sangka.
Walaupun pada akhirnya saya juga menerima hadiah dan uang yang lumayan besar bagi saya sebagai ucapan Terimakasih.

Bagi saya, kebahagiaan adalah bagaimana kita bisa berbagi, memberi, dan melihat orang lain bahagia dan kita ikhlas menjalani semuanya. Bukan materi yang menjadi tolak ukur kebahagiaan tetapi kepuasan batin atas apa yang kita capai dan berguna bagi sesama. Itulah makna berbagi kebahagiaan yang sesungguhnya bagi saya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun