Cerita di atas benar adanya, tapi ngga berlaku untuk semua lho. Untuk 'newcomer', mitos di atas bisa dilihat minimal dari dua pandangan. Satu, antusias, itulah hidup yang kuinginkan. Untuk yang memiliki gaya hidup berbeda, jangan mundur dulu.
Kebanyakan istri ekspat yang seringkali harus berpindah tempat mengikuti pos pekerjaan suami memang harus mengesampingkan karir dan ambisi pribadi di dunia kerja. Mencari kerja di tempat baru tidaklah mudah. Saya sudah mengalaminya. Kurang lebih dua belas tahun sebagai 'trailing spouse' yang berpindah negara, ada satu dua masa saya memperoleh pekerjaan paruh waktu, di saat lain saya belum beruntung walau sudah mengirim berlembar-lembar surat lamaran. Seperti saat ini.
Seorang teman yang juga terbiasa bekerja di kantor di tanah air mengeluh bosan setiap hari. Karena saya tidak pernah memiliki asisten rumah tangga, keluhan itu jadinya ngga sempat muncul. Waktu luang biasanya saya pakai untuk 'browsing' mencari lowongan pekerjaan, belajar bahasa setempat, menjelajah kota, berolahraga, dan bertemu teman. Teman sangat penting, sebagai 'pengganti' keluarga di tanah air. Yang menurut saya juga sangat penting adalah memiliki hobi, bisa menekuni yang lama atau menemukan yang baru.
Belanja, makan siang dan ke salon? Ah, itu sih ngga perlu jadi istri ekspat, itulah wanita ;D.