Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Kutu Buku, Kutu Busuk, dan Bintang Porno

28 September 2011   07:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:32 291 0
Kemarin gara-gara melihat blog punya teman. Ada yang menarik perhatian saya. Klik langsung, dan meluncur ke web keren. Wah menarik pikir saya. Buru-buru sign up, edit profil, add content dan jadilah. Goodreads namanya. Tempat ngumpulnya para pembaca buku dengan banyak koleksi dan review yang beraneka ragam. Sampai di sini saya akui, saya kuber alias kurang browsing and surfing hingga kelenger! baru tahu ada web bagus ini..hehehehe. "Cucok bin cocok untuk yang suka dan rajin baca buku," pikir saya. Buang si Kutu Buku!! Mari kita tinggalkan sejenak goodreads. Sekarang mari kita bahas masalah kutu. "Lho kok kutu?" Maksudnya kutu buku. Istilah keren yang ditempelkan ke jidat orang-orang penyuka buku. "Siapa yang nempelin?" Saya berani jawab, "ya orang yang tidak suka baca buku..hehehe." Tapi tenang saja, tidak ada istilah kutu buku di sini. Karena Istilah kutu buku saya yakini secara tidak langsung menjauhkan anak-anak Indonesia untuk mencintai membaca buku. Menjauhkan anak-anak bangsa untuk takut masuk perpustakaan dan membunuh niat mereka untuk membeli buku. Karena gambaran kutu buku yang ditanamkan ke masyarakat selama ini --- sadar gak sadar --- jauh banget dari citra keren. Lihat saja di sinetron. Kutu buku itu digambarkan; berkacamata tebal, kuper alias kurang pergaulan, penakut dan grogian. Pencitraan yang ngawuuurr!!! Maka jauhi sinetron, banyak bohongnya. Minat baca rendah, minat buat film porno meningkat Itu faktanya, dan dalam hal ini saya tidak tega untuk membohongi anda. Fakta yang berbicara. Gadis SMP yang belum bisa pasang, maaf, pembalut dengan benar, sudah berani jadi bintang film porno. Ingat kasus Turen kemarin, saya sendiri sibuk mencari videonya sampai sekarang. Hebat bukan?   :P Kembali berbicara tentang video porno, sudah tidak usah dibahas di sini. Sudah berjibun yang membahasnya dan men 'donwload' nya. Minat membaca yang akan saya bahas. Minat baca yang sangat rendah. Lebih rendah bahkan dibandingkan dengan negara yang selalu kita anggap saingan terdekat, Malaysia. Ironis bukan? Fakta yang menyakitkan tersebut diungkap oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI, Sri Sularsih pada dialog bertajuk "Membaca Bangkitkan Karakter Bangsa" di gedung Perpustakaan Nasional di Jakarta (Antara 25/05/11) Malaysia yang selama ini menjadi "rival" terdekat kita, lagi-lagi mampu mengalahkan kita. Bangsa yang katanya serumpun itu ternyata minat bacanya jauh lebih unggul dibanding bangsa yang dulunya pernah besar ini. Jadi wajar kalau kita pasti kalah satu dua langkah dibanding mereka. Mereka mau belajar, lha kita? Itu baru Malaysia, kalau Singapura? Jangan ah, tambah malu saya mengatakannya. Perbandingannya bagai beauty and the beast. Indeks mereka telah mencapai 0,45 sedangkan kita baru 0,001.

Yang artinya satu buku dibaca seribu orang. Wooww...sesuatu banget, kalau kata Syahrini.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun