25 Maret 2011 06:10Diperbarui: 26 Juni 2015 07:273900
Layar terbuka diiringi suara tok-tok-tok dari salah satu instrument musik. Oya lupa bilang, para pemain musik itu ada di sisi kiri saya, di depan panggung. Tampak di panggung ada semacam rumah tanpa dinding, didalamnya ada seorang pria berpakaian kuno dengan gaya rambut botak didepan & rambut diikat dibelakang. Dia bersuara melengking, entah berbicara atau menyanyi, yang jelas saya nggak lihat ada microphone, sementara suaranya terdengar lantang setidaknya sampai deretan saya. Dari sekian banyak kalimat yang diucapkan, nggak ada satu kata pun yang bisa saya tangkap. Saya iseng memutar channel ke Bahasa Jepang, tapi yang diomongin beda ama yang di panggung. Sama-sama nggak ngertinya, saya pasrah kembali lagi ke channel audio Bahasa Inggris. Terjemahannya nggak kalimat per kalimat, tapi jadi kayak sinopsis cerita yang sedang dipentaskan. Ah, ga seru! Pengen tau kan, dia lagi ngomong apa. Nggak berapa lama ada sosok perempuan, wajahnya tak terlihat, mereka berkomunikasi dengan nada seperti menyanyi. Kemudian ada seorang pria berpakaian tampak mewah, membunyikan bel di pagar & orang yang tadi didalam rumah keluar untuk membuka pagar, trus mereka ngomong-ngomong lagi. Tanpa menutup layar, adegan berganti di sisi panggung yang lain yang setting-nya seperti jembatan diatas sungai dalam hutan. Kali ini ada sepasang laki-laki & perempuan, mereka menghadap ke arah penonton. Asyik, ini yang saya tunggu-tunggu. Saya berusaha memperhatikan si ‘wanita’, yang pastinya diperankan oleh pria. Gerak-geriknya betul-betul gemulai, seperti wanita beneran. Dia pakai kimono wanita, pakai geta (sandal jepang yang kayak bakiak), bersanggul khas Jepang dengan tusuk konde yang pake gantungan berkilauan, bawa tas kecil & kipas. Mukanya benar-benar lukisan, aslinya udah sama sekali nggak kelihatan. Garis mukanya cuma terlihat alis yang dibentuk melengkung, bibir yang merah menyala, serta pipi seputih kertas yang diberi blush on warna pink. Saya jadi nyesel duduk jauh dari panggung, soalnya ga bisa merhatiin dengan jelas. Meskipun saya nggak bisa nangkep percakapannya sama sekali dan nggak terlalu jelas lihat raut muka, hanya dengan melihat gerak gerik mereka dan intonasi suara, saya bisa menangkap mereka sedang marah, sedih, senang, ataupun kecewa. Hebat sekali ya teater itu. Intinya yang saya tonton waktu itu berjudul Shuzenji Monogatari yang menceritakan tentang seorang mask-carver (pembuat topeng) yang ditugasi oleh seorang shogun untuk membuat topeng mukanya. Si pembuat topeng yang bernama Yashao itu punya dua orang anak perempuan, namanya Katsura dan Kaede. Katsura nggak puas hidup di desa dan pengen merubah nasib untuk jadi orang terhormat, sementara Kaede cukup puas jadi istri Hirohiko, seorang pengikut Yashao. Shogun Yoriie datang menagih topeng mukanya, tapi Yashao meminta maaf karena pesanannya nggak jadi-jadi karena dia sedang kurang fokus. Setiap coba bikin dan gagal, topengnya dihancurkan lagi. Katsura bawa topeng terakhir yang dibuat ayahnya, Yoriie bilang ini udah bagus & meskipun Yashao protes, Katsura tetep kasih topengnya ke Yoriie. Singkat cerita, Yoriie suka ama Katsura trus minta ijin ama Yashao untuk menikahi Katsura. Waktu mereka pergi, Yashao ngancurin semua topeng yang udah dia bikin karena menurutnya membiarkan satu topeng gagal lolos keluar adalah kegagalannya sebagai seniman. Ternyata Yoriie itu Shogun-nya cuma nama doang, sementara kekuasaan masih dibawah kendali Masako (ibunya) dan Regent Yoshitoki. Kanakubo dari Kamakura datang untuk membunuh Yoriie, jadi Yoriie & Katsura berusaha melarikan diri dibantu oleh Hirohiko. Waktu Hirohiko datang, Kaede & Yashao lega, tapi mereka masih mengkhawatirkan Katsura. Ketika ada seorang prajurit terluka yang roboh didepan gerbang rumah mereka, mereka menemukan bahwa prajurit itu adalah Katsura yang menyamar dengan mengenakan topeng Yoriie. Ya, mungkin saya nggak pinter nyeritainnya lagi, tapi gitu lah pokoknya. Hehe.. *ketawa garing BTW, saya menulis tentang Kabuki karena seorang teman memberitahu saya, saat ini Kabuki-za Theatre sudah ditutup untuk direkonstruksi, dan rencananya baru akan dibuka lagi 2 tahun lagi yaitu tahun 2013. Alasan dilakukannya rekonstruksi tersebut adalah kerentanan bangunan tua tersebut terhadap gempa bumi yang sering terjadi di Jepang. Hmm... lama juga ya. Katanya sih ntar tampak depan bakal dibangun menyerupai kondisi sebelum dipugar, tapi gedungnya akan jadi 43 tingkat. Hohoho…
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.