Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola

Mana Lagi Selain Di...

26 Oktober 2024   09:59 Diperbarui: 26 Oktober 2024   10:06 383 0
SIAPA PUN mungkin tak percaya Ray Kroc (Michael Keaton), salesman keliling yang gagal menjual mixer milkshake merk Prince Castle itu kini menjadi miliader dan menjadi pengusaha kelas dunia papan atas.  

Gerai waralaba-nya tersebar di seluruh dunia hingga saat ini. Semua orang mengakui dan membelanjakan banyak uang di gerainya yang bernama McDonald!  Pada tahun 1954, setelah gagal seluruh usahanya menjual dan nyaris tiada harapan lagi, tiba-tiba drive-in di San Bernardino memesan mixer dalam jumlah cukup banyak, Ray pun rela berkendara ke California sekadar untuk melihatnya.

Dan Ray menemukan sebuah restoran kaki lima yang sangat popular dengan layanan cepat saji, berkualitas tinggi, kemasan sekali pakai dan suasana yang ramah keluarga. Lalu Ray bertemu dengan Mac McDonald (John Carroll) dan Dick McDonald (Nick Offerman), Ray mencoba membantu mereka mencapai "system layanan spedee" dan mengkhususkan menjual hamburger, kentang goreng, dan milkshake sebagai menu utama mereka.  

Ray terpesona dan tertarik dengan bisnis ini dan mengusulkan untuk mewaralabakan (franchise) restoran mereka. Namun usulan ini tak mudah untuk dilakukan, usaha mereka ini terkendala dengan masalah dalam memertahankan standar kualitas di luar tempat mereka. Selain itu manajemen jadul yang dimiliki McDonald juga menjadi salah satu kendala untuk berkembang. Sebab mereka hanya fokus pada satu gerai saja, sedangkan Ray mempunyai pikiran lebih progresif untuk sesegera mungkin McDonald mempunyai banyak cabang.

Tahun berlalu, akhirnya Ray berhasil membawa McDonald dikenal di lingkup nasional. Media meliput keberhasilan ini dan menganggap Ray Kroc sebagai founder McDonald, tentu saja Dick dan Mac tak terima dan perseteruan terjadi.  

Sampai pada titik ini, Ray akhirnya memberi cek sebesar 2,7 miliar dollar untuk membeli semua aset yang dimiliki McDonald termasuk brandnya. Ray pemilik sekaligus CEO McDonald berjuang habis-habisan untuk sebisa mungkin mencapai cita-citanya, yaitu mewaralabakan McDonald di seluruh dunia. Dan siapa pun akan tahu untuk makanan cepat saji, manalagi selain di....

Pun begitu Yoyok Sukawi ketika mengambil keputusan untuk menjadi CEO klub sepak bola bernama PSIS. Dia paham betul mengembangkan klub sepak bola tidak semudah gerai waralaba, karena di dalam klub sepak bola tersemat sebuah persoalan yang menyangkut orang banyak, yaitu fanatisme dari fans klub sepak bola.  

Sebab apa pun hasilnya fanatisme dari para penggemar bisa menjadi persoalan pelik, sebab berimbas pula pada bagaimana menentukan visi dan misi, membuat strategi bisnis, memimpin tim eksekutif, mengambil keputusan strategis, membangun komunikasi dengan stake holder dan menjadi wajah perusahaan.

Celakanya, ketika berhadapan dengan fanatisme penggemar, semua akan terlihat salah ketika timnya mengalami hasil buruk. Padahal hasil buruk itu dalam kacamata CEO tak melulu permainan saja, ada persaingan ketat di dunia sepak bola nasional, masalah teknis di luar maupun dalam tim, serta faktor non teknis lain yang kadang malah memberikan pengaruh besar pada pertandingan.

Gercep (gerak cepat) ketika ada perubahan regulasi dan mengelola keuangan dengan baik agar klub ini tidak hilang dalam percaturan sepak bola Indonesia yang unik ini, juga sangat dibutuhkan. Apalagi aturan dan ketentuan dalam aturan liga di Indonesia kerap berubah-ubah.

CEO klub sepak bola di Indonesia memiliki tantangan dan dinamika yang unik, berbeda dengan liga-liga besar di Eropa. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan adalah struktur kepemilikan di mana banyak klub di Indonesia memiliki struktur kepemilikan yang komplek, kondisi infrastruktur, basis penggemar dan intervensi pihak luar.

Belum lagi mencari sponsor, membangun akademi sepak bola, berperan sebagai diplomat dan menghadapi tekanan media serta keterbatasan anggaran. Sebagai CEO sepertinya Yoyok Sukawi sudah pada track yang benar, ia membangun tim yang solid, mengelola keuangan dengan baik, membangun brand PSIS, mengatur operasional klub, menjaga hubungan baik dengan berbagai pihak, itu pun masih menuai hasil buruk dalam waktu belakangan ini.

Ketika Ray Kroc mulai memiliki McDonald dan mengembangkan sebagai bisnis waralaba dengan baik dan berhasil, orang selalu lupa bahwa untuk membangun sesuatu tidaklah semudah membalik tangan, mereka tidak tahu bagaimana tantangan membangun Mc Donald di des plaines, Illinois, menarik investor, menghadapi etika manajemen yang buruk.  

Ia mengalami fase yang buruk, ketika hipoteknya terlambat, menggadaikan rumah hingga menceraikan istrinya saat Mc Donald di titik nadir. Ray tak putus asa, ia berjuang mati-matian untuk McDonald, maka ia tetap tenang ketika menghadapi kritikan bahkan yang pedas sekalipun, ia anggap sebagai masukan untuk membangun timnya kembali.  

Bahkan ktitikan konyol (nyinyir) ia anggap sebagai kenaifan, karena yang mengkritiknya tak pernah paham proses membangun sebuah perusahaan yang solid.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun