“Jadi..”ia terhenti. Memainkan cangkirnya gelisah. Mata kami bertemu. Dan mereka bercakap – cakap sejenak, mewakili bibir kami yang membeku.
“Terima kasih” aku memecah keheningan. Ia mendongak, memastikan aku tidak menangis. Aku menatapnya. Memastikan ia tidak melihat air mataku. Ia berdiri,”Maafkan aku”. Kemudian berlalu.
Aku menatap cangkirnya. Masih penuh kopinya. Tanda ia datang sore itu untukku, bukan untuk kopinya.
Aku mengelus cangkirnya. Sudah dingin. Tanda ia datang sore itu untukku. Untuk menyampaikan hatinya.
Sampai nanti.