Dalam beberapa tulisan, saya telah mencoba menawarkan tema ekonomi kreatif sebagai pilihan mengembangkan ekonomi kewilayahan berbasis kegiatan dan sumber daya manusia kreatif baik secara terpisah maupun dengan OVOP. Tulisan pertama: Antara Ekonomi Kreatif dan OVOP Bagian I ini gambaran umum tentang peluang dan tantangan di Indonesia. Sementara pada Bagian II ini juga menggambarkan satu upaya realisasi dalam bentuk sebuah festival multi event. Menyadari bahwa gagasan menerapkan konsep ekonomi kreatif dalam kehidupan masyarakat kita saat ini akan mengalami banyak kendala formal, structural maupun cultural, saya coba membuat sebuah komunitas di Goggle+ dengan nama Indonesia Creatif Economy Forum (ICEF) beberapa hari terakhir.
Alasan utama memilih di lapak mesin penelusuran (search engine) terpopular di dunia maya saat ini sebenarnya adalah untuk menggiring opini para blogger yang biasanya menyimpan energi lebih soal argumentasi dan daya kreatif. Meski begitu, saya juga memahami faktor kultural masyarakat kita dapat menjadi kendala mengembangkan gagasan-gagasan kreatif dari mereka. Kedua, di lapak ini masih terbuka peluang yang sangat lebar untuk mengemukakan gagasan karena peminatnya relatif lebih sedikit dibanding jejaring sosial seperti Facebook, twitter dan laman khusus jurnalisme warga semacam kompasiana ini. Saya tidak ingin membahas lebih panjang tentang g+ karena kapasitas sangat terbatas.
Gagasan membuat forum ekonomi kreatif di Indonesia (ICEF) ini karena ada keyakinan bahwa di antara jutaan pengguna internet di Indonesia, terdapat lebih banyak orang yang peduli akan nasib dan masa depan bangsanya ketimbang yang acuh atau apatis. Soal orientasi pemikiran dan gaya bahasa yang dipilih adalah adalah aset raksasa yang acapkali terbalut pola tertentu. Sehingga bentuk mengungguli isi. Dalam forum ini, pola itu diharapkan dapat berbalik arah menjadi isi mengungguli bentuk.
Sekadar mengingatkan kembali, ekonomi kreatif adalah serangkaian kegiatan produksi dan distribusi barang maupun jasa yang dikembangkan melalui penguasaan informasi, pengetahuan dan kreatifitas. Ekonomi kreatif sangat mengandalkan diri pada proses penciptaan dan transaksi nilai. Artinya, aspek sumber daya manusia (bakat/ talenta), teknologi, keberagaman budaya dan pasar yang kritis (critical mass) adalah ekosistem yang sangat dibutuhkan. Bangsa Indonesia memiliki semua syarat dan ketentuan itu, kecuali ekosistem yang harus dibangun secara perlahan dan kokoh. Dimulai dari pusat-pusat pengembangan kreatifitas: Bandung, Jogja dan Bali yang telah menghadirkan ekosistem ekonomi kreatif dan dapat dijadikan jalur utama pengembangan di kota-kota yang dilalui atau sekitarnya.
Ada 15 (14 telah diformalkan oleh Pemerintah RI) subsektor ekonomi kreatif: 1. Kerajinan, 2. Seni pertunjukan, 3. Busana (fesyen), 4. Musik, 5. Desain, 6. Arsitektur, 7. Pasar barang seni, 8. Layanan komputer dan piranti lunak, 9. Video-film dan fotografi, 10. Periklanan, 11. Televisi dan Radio, 12. Permainan Kreatif, 13. Penerbitan dan Percetakan, 14. Riset dan Pengembangan serta 15. Kuliner. Dari semua subsektor itu, riset dan pengembangan adalah sub sektor integratif. Bisa dilakukan bersama oleh sejumlah subsektor lain atau beberapa kota/wilayah sekaligus. Kendala utama penyelenggaraan sub sektor riset dan pengembangan lebih disebabkan kendala kultural ketimbang material (tenaga, saran dan prasarana). Bagi orang atau masyarakat kreatif berlaku “tiada rotan, akarpun jadi”.
ICEF bisa jadi ruang obrolan sersan (serius tapi santai) mayor (utama, sesuai tema besar tertentu). Dalam ketentaraan, sersan mayor adalah pangkat tertinggi sebelum perwira. Dengan analogi ini, ICEF memang bukan forum pakar yang bisa berpolemik dengan analisis rinci dan pendekatan terdepan. Forum ini adalah jembatan menuju satu titik yang sejenis dengan forum pakar yang belum terpikirkan jenis, nama dan lapaknya. Karena gagasan dasarnya memang terinspirasi dari komunitas BIL (Beginner and Intermediate Lounge) di situs BBO (Bridge Base Online). Dengan kata lain, ICEF adalah komunitas diskusi ekonomi kreatif Indonesia untuk orang-orang yang “merasa” di tingkat pemula dan menengah. Bukan Advaced (lanjutan), expert (ahli) dan apalagi world class (kelas dunia). Atau dapat menjadi media berlatih bagi pendatang baru (novice) yang belum mengenal sama sekali sub-sub sector dalam ekonomi kreatif.
Seperti pada BIL di BBO, ICEF di g+ menghadirkan segmen bimbingan teknis oleh para kakak kelas di tingkat lanjut dan pakar. Saat ini, sudah ada 2 moderator yang kami tugasi menjadi pembimbing teknis pada sub sektor layanan komputer dan desain. Idealnya, setiap sub sektor diisi oleh 3 moderator. Tugas utama moderator adalah mengawal proses perjalanan diskusi sampai tersusun rekomendasi yang mudah-mudahan bisa dibawa kepada pemangku kepentingan (stakeholder), khususnya para pengambil keputusan formal (Pemerintah dan Dewan) di tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun nasional. Khusus untuk sub sektor kerajinan, rekomendasi yang dihasilkan dari forum diskusi tsb akan diteruskan ke Kemenegkop dan UKM atau Kemenegparkref melalui jalur Himpunan Perajin Anyaman Indonesia (Hipando).
Karena itu, selaku pengelola utama (tertulis di g+ sebagai “pemilik”), saya mengajak para kompasianer dan seluruh warga bangsa Indonesia agar dapat memanfaatkan forum ini untuk 2 hal penting. Pertama, menggali dan mengembangkan potensi kreatif individu Bangsa Indonesia dalam mewujudkan hak warga negara di bidang ekonomi. Kedua, memanfaatkan momentum “trending era” ekonomi dunia akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi berdasarkan kriteri umum. Kreativitas adalah anugerah tertinggi kepada manusia dari Tuhan Maha Pencipta. Sayang kalau diabaikan, apalagi dimatikan. Selamat bergabung dan kita wujudkan era ekonomi baru di Indonesia tercinta. Semoga.